loading...

Senin, 09 April 2018

Buku Ini Menawarkan Tradisi Membaca Dan Menulis Sebagai Metode Progresif Pengembangan Diri




Untuk mewarnai jagat literasi, Penerbit Progresif kembali menerbitkan buku. Kali ini adalah buku “Literasi Sampai Mati (Jalan Progresif Membaca, Menulis, dan Demokrasi Partisipatoris)” yang ditulis oleh Nurani Soyomukti, penulis asal kota kecil Trenggalek.

Buku ini ingin mengajak pembaca menjalani tradisi literasi, terutama tradisi membaca dan menulis, serta berperan dalam dunia sosial dan politik yang berbasiskan kecerdasan literasi. Keunikan buku ini, menurut Eko editor Penerbit Progresif, adalah terletak pada isinya yang provokatif melalui cerita dan kisah hidup penulis yang diuraikan dalam buku ini.

Menurut si editor, dalam buku ini kita bisa melihat bagaimana dinamika literasi dalam diri penulis berkembang. Pertaubatan dari aktivis radikal yang memegang pikiran ideologis yang kaku, hingga kemudian ikut masuk sistem demokrasi yang menurutnya lebih rasional untuk diperjuangkan. “Sepertinya ia kemudian menawarkan pilihan: Apa jika bukan demokrasi lewat pemilu? Demokrasi komunis dan Khilafah yang tidak menginginkan demokrasi itu sendiri?”, demikian tulis editor.

Ditambahkan oleh catatan editor bahwa  penulis menguraikan berbagai evolusi pemikiran bersamaan perubahan-perubahan peran. Sebagai sebuah buku yang dimaksudkan untuk memotret aspek literasi, buku ini cukup berhasil dalam menyuguhkan bagaimana pentingnya tradisi membaca dan menulis sebagai budaya yang harus dijaga. Keterlibatan penulis dalam aksi-aksi literasi sejak sekolah hingga ia pulang kampung tetap menjadi kisah utama buku ini. Mulai dari pertama kali “jatuh cinta” pada buku, hingga menjadi penulis banyak judul buku dan memetik peran sosial yang cukup partisipatif dari kedalamannya menerjuni danau Literasi.

“Pesan dalam buku ini adalah: Membaca dan menulis adalah jalan progresif yang harus dilalui oleh siapapun yang ingin menjadi subjek indenden dalam kehidupan. Jalan membaca buku dan menulis adalah jalan menjadi manusia yang ingin mendapatkan pencerahan dan kontrol terhadap dunianya, bukan objek penindasan sistem budaya yang hanya menyuruh orang untuk meniru semata”, tulis editor. (Red.EN)