loading...

Senin, 27 Februari 2017

LIMA TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM

LIMA TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM
(berdasarkan pandangan sejarah)



Perkembangan pemikiran islam selalu mengalami perubahan dan perluasan kualitas keilmuan. Setidaknya dalam pandangan sejarah terdapat beberapa tipologi pemikiran islam berdasarkan masa dan dominasi pemikiran.

Tipologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengelompokan berdasarkan tipe atau jenis. Dalam buku “Studi Islam Perspektif Insider/Outsider”karya M. Arfan Mu’amar dkk. hal. 133 dijelaskan mengenai tipologi-tipologi tersebut, ada 5 tipologi antara lain:

Pertama, tipe fundamentalistik, yaitu kelompok pemikiran yang mempercayai sepenuhnya doktrin islam sebagai sebuah alternatif utama kebangkitan umat manusia.

Kedua, tipe tradisionalistik / salaf, yaitu kelompok pemikiran yang memegang teguh pada tradisi-tradisi yang telah mapan dan secara kolektif, mereka melakukan islamisasi* ke segala aspek kehidupan.

*Islamisasi adalah proses konversi masyarakat menjadi Islam. Dalam penggunaan kontemporer, mungkin mengacu pada pengenaan dirasakan dari sistem sosial dan politik Islam di masyarakat dengan latar belakang sosial dan politik pribumi yang berbeda.

Ketiga, tipe reformistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha merekonstruksi* ulang warisan-warisan budaya Islam dengan cara memberi tafsiran-tafsiran baru.

*Rekonstruksi adalah pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula ; Penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula

Ke-empat, tipe post-tradisionalistik, yaitu kelompok pemikiran yang berupaya medekonstruksi* warisan-warisan budaya islam berdasarkan standart-standart modernitas.

*Dekonstruksi adalah sebuah metode pembacaan teks. Dengan dekonstruksi ditunjukkan bahwa dalam setiap teks selalu hadir anggapan-anggapan yang dianggap absolut. Padahal, setiap anggapan selalu kontekstual: anggapan selalu hadir sebagai konstruksi sosial yang menyejarah. Maksudnya, anggapan-anggapan tersebut tidak mengacu kepada makna final. Anggapan-anggapan tersebut hadir sebagai jejak (trace) yang bisa dirunut pembentukannya dalam sejarah.

Kelima, tipe modernistik, yaitu kelompok pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional ilmiah dan menolak cara pandang agama serta kecenderungan mistik yang tidak berdasarkan nalar praksis*.

*Model Praksis adalah salah satu pendekatan terhadap Teologi Kontekstual. Model ini secara intensif dibentuk oleh pengetahuan yang berasal dari aksi dan refleksi. Model Praksis membantu pengenalan akan makna dan dapat memberikan sumbangsih bagi perubahan sosial.


___________________
oleh:
Khabib Mulya Ajiwidodo
(Aktivis Muda Muhammadiyah Blitar dan Wartawan Srengenge Online)

BIOGRAFI INTELEKTUAL SPIRITUAL MUHAMMAD

BIOGRAFI INTELEKTUAL SPIRITUAL MUHAMMAD



Resensi - Dalam perjalanan seluruh hidupnya, kehidupan Nabi Muhammad SAW dipenuhi beragam peristiwa, situasi, dan pernyataan yang mengandung pelajaran spiritual paling dalam. Memang telah banyak buku serupa ini, seperti  Karya K.H. Moenawar Chalil dengan“Tarikh Nabi Muhammad Saw” yang sampai berjilid jilid, atau juga  Karya karen Amstrong “ Muhammad: A Prophet for Our Timeyang cukup fenomenal itu, namun dalam buku ini penulis membuat kita melihat dari sudut pandang berbeda dan baru. Dengan sentuhan emosi, kekaguman, rasa takzim yang penuh dan konsisten menghindari klise penulisan biografi Muhammad, yang umumnya menjelaskan peristiwa yang dialaminya merupakan rentetan keajaiban semata, penulis mengungkap sisi manusiawi Muhammad. Meski sebelumnya Tariq Ramadan terbiasa menulis untuk kalangan akademis, di buku ini Ramadan menuturkan sirah indah Sang Nabi dengan bahasa yang mudah dipahami. Juga mengalir meski tidak meliuk-liuk seperti cara Armstrong bertutur. Banyak orang bisa menikmati buku ini. Bahkan, audiens yang Ramadan bayangkan adalah baik muslim dan non-muslim, seluas audiens yang Armstrong bidik.

Bahwa hidup Muhammad adalah rangkaian kerja keras, kontemplasi, pengorbanan, dan pengambilan keputusan yang sering penuh risiko. Nabi merupakan panutan bukan saja dari sisi kualitas dirinya, melainkan juga dari sisi keraguannya, luka-lukanya, dan terkadang kekeliruan keputusannya yang ditunjukkan oleh wahyu atau para sahabatnya Seluruh sisi kehidupan nabi adalah wahana pembaruan dan transformasi, mulai dari detail terkecil hingga peristiwa terbesar. Orang islam yang setia, orang beriman dari agama lain, dan siapa pun yang mempelajari kehidupan Muhammad, tanpa memedulikan keyakinan agamanya, dapat menarik berbagai pelajaran dari kehidupannya sehingga mereka dapat meraih esensi pesannya dan cahaya keimanan darinya.

Kelebihan buku ini, seperti yang saya ungkap sebelumnya bahwa memberikan sudut pandang baru, tidak melulu tentang keajaiban yang terlihat tanpa upaya karena keistimewaan sebagai seorang rasul Tuhan. Melainkan mengupas karakter manusiawi Muhammad, sisi intelijensia, emosi, dan spiritualitasnya. Serta beragam pelajaran yang dapat terpetik dari semua kecemerlangan dan keraguan keputusannya. Terasa sangat dekat, sebagaimana diri kita sendiri. Bahwa Muhammad memang seorang manusia, dapat kita jadikan suri teladan. Gaya bahasanya pun ringan, detail dan mudah dicerna bagi siapa pun, termasuk pembaca non muslim.

Alur ceritanya memang kadang maju/mundur jauh sekali. Tapi tak lama-lama. Alurnya pun tak jarang bergeser dari kisah hidup Rasul, ke ayat-ayat Quran, dan ke ajaran-ajaran spiritual atau ajaran-ajaran yang relevan dengan situasi dunia saat ini. Tapi, sekali lagi, semuanya diulas secara singkat dan padat. Sehingga, pembaca tak akan banyak terganggu untuk menikmati kisah yang sedang dituturkan.

Prof. Tariq Ramadan, MA, Ph.D (penulis buku "biografi intelektual spiritual Muhammad")

Penulis yang juga cucu Hasan Al Banna ini  berhasil menyajikan pesan-pesan yang ia lahirkan dari pemikiran yang mendalam sebagai racikan kisah yang dihidangkan secara sederhana. “Di antara berbagai kekacauan yang terjadi di dunia,” pesan-pesan ini akan menjadi bermakna. Dalam buku ini banyak hal menarik yang bisa kita jadikan renungan dan pelajaran. Salah satunya adalah petikan halaman-halaman di bawah ini

Halaman 123, "Revolusi hati ini (Umar bin khattab) merupakan sebuah tanda, dan ia mengajarkan dua hal: tidak ada yang mustahil bagi tuhan, dan kita tidak boleh memberikan penilaian mutlak terhadap sesuatu atau seseorang."

Halaman 280, yang mengisahkan tentang poligami nabi setelah monogami dengan Khadijah. "Pernikahan-pernikahan yang dilakukan nabi terkait dengan kondisi ini: beberapa istrinya berasal dari klan-klan yang telah menjadi keluarga Muhammad sehingga secara otomatis dipandang sebagai sekutunya sendiri. Oleh karena itu, komunitas Islam sendiri tampaknya menjadi semakin kukuh dan tak tertandingi."

Halaman 285 "Yang tersimpan dalam hati berada jauh di luar batas pengetahuan manusia. Nabi tahu keberadaan orang-orang munafik di sekitarnya, tapi beliau tidak mengambil tindakan khusus terhadap mereka. Beliau tetap bersikap hati-hati, terkadang waspada, tapi beliau tidak menetapkan keputusan final."

Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.”
 (Al-Ahzab: 21)
__________________________________
diresensi oleh:
Khabib Mulya Ajiwidodo
(sekretaris Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Blitar)

Minggu, 26 Februari 2017

MENGENAL SOSOK IMMAWATI BLITAR TERPROGRESIF TAHUN 2016

MENGENAL SOSOK IMMAWATI BLITAR TERPROGRESIF TAHUN 2016


Tidak terlalu sulit untuk mencari sosoknya di kampus Universitas Balitar. Hampir semua civitas akademika prodi peternakan  pasti mengenal mahasiswi kelahiran Blitar, 5 november  1996 ini,  yang mempunyai nama lengkap Fazuhratul Hayati. Saat ini Ia tinggal bersama keluarganya di perum wisma indah blok G no 40 Blitar.

Mahasiswi semester 4 ini selain kuliyah juga mempunyai aktivitas berwirausaha dan berorganisasi di IMM (ikatan mahasiswa muhammadiyah) komisariat Bung Karno Unisba. Saat ini putri  dari Bapak Fauzir dan Ibu Allen Darniati ini menjadi penggerak utama BUMI (Badan Usaha Milik Ikatan) PC. IMM Blitar. Berkat keberanian dan ide kreatifnya  berbagai usaha ikatan dirintisnya, mulai dari jualan nasi kotak, tumpeng mini, masker, dls.

Meski tercatat aktif di organisasi kemahasiswaan, immawati Fazula (begitu nama panggilannya) tidak melupakan akademiknya, dan Jika ditanyakan apa cita-citanya, ia akan menjawab “jangan berjalan mengikuti air mengalir tapi berusaha untuk membuat jalan supaya alir mengalir”. Selain itu, mahasiswi yang hobi memasak dan menyukai hewan  ini, memiliki cita-cita  untuk membangun lembaga pecinta dan perlindungan hewan.

penyerahan anugerah "immawati terprogresif tahun 2016". kiri: immawati Fazula, kanan: immawati sukma (ketua PC IMM Blitar)

Berkat kegigihan dalam melaksanakan tugas sehari-hari sebagai wirausaha muda, mahasiswi dan aktivis, pada tanggal 19/2/2017 dalam acara musyawarah cabang II, Ia di anugerahi sebagai “immawati terprogresif tahun 2016” oleh Pimpinan Cabang IMM Blitar.

Sebagai penutup, Immawati Fazula mengajak teman-temannya untuk menjadi mahasiswa yang berimtaq, berani, peduli, kreatif dan produktif. Menurutnya, mahasiswa yang ideal itu adalah mahasiswa yang tidak apatis dan tidak egois, mahasiswa yang peduli dan mampu berkarya. “Mahasiswa yang oke itu ya mahasiswa yang berani mengambil resiko, akademik nya oke dan  organisasinya juga oke.” Begitu kata Fazula kepada srengenge online.


Selamat kepada Immawati Fazula, semoga selalu istiqomah dalam berjuang dan berdakwah. Semangat  (red.s)

SERBA - SERBI MUSYAWARAH II PC IMM BLITAR

SERBA - SERBI MUSYAWARAH II PC IMM BLITAR


suasana LPJ-an



penyerahan cindera mata kepada pemateri bedah novel



roti imm, snack acara pemukaan musycab II



para pemateri bedah novel (aktivis literasi blitar)



2 (dua aktivis litarsi), sebelah kiri: aktivis literasi dari FPL Blitar, sebelah kanan: aktivis literasi dari paguyuban srengenge



logo musycab II PC IMM Blitar



sidang formatur, laki-laki no 2 dari kanan adalah ketua formatur terpilih (immawan isnaeni ibnu w)



penyerahan hadiah dari ketua pc imm blitar (kanan) kepada immawati terprogresif 2016 (kiri) immawati fazula



para aktivis mahasiswa foto bersama di halaman arena musycab II



ketua umum DPD IMM jatim, A.Musawir yahya memberikan sambutan



novel yang dibedah dalam acara musyacab II PC IMM Blitar



pimpinan imm blitar (cabang dan komisariat)

banner bazar murah oleh BUMI PC IMM Blitar





peserta bedah novel menyimak dengan seksama



SEGENAP AKTIVIS PAGUYUBAN SRENGENGE MENGUCAPKAN : 
SELAMAT BERMUSYAWARAH KEPADA SELURUH IMMAWAN - IMMAWATI PC IMM BLITAR

JAYALAH IMM SELALU JAYA
ADANYA DISEGANI, TIADANYA DI CARI 
(Red.S)

ADA BAZAR KADER DAN GRANAT DI ARENA MUSYCAB IMM BLITAR KE II

ADA BAZAR KADER DAN GRANAT DI ARENA MUSYCAB IMM BLITAR KE II


Blitar.Musyawarah Cabang II yang baru saja digelar oleh PC IMM Blitar pada 25-26/2/2017 terbilang meriah dak sukses.  Ada banyak kegiatan dan pihak-pihak yang turut memeriahkannya. Salah satunya adalah performance dari Granat.

Granat disini bukanlah granat dalam arti senjata api yang bisa meledak bisa di tekan, akan tetapi granat disini adalah :Gerakan Nasional Anti Narkoba, mereka adalah kumpulan aktivis anti narkoba.

penampilan dari salah satu aktivis granat Blitar

Hubungan PC.IMM Blitar dan Granat memang sudah terjalin akrab, banyak kegiatan-kegiatan GRANAT yang melibatkan aktivis IMM. Maka dari itu untuk menjalin hubungan akrab tersebut, GRANAT menampilkan musik akustik di hadapan puluhan undangan yang hadir dalam acara pembukaan musyawarah cabang ke II PC IMM Blitar.

Ketika dihubungi khabib wartawan srengenge online terkait dengan kegiatan ini, Joko Nurbatin, ketua GRANAT Blitar mengatakan dengan bangga “GRANAT dan IMM Harus bersatu padu dalam memerangi Narkoba yang merusak generasi bangsa. Ini adalah salah satu Jihad kami”

Selain itu di arena musycab ke II, panitia penyelenggara juga mengadakan Bazar Murah karya kader. Barang-barang yang dijual semuanya adalah buatan kader IMM Bumi Bung karno Blitar. (reds)

MUSYAWARAH CABANG II PC IMM BLITAR

MUSYAWARAH CABANG II PC IMM BLITAR

Logo resmi musyawarah cabang II IMM Blitar

Blitar,Sebagai organisasi kader, IMM harus senantiasa mencari dan mendidik kader serta melaksakan kegiatan managemen organisasi dengan baik. . Salah satu tolak ukur keberhasilan tersebut adalah dilaksanakannya musyawarah cabang secara rutin 1 (satu) tahun sekali.

Kali ini, musyawarah cabang II PC  IMM Blitar dilaksakanan pada hari sabtu-ahad 25-26/2/2017 yang bertempat di AULA PDM. Kabupaten Blitar.

Dalam musycab ke 2 kali ini, pihak panitia juga turut mengundang FOKAL IMM Blitar, Paguyuban Srengenge,  DPP IMM, ketua PDM. Kabupaten dan Kota Blitar, DPD IMM Jawa Timur, organisasi otonom Muhammadiyah se Kota/kab. Blitar, beberapa pimpinan IMM dari luar Blitar serta pimpinan Ormek se Blitar raya.

Dalam sambutannya immawati sukma (ketua PC IMM Blitar) mengatakan. “Alhamdulillah, dalam periode ini IMM Blitar bisa menjalankan aktivitasnya dengan baik. Semua itu bisa dilakukan karena para pimpinannya solid. Semoga kedepannya IMM Blitar semakin progresif dan bermanfaat bagi umat, persyarikatan dan Bangsa. Tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang turut mensukseskan agenda akbar ini”

ketua DPD IMM jawa Timur, Immawan A. Musawir yahya

Dalam kesempatan yang sama, ketua DPD IMM Jawa Timur, Immawan A.M. Yahya menegaskan dan mengingatkan: suatu kebanggaan bagi IMM Jatim, bahwa di tahun 2015-2016 IMM Blitar Bisa Bangkit dari kevakuman. Musycab merupakan media dimana kita dapat memutuskan keputusan, dan semoga perbedaan argumen tidak membuat perpecahan di internal ikatan”


Kata-kata serupa juga disampaikan oleh Bpk.Hidayatur Rohman (ketua PDM Kabupaten Blitar) “ semoga musyicab ini menghasilkan keputusan yang baik, tidak ada perpecahan karena kita semua adalah kader Muhammadiyah”. (suk/Red.S)

LAGI-LAGI DPP IMM HADIR DI BLITAR

LAGI-LAGI DPP IMM HADIR DI BLITAR


Blitar,PC. IMM Blitar bisa dikatakan sebagai cabang baru yang paling sering dikunjungi DPP (Dewan Pimpinan Pusat)  IMM. Sejak berdirinya 2 tahun silam, tercatat sudah 3 (tiga) kali di kunjungi oleh DPP IMM.

Menurut catatan salah satu pendiri IMM Blitar, Khabib Mulya Ajiwidodo, DPP IMM yang pertama Hadir adalah Immawan Taufan Putrev Korompot yang sekarang menjabat sebagai ketua umum DPP IMM. Bahkan dalam acara pelantikan PC IMM Blitar 1 tahun yang lalu, Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed yang juga alumni IMM dan sekarang menjabat sebagai sekjend PP. Muhammadiyah juga turut hadir memberi ceramah.

Dalam acara akbar musycab ke-II (25-26/2/2017) PC IMM Blitar lagi-lagi menghadirkan salah satu  anggota DPP IMM.  Saat ini yang hadir adalah Immawan Wilson Sanheiriz yang menjabat sebagai ketua lembaga kerjasama internasional – DPP IMM.

DPP IMM Bidang kerjasama Internasional, ke-4 dari kanan

Dalam ceramahnya yang bertajuk Sharing Motivasi “Step by step go internasional” di hadapan puluhan aktivis IMM Blitar dan undangan undangan Musycab ia mengatakan “kita perlu mempunyai mimpi yang tionggi termasuk go internasional. Kita harus menjadi kader militan yang bisa berdakwah ke seluruh dunia. Jangan pernah merasa minder jika bersanding dengan yang lain karena kita memang diciptakan berbeda, teruslah semangat belajar untuk meraih mimpi.


PC.IMM Blitar memang istimewa. (suk/red.s)

FAHRIZAL : Menulis Itu Universal

FAHRIZAL : Menulis Itu Universal



Blitar, keunikan penyampaian dari para pembedah novel membuat peserta bedah novel “jejak-jejak kota kecil”  yang di gelar PC.IMM Blitar dalam rangka untuk memeriahkan kegiatan musyawarah cabang II IMM Blitar terlihat antusias.

A. Fahrizal azis yang sebelah kanan pakai kaca mata


Fahrizal mengatakan “buku tersebut selain dilihat dari sisinya, juga dari proses kreatifnya, termasuk siapa saja yang terlibat di dalamnya. Ada mantan TKI, IRT, anak sekolahan bahkan ada pemulung”.

artinya, menulis itu universal, tidak hanya milik mereka yang dekat dengan dunia akademik” begitu penjelasan fahrizal yang sempat masuk dalam catatan wartawan srengenge online.



Tema yang disampaikan dalam vovel tersebut juga beragam, ada tentang rumah tangga, percintaan, fantasi serta tema-tema non mainstream seperti LGBT. Dalam antologi tersebut, pembaca diajak merasakan asam manisnya kehidupan dari sudut pandang masing-masing penulis. (red.S)

BEDAH NOVEL DI ACARA MUSYCAB II IMM BLITAR

BEDAH NOVEL DI ACARA MUSYCAB II IMM BLITAR


Blitar.Moment Musyawarah Cabang (Musycab) II IMM Blitar kali ini sedikit berbeda dengan tahun lalu. Bedah novel “jejak-jejak kota kecil” menjadi suguhan utama untuk para undangan dan peserta musycab.

“novel jejak-jejak kota kecil ini adalah sebagai bentuk gerakan literasi yang dilakukan oleh  pegiat-pegiat literasi blitar, selain itu sebagai sarana yang sangat pas untuk mengenalkan blitar ke daerah luar dengan cara yang unik dan menarik” begitu penjelasan sukma uli nuha kepada khabib salah satu wartawan srengenge online.

Sebelum dimulai bedah buku, diawal ditayangkan beberapa video yang berisi gambaran secara umum dari sudut kota kecil blitar. Acara bedah buku antalogi jejak-jejak kota kecil, menjelaskan secara umum isi dari buku tersebut sekaligus proses kratifnya.

Dalam bedah novel kali ini, IMM tidak tanggung-tanggung dalam menyuguhkannya karena menghadirkan penulisnya langsung, yang mejadi pembedah adalah Arsyad ibad dan Alfa Annisa (semua itu adalah aktivis literasi Blitar dengan latar belakang kehidupan yang berbeda) serta pembandingnya  A. Fahrizal Azis, ia merupakan alumni IMM Malang sekaligus ketua presidium Paguyuban Srengenge.

Pembedah Novel (para aktivis literasi Blitar)

Para penulis itu mengingatkan dan mengajak seluruh masyarakat khususnya generasi muda untuk menuangkan perasaan kedalam kata-kata (karya), sehingga lebih bernilai dan bermanfaat.


“kenalilah kotamu dengan baik, untuk mampu mencintainya dengan baik pula” itulah ulasan terakhir dari salah satu pembedah novel. (suk/ Red.S)

Kamis, 23 Februari 2017

Kotak Ideologi

Di belahan bumi manapun, tidak ada Umat Islam yang tidak terafiliasi. Di Indonesia, afiliasi yang umum adalah berbasis Ormas. Entah NU, Muhammadiyah, atau yang lain. Di belahan negara Arab mungkin sedikit berbeda, afiliasi berbasis mahzab Fiqih, atau Firqah. Perbincangan tersebut agak sensitif, terutama yang berkelindan dengan politik. Apalagi jika masuk soal Sunni-Syiah. Terlampau beresiko untuk diperbincangkan.

Suatu ketika ada seorang bapak yang menemui saya, selepas shalat ashar di Masjid Agung Kota Blitar. Bapak itu mengenakan baju koko putih, logat sundanya begitu kental, ia mengaku berasal dari Sukabumi. Pasca basa basi, bapak itu langsung bertanya apakah saya aktif di Ormas Islam tertentu? Saya jawab kalau saya Muhammadiyah.

“Ada hadits yang menyatakan kalau Umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Ini terbukti kan?” jelasnya. Saya hanya mengangguk pelan, oleh karena memang ada hadits tersebut. “Ya sekarang kita lihat saja, banyak sesama Umat Islam bertengkar atas nama organisasi, golongan, aliran semacam itu, kita harusnya kembali pada Islam yang satu,” lanjut bapak tersebut.

Islam yang satu? Inilah pertanyaan yang beberapa kali muncul ketika saya ikut mata kuliah studi fiqih, Islam yang satu, bagaimana pengertiannya?

“Ya, Islam yang sesuai dengan Nabi Muhammad. Tidak ada NU, Muhammadiyah, Persis, dll,” jelas bapak tersebut.

Maksudnya netral? Sayangnya bapak tersebut tidak begitu bisa memberikan jawaban spesifik. Bukan tidak bisa, tapi tidak mungkin. Menjadi netral. Atau Islam yang satu dalam konteks persamaan itu tidak akan pernah terjadi. Tidak perlu mengukurnya di Indonesia, di negara-negara tempat lahir dan berkembangnya Islam di masa awal pun tidak mampu menunjukkan hal tersebut.

Kalaupun misalkan bapak tersebut kekeh menyebut dirinya “netral”, pada akhirnya kenetralannya tersebut juga bagian dari kelompok tertentu. Apalagi, jika berkaitan dengan fiqih yang begitu banyak variasinya. Itu belum lagi ketika agama ditarik sedemikian rupa dalam kontestasi politik.

Sunni, Syiah, atau kelompok lain seperti Khawarij, Jabariyah, Qadariyah, Asyariah, Mu’tazilah dan turunannya, dalam dunia akademik disebut aliran teologis. Memang masih ada sebagian yang menyebutnya Mahzab. Mereka menolak sebutan teologi, karena teologi lebih tepatnya digunakan antar agama. mengingat dari akar kata teos dan logos. Ilmu-ilmu tentang Tuhan.

Mahzab Fiqih empat : Maliki, Hambali, Syafii, dan Hanafi disebut merupakan Fiqh Sunni. Namun mereka sudah disebut Mahzab. Itu berarti memang benar, Sunni kemudian disebut teologi. Sunni merujuk pada kelompok Asyariyah dan Maturidiyah. Di Indonesia lebih dikenal dengan Ahlussunah Wal Jama’ah. Di NU punya sebutan khas, Aswaja.

Lalu dimana posisi organisasi? Organisasi lebih tepatnya disebut ideologi. Ideologi adalah jenis yang berbeda dari Mahzab, bahkan teologi. Makanya kadang saya bertanya dalam hati, apakah 73 golongan yang disebut dalam hadits tersebut termasuk diantaranya ideologi?

Kata ideologi pertama kali dicetuskan oleh Destut de Tracy, berasal dari kata idea dan logos. Ilmu tentang ide-ide. Dalam konteks Filsafat, idea merujuk pada Filsafat Plato. Karena sebuah ide, maka itu melekat pada diri manusia. Makanya ideologi sering disebut “isme-isme”.

Seharusnya tingkatan Mahzab lebih tinggi dari ideologi. Karena Mahzab merupakan kompilasi dari ide-ide.

Ide tidak selalu bisa mengikat manusia. Karena ide biasanya terbatas pada pencetusnya. Misalkan, ide-ide yang dicetuskan Karl Marx, otentifikasinya melekat pada pencetusnya, juga kondisi sekitarnya. Soekarno sering menyebut jika Marxisme merupakan ide cemerlang dalam melawan kapitalisme. Namun tidak serta merta menggunakan ide Marx secara otentik.

Soekarno tidak menggunakan kata proletar, sebagaimana pengertian buruh di Inggris. Ia kemudian mencetuskan Marhaenisme, karena kondisi Indonesia bukan negara industri. Secara kongkrit Soekarno menyebut, bahwa buruh tani dan tukang ngarit adalah “kaum proletar”.

Organisasi-organisasi umumnya membawa ideologi, yang tidak terlepas dari pencetus ide. Di Muhammadiyah, nama KH. Ahmad Dahlan menjadi ideolog awal. Namun KH. Ahmad Dahlan tidak pernah menulis ide-idenya. Sehingga, Muhammadiyah pada perkembangan kemudian, tidak terikat oleh teks. Barangkali inilah yang dibaca KH. Ahmad Dahlan sejak awal, kenapa tidak ada “buku ideologi” yang dibuat.

Karena ideologi itu berada dalam rahim organisasi, maka keterikatan dengan tokoh pendirinya sedikit berkurang. Setiap kebijakan atau semacam haluan organisasi bisa diperbaharui di musyawarah tertinggi, seperti Muktamar atau Tanwir.

Ideologi kemudian masuk dalam konteks pergerakan. Bukan ibadah, atau hal-hal yang secara vertikal mengatur hubungan manusia dan Tuhan. Tidak ada hal yang baru dalam konteks ibadah vertikal. Yang ada adalah penguatan. Hal-hal baru biasanya dalam konteks dakwah, atau mengatur hubungan antar mahluk hidup, menuju tata cara yang lebih Islami.

Istilah “kehidupan Islami” pun juga merupakan ikhtiar. Setiap ideologi akan memiliki pengamalan yang berbeda. Untuk itulah ada yang mengamalkan secara simbolik, ada yang mengamalkannya secara substansi. Dalam konteks pemerintahan, ada yang mengartikan Islami itu secara formal harus menggunakan istilah Islami, misal negara Islam. Namun ada juga yang berpendapat, apapun bentuk pemerintahannya, selama nilai-nilai Islam masih bisa dijalankan, itu sudah Islami.

Artinya, ideologi itu memberikan alternatif, bagaimana harus bersikap menghadapi arus kehidupan yang lebih kompleks, bagaimana berkompetisi untuk melakukan kebaikan. Lalu kenapa tidak meniru apa yang sudah dilakukan Nabi, biar Islam itu menjadi satu?

Tentu semua ideologi mencoba mengamalkan apa yang dahulu dilakukan Nabi Muhammad, dengan justifikasi dalil yang ada. Namun Umat ternyata memiliki pemahaman yang beragam terhadap dalil-dalil tersebut, yang kemudian tidak bisa diseragamkan.

Sebagai alternatif, ideologi semestinya tidak dipertentangkan. Soal banyaknya Ormas Islam yang berbeda ideologi, tidak semestinya hanya dilihat dari sisi negatif berupa konflik yang terjadi antar pengikutnya. Ingat, tidak hanya penganut ideologi yang bisa terlibat konflik. Supporter sepak bola pun bisa konflik, antar geng motor pun bisa konflik, bahkan karena berebut tanah sepetak pun bisa konflik.

Ideologi harus dilihat dari sisi positif, semisal sumbangsihnya dalam persaingan global, dalam pemerataan pendidikan, dalam penguatan ekonomi, dalam penyediaan lapangan kerja, dalam pengajaran moral, dll.

Sisi positifnya jauh lebih banyak ketimbang sisi negatif yang hanya satu sebab : fanatik. Jika melihat sisi positifnya, kita tidak akan merasa terkotak-kotak oleh pilihan ideologi masing-masing. []

Blitar, 23 Februari 2017
A Fahrizal Aziz