loading...

Jumat, 30 September 2016

IEP Karya Dee Lestari Meraih Book Of The Years 2016



Seri terakhir Supernova, Intelegensi Embun Pagi karya Dee Lestari meraih Book of The Years 2016. Penghargaan ini diberikan dalam acara Indonesia International Book Fair (IIBF) yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/16). Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) memberikan tiga penghargaan kategori Literacy Promoter, Book of The Year dan Writer of The Year.

Dalam sambutannya, Dewi Lestari, atau yang akrab disapa Dee itu berterima kasih atas apresiasi yang tinggi dari KPI. "Terimakasih, pertama-tama atas apresiasi IKAPI. Buku ini adalah penutup dari serial Supernova. Saya berterimakasih kepada penerbit dan suami saya, lalu para pembaca saya. Mereka menyebut dirinya sendiri Dee Addiction. Mari kita terus berkarya kepada seluruh pembaca," ucap Dee sesaat setelah menerima penghargaan.

Intelegensi Embun Pagi sendiri merupakan buku keenam dari seri Supernova. Sebelum dikenal sebagai Penulis, Dee Lestari awalnya adalah penyanyi yang tergabung dalam group vokal RSD (rida, sita, dewi). Mengawali karirnya sebagai backing vokal, Dee kemudian muncul sebagai penyanyi. Namun ia sendiri mengungkapkan bahwa menulis bukanlah hal baru dalam hidupnya. Bahkan kebiasaan menulis sudah menjadi hobi sejak ia masih sekolah.

Meski tidak lagi bernyanyi dalam group vokal, namun Dee Lestari masih menciptakan beberapa lagu untuk Soundtrack filmnya. Ia juga pernah membuat album Rectroverso yang hits utamanya berjudul "Malaikat Juga Tahu". Selain itu ia juga menciptakan lagu berjudul Perahu Kertas yang dinyanyikan Maudy Ayunda untuk soundtrack film dengan judul yang sama.

Beberapa musisi dan penyanyi juga pernah dituliskan lagu untuknya, seperti Noah dalam lagu berjudul Seperti Kemarin yang liriknya dibuat oleh Dee Lestari. Selain Noah, belakangan Raisa juga menyanyikan lagu yang ditulis Dee berjudul "Kali Kedua". Lagu itu mendapatkan banyak penghargaan dalam ajang Anugrah Musik Indonesia (AMI) Awards 2016, dan Raisa pun terpilih sebagai Penyanyi Solo Perempuan terbaik tahun ini. (red.s)

Anies Baswedan Meraih Literacy Promotor dari IKAPI


Srengenge - Anies Baswedan menjadi salah satu dari tiga peraih penghargaan yang diberikan katan Penerbit Indonesia (IKAPI) dalam ajang Indonesia International Book Fair (IIBF) yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/16). Anies yang juga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu didapuk sebagai literacy Promotor atas dedikasinya dalam kampanye budaya membaca di Indonesia.

"Sebuah kehormatan saya mendapat kabar 2-3 hari lalu, saya merasa apa yang kami kerjakan sudah selayaknya dikerjakan dari Kemendikbud. Di luar sana ada lebih dari enam ribu taman bacaan. Mereka adalah promotor literasi sesungguhnya. Saya hanya mewakili mereka, kita memiliki tanggungjawab moral tentang minat baca dan daya baca. Kita membutuhkan Indonesia yang memiliki daya baca tinggi dan memiliki karya-karya literatur yang mendunia," ucap Anies dalam sambutannya seusai meraih penghargaan.

Selain itu, kesuksesan Indonesia sebagai tamu undangan dalam acara Frankfurt Book Fair beberapa bulan lalu juga tidak lepas dari figur dirinya selaku Mendikbud. Anies sendiri pernah disebut sebagai 100 Intelektual Publik Dunia versi Majalah Foreign Policy. Dedikasinya dan kiprahnya sebagai akademisi membuat ia disegani, tidak saja dalam dunia intelektualisme, tapi juga dalam panggung politik.

Selain aktif dalam kampanye membaca, Anies juga dikenal sebagai penggagas Indonesia Mengajar serta membuat satu gerakan bernama turun tangan. (red.s)

Tokoh dan Sosial Medianya





Sosial media, terutama yang “publik share” semacam facebook, line, twitter, hingga instagram memang begitu menarik. Tak terkecuali bagi tokoh, baik itu artis, politisi, sampai akademisi. Mereka membuat akun media sosial dan share banyak hal, mulai dari kegiatan pribadi, sampai gagasan-gagasannya.

Banyak tokoh yang memiliki akun sosial media, paling banyak mungkin di twitter. Karena twitter lebih privatif. Twetnya pun hanya 140 karakter. Tidak perlu confirm seperti facebook. Tinggal follow, dan para follower sudah bisa mengikuti setiap update dari tokoh tersebut. Namun belakangan, ketika facebook memperharui layanan fanspage, termasuk dengan mencantumkan fanspage yang terverifikasi, membuat orang bisa membedakan mana fanspage palsu dan mana yang asli. Sehingga banyak tokoh kemudian mulai menggunakan fanspage facebook.

Selain twitter dan facebook, banyak tokoh kemudian juga menggunakan line dan instagram. Semuanya memiliki keunggulan masing-masing. Instagram lebih menonjolkan kekuatan gambar (picture power) dengan kemampuan editing cepat. Meski belakangan facebok dan twitter juga memiliki fitur yang sama. Tapi secara keseluruhan, facebook masih menjadi favorit karena long space. Uniknya, antar akun media sosial satu dengan yang lain juga bisa saling terhubung. Jadi, sekali posting bisa langsung menyebar ke beberapa akun media sosial yang kita miliki.

Selain sosmed diatas, memang ada sosmed populer lain semacam WA, BBM, dan Path. Tapi ketiga sosmed itu hanya dikhususkan untuk orang-orang tertentu. WA hanya untuk media chat, dengan kemampuan share yang signifikan pula. Path dan BBM adalah akun media sosial yang tidak bersifat publik. Hanya orang-orang yang kita perkenankan yang bisa melihat update kita di path dan BBM. Sosmed yang sebenarnya agak lumayan juga adalah telegram.

Saya sendiri membagi beberapa sosmed itu untuk share sesuatu. BBM biasanya saya gunakan untuk share hal-hal yang sedikit privat dan tidak untuk dishare ke publik yang lebih luas. Jadi ada ring-ring tersendiri.

Sosmed menjadi alternatif untuk media sharing, karena memang terjangkau. Kalaupun harus membayar, misalkan pengiklanan, harganya pun juga terjangkau. Selain itu, pengaruhnya juga lumayan signifikan. Apalagi jika likers dan followernyalumayan banyak. Belum lagi jika statement atau gagasan yang ia tulis di sosmed itu kemudian dijadikan sumber pemberitaan, entah di media online atau media konvensional. Pengaruhnya bertambah luas.

Saya sendiri dalam beberapa tahun belakangan menjadi stalker para tokoh-tokoh yang kebetulan bermain sosial media. Biasanya updatean mereka cukup valuable, kadang berisi informasi, gagasan, atau joke-joke segar. Bukan berisi curhatan cengeng dan apalagi umpatan. Kalaupun agak ‘nakal’, biasanya nakal secara argumentatif. Banyak hal bisa dipetik dari update sosmed para tokoh tersebut.

Kehadiran para tokoh di sosial media juga sekaligus memberikan iklim positif ditengah banyak pengguna sosmed yang lebih banyak ‘nyampah’. Saya sendiri, ketika membuka beranda facebook, serasa membuka buku. Banyak hal baru saya dapatkan dari updetan para tokoh, atau orang-orang yang menggunakan sosmed secara positif. Ini agak berbeda dengan awal-awal memiliki facebook dulu, sekitar tahun 2009 dan 2010, ketika membuka facebook, langsung disuguhi keluhan, umpatan, caci maki sampai gambar-gambar tidak senonoh. Akhirnya saya ‘bersih-bersih’.

Sekarang banyak tokoh menggunakan fanspage, jadi lebih mudah lagi untuk mendapatkan updatetan mereka. Ini membuat ber-sosmed menjadi lebih positif. Derasnya akses informasi memang harus diisi oleh hal-hal yang positif. Meski banyak tokoh yang sudah menggunakan sosial media, masih lebih banyak lagi tokoh yang tidak menggunakannya. Karena ber-sosmed memang tidak memberikan kredit point untuk kepangkatan, terutama kaum akademisi. Bagi politisi dan artist, ber-sosmed bisa jadi media untuk menyebarkan gagasan dan karyanya. Termasuk untuk membangun popularitas.

Karena bagaimanapun, sosmed kini menjadi arena terbuka dalam perang wacana dan gagasan. Kehadiran para tokoh tersebut, tentu akan memberikan warna tersendiri. (*)

Blitar, 30 September 2016
A Fahrizal Aziz

Kamis, 29 September 2016

MENULIS IMM, (bagian kedua)

MENULIS IMM, (bagian kedua)

(Buku Buku Populer di kalangan aktifis IMM )



IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH BERSAKSI DITENGAN BADAI

Catatan kritis sejarah kelahiran IMM melawan Komunisme

Buku Ini berasal dari sebuah skripsi Ajip Purnawan, menguraikan kajian mengenai peran IMM dimasa awal berdirinya, terutama dalam melawan komunisme. Menurut hemat penulis buku ini, komunisme tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, komunisme juga bertentangan dengan dengan ideology Muhammadiyah.

Buku ini menjelaskan benrtuk perlawanan IMM terhadap komunisme terbagi atas dua bagian, yakni

Bagian Pertama 

            Sebelum G30S PKI, yang ditandai dengan pengajian mahasiswa yang menyikapi isu actual dan pematerinya dari kader IMM sendiri, memberikan pengertian bahwa penggunaan lambang merah oleh IMM dikatakan  sebagai bentuk perlawanan symbol, yang mana saat itu warna merah selalu identic dengan gerakan kiri khususnya PKI. Warna bukan sekedar milik satu golongan tertentu saja. 

Pada saat itu IMM adalah satu-satunya organisasi mahasiswa yang mendapat restu dari Presiden Soekarno.

Bagian Kedua

            Pada bagian ini, diterangkan tentang terlibatnya IMM dalam pembentukan KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah), pembentukan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dls


MANIFESTO GERAKAN INTELEKTUAL PROFETIK

Buku ini di tulis oleh A. Halim Sani yang menulis tentang IMM dengan menggunakan pendekatan normative –sosiologis. Buku ini menggkaji nilai profetik dalam tubuh gerakan IMM yang mendorong semua elemen Ikatan untuk bias terlibat aktif dalam membendung arus dehumanisasi dengan segala bentuknya.



 cover buku manifesto intelektual profetik


Aspek paradigmatic dalam buku ini memberikan cakrawala pemikiran sosiologis yang lebih luas untuk bisa memahami setiap persoalan yang ada di tubuh IMM, Muhammadiyah dan Umat. Sehingga nilai luhur dalam tubuh IMM bisa berfungsi secara Ideologis – aksiologis secara merata dalam tubuh pimpinan dan kader IMM

OASE PEMIKIRAN IKATAN

Konstruksi identitas kader ikatan

Buku ini ditulis oleh Djihadul Mubarok dkk dengan pendekatan normative-praksis. Buku ini dianggap normative-praksis karena pendekatan yang dilakukan dalam penulisan buku masih belum mengesplor secara luas apa yang dimaksud dengan oase pemikiran ikatan, sekalipun didalamnya sudah menjelaskan mengenai identitas kader, ruh gerakan, kepemimpinan Rosulullah, tata cara branding image ikatan hingga praksis gerakan mahasiswa yang lebib menonjolkan pada manageman aksi demonstrasi.

Dalam buku ini ada satu kesalahan fatal yakni  pada halaman 92, disitu dituliskan tujuan IMM “ mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang beraklhak mulia yang susuai dengan tujuanMuhammadiyah". Padahal menurut AD IMM BAB III Pasal 7 tujuan IMM  adalah “mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah”. Semoga kedepanyya da edisi revisi, dan merefisi penulisan –penulisan yang salah tersebut.

Buku ini sangat cocok bagi para pemula atau kader baru IMM.

TAK SEKADAR MERAH

Memori dan testimony kader IMM

Buku yang di suguhkan sebagai kado milad IMM ke 49 tahun ini menyajikan berbagai tulisan dari alumni dan Pimpinan IMM.  Para penulis buku ini berkeinginan menghidupkan kembali budaya keilmuan salah satunya dengan menghidupkan sebanyak mungkin kelompok creative minority. 

 cover buku tak sekadar merah

Isi buku ini lebih banyak berbicara mengenai mengapa ikut IMM, ada itu IMM, membaca IMM saat ini dan Masa depan, serta sedikit menyentil tentang gen Idologi IMM dll. Bisa dikatakan buku adalah buku reuni antar kader.

 bersambung.....
__________________

di olah oleh : Khabib M Ajiwidodo





Soekarno, dan Keinginannnya memiliki Masjid terbesar di Dunia





Sebagai seorang Muslim yang sangat mencintai agamanya, Soekarno sadar jika salah satu wujud institusionalnya adalah dengan mendirikan Masjid megah dan bisa menjadi simbol kebesaran agama di sebuah Negara. Keinginan tersebut diutarakannya ketika berdiskusi dengan para Ulama tentang rencana pendirian Masjid terbesar itu.

Para Ulama meminta Soekarno menjadi ketua Pembangunan Masjid tersebut. Bahkan dana sudah disiapkan. Kala itu, Para Ulama menyiapkan dana Rp 500.000,- akan tetapi Soekarno menyatakan dana itu masih kurang. Namun Para Ulama menyakinkan bahwa dana itu bisa saja cukup karena dana itu belum termasuk sumbangan berupa kayu, bata, dan semen.

Namun Soekarno menolak. Soekarno ingin agar Masjid kebanggaan bangsa Indonesia itu bisa bertahan ribuan tahun, megah, dan siapapun yang datang ke Masjid itu merasa bangga dengan kebesarannya. Unutuk itu bahannya tidak dari kayu, melainkan dari besi dan beton.

Bahkan Soekarno ingin agar itu Menjadi Masjid terbesar di dunia, atau minimal di Asia Tenggara. Soekarno pun ingin agar Masjid itu lebih besar daripada Masjid-Masjid di Istambul dan Kairo. Meskipun harus menunggu lama, Masjid Istiqal yang merupakan Masjid kebanggaan Bangsa Indonesia pun terwujud.

Dialog ini ditulis dalam Buku “Soekarno Mentjari dan Menemukan Tuhan” karya H.A. Notosoetardjo halaman 202-204 yang diambil dari dialog Soekarno pribadi dengan para Ulama. (*)

Cerita Soekarno yang Mengagumi KH. Ahmad Dahlan



KH. A Badawi dan Soekarno



Pada tanggal 25 Nopember 1962, Soekarno hadir dan berpidato dalam acara Muktamar Muhammadiyah. Dalam pidatonya itu, Soekarno bercerita tentang kekagumannya dengan KH. Ahmad Dahlan hingga kemudian bergabung dengan Muhammadiyah di tahun 1938.

Soekarno terpikat dengan ajaran-ajaran KH. Ahmad Dahlan bahwa Islam itu harus melahirkan Amal. Berulang kali Soekarno menjelaskan bahwa Islam adalah Agama Amal. Hal ini sejalan dengan gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah.

Bahkan Soekarno menjelaskan bahwa KH. Ahmad Dahlan termasuk dalam satu tokoh disamping H.O.S Tjokroaminoto yang mengisi dadanya dengan api-api Islam. Soekarno juga menceritakan bahwa sekalipun kedua Orang tuanya adalah Muslim dan Muslimat (Ibunya sebelum itu bergama Hindu) namun Soekarno tidak mendapatkan pengajaran Islam sebagaimana yang dimaksud, karena Bapaknya adalah seorang Teosofi.

Pencarian dan Pemahaman Islamnya didapat dari, salah satunya, ajaran KH. Ahmad Dahlan. Pengakuan itu diucapkan sendiri oleh Soekarno dalam pidato pembukaan Muktamar Muhammadiyah  di Istora Bung Karno (Sekarang Gelora Bung Karno) 25 Nopember 1962 dan terekam dalam buku tua berjudul “Soekarno Mentjari dan Menemukan Tuhan” karya H.A. Notosoetardjo yang tertuang di halaman 2015-2020. Buku itu sendiri pertama kali terbit Mei tahun 1963 dan masih menggunakan ejaan lama. (*)