loading...

Kamis, 19 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (1)

DAD yang Hanya Lima Orang

Malang diguyur hujan, selepas shalat Jum'at, pada pertengahan November 2009.

###
Saya tidak begitu ingat kapan menuliskan nama dan meninggalkan nomor hp di buku pendaftaran, selain perbincangan hangat dengan dua Immawati yang saya tahu bernama Muthmainah dan Ririn.

Muthmainah asal Bima, Nusa Tenggara Barat. Begitu ceria dan bersemangat. Atlet Taekwondo, aktif juga di Pramuka. Kemudian saya memanggilnya Mbak Muth.

Sebelahnya, Immawati berkacamata, nampak begitu berkharisma, berjilbab pink, asal Gresik. Saya memanggilnya Mbak Ririn. Nama lengkapnya Faradibah Anggraini. Saat kami berbincang, dialah Kabid Keilmuan.

Sore itu, di stand organisasi yang berjejeran di antara gedung A dan B UIN Malang, saya menemani Ali Abraham mendaftar IMM. Menemani saja.

Siapa Ali Abraham? Dia teman sewaktu Aliyah. Saat kelas X kami sekelas. Naik ke kelas XI, dia mengambil jurusan IPA, dan saya Bahasa.

Kakak iparnya adalah pengurus Muhammadiyah Kab. Blitar, karenanya dia memilih IMM sebagai organisasi yang akan dia ikuti. Entah karena keinginan sendiri, atau karena bisikan dari rumah. Padahal setahu saya, dia tak begitu suka berorganisasi, juga demam panggung.

Karena kami beda fakultas, maka standnya berbeda. Yang menunggu dan mengajak berbincang waktu itu adalah Cak Azhar dari komisariat Revivalis, orang Gresik. Baru kemudian saya diarahkan ke stand sebelah, stand komisariat Pelopor, untuk Fakultas Tarbiyah dan Syariah.

Setelahnya, saya berulang kali mendapatkan sms, namun hanya sekali saya balas waktu kamis malam, waktu TM (Technical Meeting).

Saya jawab : mungkin saya ikut tahun depan saja mbak. Yang berkirim sms itu adalah Mbak Nirma, Kabid kader, yang sangat getol nan telaten berkirim sms.

Saya tidak hadir TM, sebab masih kagok dengan rutinitas di Ma'had. Kagok dengan suasana yang baru pertama saya alami ; kurang tidur karena padatnya agenda. Juga kagok karena baru masuk awal, sekitar bulan Juli, krisis air melanda.

Saat seperti itu, untuk sekedar ikut organisasi saja perlu pertimbangan tersendiri. Apalagi ikut OMEK, apalagi ikut IMM, yang tak begitu jelas, sebenarnya kita ngapain di dalamnya.

###
Selepas shalat Jum'at, hujan sempat mengguyur sebentar. Cukup deras. Saya tiduran di kamar sambil mendengarkan radio, lalu ada yang mengetuk pintu, mencari saya.

"Fahrizal ada?" Tanyanya. Itu mas Badrut Tamam, ketua komisariat. Suatu penghargaan tersendiri sebenarnya, dijemput langsung oleh ketum komisariat.

Malam sebelumnya, jelang pukul 9 malam, ada seseorang juga mengirimkan undangan. Namanya Zuhdi. Undangan sekaligus pemberitahuan bahwa besok ada DAD.

Tetapi saya tidak ikut TM, dan tidak berfikir untuk ikut IMM tahun ini. Tetapi Mas Tamam berhasil membujuk saya. Saya siap-siap, memasukkan beberapa baju dan buku ke dalam tas.

Lalu menuruni tangga, dan berjalan bersama menuju depan rektorat. Berjalan diantara genangan hujan. Siapa saja yang ada disana? Kami saling bersalaman dan berkenalan.

Ada Rasikh Adila, Bastomi Erwin, Rosyid Ridho, dan Hudan. Tambah saya, jadi lima. Yang lain panitia, termasuk Mbak Nirma yang kecil manis itu. Hanya lima?

Angkot kemudian membawa kami, menyusur jalanan kota Malang yang ramai, sampai depan Dieang Mal berputar, terus menyusur. Lumayan jauh ya? Pikir saya. Baru sadar kalau angkot mungkin memang diminta panitia untuk memutar, agar nampak jauh.

Baru akhirnya sampai di lokasi, di SD Muhammadiyah 8 Sigura-gura. Pembukaan dimulai, peserta hanya lima orang. Lokasi SD itu menyempil, jalannya menurun. Sebelahnya tanah lapang, dan kebun-kebun.

Begitu sepi. []

Ditulis di Blitar, 19 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

(Keterangan foto : Lokasi DAD Komisariat Pelopor 2009, di salah satu kelas milik SDM 8 Malang)