Dalam satu sesi makan siang selepas acara bedah
buku Studi Islam Kontemporer, saya berbincang dengan salah seorang pengurus
cabang, yang kemaren juga masuk formatur. Dia, dengan agak bercanda
mengeluarkan sindiran kepada saya. Kok tiba-tiba hilang? Selebihnya, dia
menceritakan proses Musycab termasuk rapat formatur yang akhirnya berhasil
membentuk struktur dengan tempo sesingkat-singkatnya. Bahkan jauh lebih cepat
dari periode sebelumnya, yang butuh waktu sekitar 3 minggu. Nalar kepo saya pun
muncul dengan membuat pertanyaan tentang proses politik didalamnya. Termasuk
tiga kubu yang entah kebetulan atau setting, berhasil terakomodir dalam tim
formatur.
loading...
Selasa, 28 April 2015
Adakah Momentum kedua untuk IMM non PTM?
Jelang Musycab
(Musyawarah Cabang) biasanya muncul tiga poros besar, yang semuanya dari UMM.
Pertama, poros FAI, FKIP, dkk. Kedua, Poros Aufklarung, Fisip, dkk. Poros
ketiga, kadang muncul kadang tidak. Terlepas dari poros-poros itu, biasanya ada
kekuatan yang cukup dominan, namun sayangnya kurang punya ‘power’ dalam
memainkan fungsi strategis. Ialah IMM non PTM (UIN, UB, UM, IBU, dan UK) yang
jumlahnya sangat dominan : 11 komisariat dari 21 komisariat.
Sankyu, IMM!
Jam 22.03 saya duduk sendirian di gazebo merah depan
indomaret jalan mayjend panjaitan, sambil menikmati seporsi mi gelas. Perasaan
saya benar-benar campur aduk. Sore tadi saya baru menyerahkan dua surat kepada
ketua PC IMM Malang dan ketua Komisariat IMM Koms. Pelopor UIN Malang. Isinya
sama: saya resign dari kepengurusan PC IMM Malang. Saya sengaja membuat dua
surat. Satunya untuk ketua Komisariat sebagai pemberitahuan. Jujur saja, butuh
energi ekstra untuk menyampaikan surat tersebut.
Acara perdana bidang sosmas yang sempat bikin cemas
Ini untuk pertama
kalinya IMM Cabang Malang mengadakan pelatihan tanggap bencana yang di kelola
oleh bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. Acara itu berlangsung selama
tiga hari (7-9/03/14) di taman wisata temas kota Batu dan di support penuh oleh
relawan MDMC (Muhammadiyah Disaster and Mitigation Center), tak lupa juga oleh
TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang berbaik hati meminjamkan tenda dan truck
besarnya untuk pelatihan. Saya ingin sedikit mendeskripsikan model kegiatan beserta
kekisruhan yang terjadi sebelum acara berlangsung.
Awal tahun yang Indah untuk PC IMM Malang
Hari Rabu
(8/1/14) kemarin PC IMM Malang melakukan Rapat Pimpinan menentukan perencanaan
waktu agenda setiap bidang, ada banyak rencana progam yang ingin direalisasikan
pengurus. Selain yang bersifat kaderisasi semisal LID, LIM dan DAM. Ada juga
kegiatan-kegiatan momentual lainnya, Progam-progam itu akan di sosialisasikan
dalam waktu dekat. Di waktu yang sama pula, akan dilaksanakan kunjungan ke dua
Komisariat ; IMM Unikama dan IMM Iki Budi Utomo.
Tahun baru dengan harapan yang tertunda
Malam semakin
larut, saya masih menemani Ustad Faruq membakar jagung, di dekat perapian itu
kami berbincang banyak hal, terutama tentang kondisi kampus dan masa depan IMM
UIN Malang. Saya paham, sebagai senior, Ustad Faruq ingin agar IMM terus
berkibar dan semakin besar. Ia berharap kegiatan kultural semacam ini bisa
sering dilaksanakan, sebagai ajang silaturahim dan pengikat emosional. Malam itu,
adalah malam terakhir di tahun 2013, semakin larut semakin ramai, kader-kader
IMM UIN mulai berdatangan ke rumah Ustad Faruq.
Hidup Bahagia Ayahanda Dicky
Malam itu saya
harus segera ke Aula Masjid AR Fahrudin. Jam sudah menunjukkan pukul 19.00.
siang harinya saya di sms Mas Yusuf, Ketua PC IMM Malang untuk membuka acara
Diklat Manajemen Organisasi (DMO) IMM “Raushan Fikr” FKIP. Saya sampai di
lokasi pukul 19.15, saya pikir sudah telat. Karena saya dengar, akhir-akhir ini
teman-teman IMM mulai menerapkan budaya tepat waktu. Ternyata tidak, acara baru
dimulai pukul 20.14, selain menunggu Ayahanda Dicky (saya biasa memanggilnya
Bang Dicky) yang membawakan stadium general, para panitia juga banyak yang masih
kuliah dan baru selesai pukul 20.00. otomatis waktu menyesuaikan.
Bertemunya 4 korkom dan 18 Komisariat
Selasa malam
(24/12/13) suasana di Kampus UMM 2 Kota Malang agak berbeda. Hari itu
berlangsung peristiwa bersejarah, Pelantikan Akbar IMM Korkom dan Komisariat
se-Malang raya. Harusnya ada 21 Komisariat, tetapi karena tiga Komisariat di
Universitas Negeri Malang telah dilantik terlebih dahulu, akhirnya minus tiga.
Lagipula, Kampus UM sudah masuk masa liburan, sehingga banyak yang sudah pulang
kampung. Ada beberapa catatan yang ingin saya tulis dalam acara yang “megah”
tersebut.
Jalan sunyi seorang aktifis
Setiap membaca
buku sejarah, saya selalu berharap untuk kembali ke era-50an ; menjadi
Mahasiswa. Saat dimana kampus belum semegah sekarang ini, tata kota belum
berhias lampu-lampu, alat telekomunikasi masih susah, pun teknologi lain
semisal internet. Semua masih serba gelap. Kalaupun ada lampu yang menyala, itu
sebuah berkah. Rata-rata masih menggunakan temaram. Saya masih hafal betul
baris tulisan “mengenang Soekarno”. Setiap malam, selepas Shalat Isya’.
Soekarno selalu asyik duduk dekat temaram minyak sambil membaca buku-buku di
kamar Kosnya, milik H.O.S Cokroaminoto. Mungkin era Soekarno terlampau klasik,
tahun 20-an.
Tiga periode korkom UIN diketuai “pelopor”, tidak apa-apa?
Jauh-jauh hari
sebelum pleno diperluas Korkom UIN Malang, sudah terdengar kabar jika ketua
selanjutnya adalah Immawan Farihul Muflihin, mantan ketua IMM Koms. Pelopor.
Saya agak terkejut, itu hanya sekedar isu atau memang sudah ada komunikasi
intens? Pasalnya, dua periode sebelumnya, ketua Korkom IMM UIN diketuai kader
pelopor. Immawan Surya Nur Pradani (2011-2012) dan Immawan Rasikh Adila
(2012-2013). Takutnya terjadi isu tak sedap, karena bagaimanapun juga, IMM di
UIN ini ada 3 komisariat ; Pelopor, Reformer dan Revivalis.
9 : 12 komposisi Pimpinan Cabang periode 2013-2014
Dua hari
menjelang pelantikan, akhirnya struktur PC IMM Malang periode 2013-2014 lengkap
sudah. Ternyata tidak mudah mencari 21 kader pilihan untuk mengisi struktur
Pimpinan Cabang, sekalipun IMM di Malang raya ini memiliki 21 Komisariat. Butuh
kerja keras dan komunikasi yang bekelanjutan. 21 nama yang kini mengisi
struktural pun juga belum merata, tidak semua komisariat mendelegasikan
kadernya ke Pimpinan Cabang. Namun komposisi PH IMM Cabang Malang periode ini
dirasa sudah cukup bewarna dibanding periode-periode sebelumnya.
Muhammadiyah itu NU?
Sebelum buku
berjudul ‘Muhammadiyah itu NU’ karya Mochammad Ali Shodiqin itu terbit, saya
sudah pernah membaca penjelasan serupa dari blog Muhammadiyah Studies
yang di tulis oleh Mas Najib Burhani berjudul “Kitab Fiqh Muhammadiyah Awal”
yang di posting 11 Juli 2013. Rujukannya adalah buku “Kitab Fiqh jilid telu”
yang terbit tahun 1343 H atau 1924 M. Intinya, dua tulisan tersebut mencoba
menjelaskan pandangan Fiqih Muhammadiyah terdahulu yang sama persis dengan NU
sekarang. Berikut saya paparkan beberapa kesamaannya, terutama masalah Amaliyah
:
Minggu, 26 April 2015
Berhenti bersikap politis!
Kata-kata ini
terlontar dari Kabid Hikmah, Muhammad Nabawi saat rapat pleno penetapan ketua
Korkom UMM (25/11/13) yang lalu. Ia menjelaskan jika selama ini –sebelum dan
setelah Musycab—kita sudah banyak bersikap politis. Hal itu saya benarkan.
Jujur, memang ada gerakan Politis dilakukan, terutama menjelang pemilihan
formatur. Saya pribadi tidak menampik hal itu, karena secara sadar saya juga
melakukan hal itu. Kini, orientasi yang akan dilakukan adalah untuk kepentingan
Perkaderan dan Dakwah.
Sabtu, 25 April 2015
Pradana Boy ZTF, akankan menjadi simbol terakhir?
Saya tak
bermaksud mengupas sosok Kakanda Pradana Boy ZTF dalam tulisan ini, hanya saja,
jika saya mengkaji secara faktual, agaknya sosok Mas Boy menjadi simbol yang
sangat kuat, terutama dalam gerakan intelektual. Popularitas dan kompetensinya
menjadi penguat argumentasi jika gerakan Intelektual itu “pernah ada” di IMM
Malang. Apalagi, hirarkis akademiknya juga sangat mendukung. Sosok Mas Boy
tidak hanya fenomenal, tapi juga sangat referensial bagi IMM Malang raya.
Jumat, 24 April 2015
Korkom IMM UMM akhirnya terbentuk
Pasca melengkapi
struktur PC IMM Malang periode 2013-2014 dan Pelantikan, tugas selanjutnya
adalah pembentukan korkom (Koordinator Komisariat). Ada empat korkom yang akan
menjadi kepanjangan tangan IMM Cabang Malang untuk periode kali ini ; UM, UB,
UIN dan UMM. Ternyata tidak mudah membentuk korkom, terutama di UMM, butuh
proses yang cukup panjang. Namun, hari senin tanggal 25 Nopember 2013,
alhamdulilah telah terpilih ketua korkom UMM beserta beberapa strukturnya.
Buya Syafii Maarif, sosok yang otentik
Salah satu tokoh
tua Muhammadiyah yang menjadi rujukan kader-kader mudanya adalah Buya Syafii
Maarif. Mantan ketua PP Muhammadiyah periode 2000-2005 itu memang memiliki
integritas keilmuan serta komitmen kebangsaan yang tinggi. Tak salah jika
namanya terus didengungkan dalam berbagai diskusi, terutama kader-kader IMM
yang terpukau dengan wawasan intelektualnya. Buya adalah sosok yang otentik dan
tak banyak di temui di negeri ini.
Tirulah Muhammadiyah
Indonesia
memiliki corak ke Islaman yang unik bila dibandingkan negara lain, salah
satunya adalah tumbuhnya berbagai Ormas yang menjamur bak tanaman di musim
penghujan. Ada salah satu ormas yang memiliki kinerja luar biasa yaitu
Muhammadiyah. Sebagai sebuah Organisasi, Muhammadiyah telah menjelma sebagai
kekuatan yang begitu besar, kerja sosial yang membuahkan berbagai macam amal
usaha. Muhammadiyah mampu menjadi ormas yang independen, dan mampu besar
sekalipun secara organisatoris menyatakan tidak berpolitik praktis.
Selasa, 21 April 2015
Kultur saling menguasahi
Kegelisahan ini sempat saya utarakan ke teman-teman mahasiswa yang
saya kenal, kebetulan mereka berafiliasi ke beberapa organisasi Islam seperti
HMI, PMII, dan KAMMI. Saya sendiri, aktif di IMM. Diskusi dengan mereka tidak
berlangsung bersama-sama, dan itupun sifatnya individu antara teman dan teman.
Bukan secara organisatoris. Saya sampaikan beberapa kegelisahan tentang semakin
kuatnya kultur saling menguasahi antara satu organisasi dengan yang lain.
Senin, 20 April 2015
Semangat dari Komisariat
Hari jum’at
(8/11) yang lalu, saya bertugas untuk membuka acara DAD IMM Koms. Oxygen
Universitas Brawijaya. Tugas itu dilimpahkan ketua PC IMM Malang karena dia
berhalangan hadir. Jam 15.29 saya sudah hadir ditempat acara, area Masjid
Mujahidin kompleks pondok pesantren Muhammadiyah di Kota Batu. Menurut
undangan, pembukaan dimulai jam 15.30. Disana masih sangat sepi, beberapa menit
kemudian datang dua orang panitia dan menjelaskan jika yang lain sedang dalam
perjalanan. Saya memaklumi, karena mempersiapkan DAD memang butuh persiapan
yang matang, terutama untuk menyamakan jadwal kuliah, karena DAD biasanya
berlangsung tiga hari ; jum’at, sabtu dan ahad.
Chaerul Umam, dan spirit karya seni umat Islam
Berita tentang meninggalnya sutradara kenamaan ini membuat saya
terkejut, kematian memang adalah takdir Allah, namun dalam benak yang paling
dalam saya berfikir, adakah sosok seniman lain yang akan mengisi kekosongan
pasca meninggalnya Chaerul Umam? Karena beliau bukan saja seorang sutradara
film, beliau juga seorang muslim yang taat. Nilai-nilai Islam terlihat kuat di
beberapa filmnya, seperti Ramadhan dan Ramona, Fatahillah, atau yang terakhir
ini, Ketika Cinta bertasbih. Sinetron besutan Chaerul Umam yang dulu sering
saya tonton berjudul “Astagfirullah” jelas sekali nampak pesan kehidupan yang
mendalam. Kepergiannya kini, membawa duka yang mendalam sekaligus kekosongan
akan semakin menipisnya seniman-seniman Muslim.
Rabu, 15 April 2015
18 Pejuang baru IMM Kanjuruhan Malang
Setelah sempat
redup, IMM Kanjuruhan Malang kini berangsur membaik, selama dua hari yang lalu,
28-29 September 2013 diadakanlah DAD (Darul Arqam Dasar) di Yayasan Sosial Al
Ukhuwah Islamiyah, Tidar. Ini adalah DAD ke-3 sejak didirikan akhir tahun 2011
yang lalu. Saya masih ingat betul, DAD pertama yang diadakan begitu sederhana
di Masjid Firdaus Klayatan, yang dihadiri 3 orang peserta ; Sigit, Andry, dan
Eryca. Tiga peserta lainnya, Taufik, Halimah dan Rasyid sudah terlebih dulu
mengikuti DAD di Komisariat Ikip Budi Utomo. Merekalah yang kemudian menjadi
pengurus perdana IMM Komisariat “Perjuangan” Universitas Kanjuruhan Malang.
Selasa, 14 April 2015
Destutt de Tracy, tentang Ideologi dan Definisi
(Membedah
ideologi IMM)
Membincang masalah
idiologi, patut kiranya kita merujuk pada sosok yang otentik, yaitu Destutt de
Tracy, karena dialah yang pertama kali menciptakan kata idiologi sebagai sebuah
disiplin ilmu. De Tracy lah yang pertama-tama membuat istilah ini dan kemudian
dijadikan rujukan oleh para tokoh dalam mendefinisikan apa itu Idiologi dalam
konteks yang berbeda-beda, termasuk ketika kita membincang masalah idiologi
IMM.
Senin, 13 April 2015
Rapat formatur itu berlangsung khidmat
Satu hal yang
berbeda dari pelaksanaan Musycab IMM Cabang Malang 2013 ini. Pemilihan ketua
umum tidak lagi melalui voting akbar, melainkan sidang formatur yang berisi 13
orang. Formatur dipilih oleh para peserta Musyawarah dari semua komisariat.
Mekanisme ini mengikuti apa yang tertuang di Tanfidz hasil Muktamar IMM di
Medan. Saya termasuk ke 13 orang yang diberi amanah untuk menjadi formatur
tahun ini.
Membumikan Ideologi IMM
Tulisan ini masih
erat kaitannya dengan dua tulisan sebelumnya yang berjudul ‘ketika idiologi
semakin tak berbentuk’ dan ‘Destutt de Tracy, tentang idiologi dan definisi’.
Karena setelah kita memahami ide-ide dasar (idiologi) Muhammadiyah yang juga
menjadi idologi IMM, maka patut kiranya kita merumuskan gerakan dalam upaya
membumikan idiologi IMM dalam bentuk yang lebih riil.
Ketika Idiologi semakin tak berbentuk
Meski diusianya yang
hampir setengah abad, ternyata banyak dari kader-kader IMM yang sampai saat ini
masih mencari hakikat dari idologi Islam yang dijadikan landasan bergerak IMM.
Kegelisahan itu tercermin dari banyaknya tipologi kader yang berbeda-beda.
Agaknya perbincangan idiologi itu tak akan pernah surut, karena disadari atau
tidak, Idiologi IMM semakin tak berbentuk.
Kamis, 09 April 2015
Amien Rais dan Jokowi
Kritik Amien Rais
kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akhir-akhir ini memang begitu
mengejutkan publik. Setidaknya, di media ditulis 3 kali Amien Rais mengkritik
Jokowi. Pertama, Amien mengkritik jika Jokowi masih belum berhasil
mengelola Solo. Masih banyak kemiskinan dan wilayah kumuh. Kedua, Amien
mengkritik tentang nasionalisme Jokowi. Ketiga, Jokowi bisa saja
bernasib sama dengan Joseph Estrada. Kritik-kritik itu membuat publik
bertanya-tanya, kenapa tokoh sekaliber Amien Rais mengeluarkan kritik yang
begitu tajam kepada tokoh asal solo yang namanya kini sedang naik daun itu?
Generasi kedua Almaun Community Malang
Alhamdulilah,
atas ijin Allah Swt, pada tanggal 7 September 2013, Almaun Community Malang
telah memiliki nahkoda baru yaitu Immawan Deny Aditya Susanto, Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya dan juga Mantan Ketua Umum IMM
Komisariat Fuurikazan 2012-2013. Terpilihnya Koordinator baru ini sekaligus
membuka babak baru gerakan Almaun generasi kedua. Sebuah inisiatif yang begitu
mulia dari para domisioner agar silaturahim antar kader-kader IMM UIN, UM, UB,
IBU dan UK bisa terus terjalin dan saling menguatkan.
Selasa, 07 April 2015
Muhammadiyah bikin negara sendiri saja?
Kalimat itu
muncul dari obrolan warga di pinggir jalan ketika saya lewat seusai shalat
tarawih, saya terhenyak mendengar kalimat itu, karena topik masalah perbedaan
masih saja ditanggapi dengan sinis. Saya juga agak heran, di Masjid Imam
Bukhari PDM Malang, pintu gerbang juga dikunci rapat selama shalat tarawih
berlangsung, sedangkan ditelevisi Pemerintah tengah melaksanakan sidang itsbat
untuk menentukan awal mula puasa. Apakah pintu gerbang itu dikunci karena
alasan keamanan? Saya kira itu adalah kekhawatiran yang terlalu berlebihan,
masyarakat tentu sudah lebih dewasa menyikapi perbedaan sekalipun tak sedikit
pula yang merasa jenuh dengan keadaan ini.
Minggu, 05 April 2015
Islam dan Situs Radikal
Wacana pemblokiran situs radikal ini memunculkan tafsir yang beragam, ada yang pro dan kontra. Ada yang menilai pemblokiran itu tepat, ada yang menilai terlalu berlebihan, dan ada yang menilai benar tapi bukan sebuah solusi. Di satu sisi, pemblokiran situs radikal ini juga mulai dikaitkan dengan banyak hal, seperti Pemerintah anti-Islam. Yang intinya, kembali mengaitkan isu agama bercampur dengan politik.
Kita masih ingat moment kampanye dahulu, ketika black campain dimana-mana, terutama yang berkaitan dengan agama. Misalkan, jika Jokowi jadi Presiden, Menteri Agama dari Syiah atau Kementrian Agama akan dihapus. Semua isu itu kemudian tidak terbukti. Kali ini muncul lagi, bahwa wacana pemblokiran situs radikal itu adalah karena situs-situs itu anti-Jokowi dan Anti-Syiah.
Isu-isu seputar Agama selalu menjadi santapan empuk untuk memprovokasi masyarakat. Terutama Agama Islam, yang notabene adalah agama mayoritas di negara ini. Sebagai Muslim, tentu kita ikut bersedih, karena Agama yang kita yakini sebagai sesuatu yang suci, harus dicampur adukkan dengan politik yang serba profan.
Mengingat ke Belakang
Isu tentang Radikalisme dan Terorisme sudah muncul sejak dahulu, dibentuknya BNPT dan Densus 88 dinilai perlu untuk menghalau ideologi semacam ini, meski pada akhirnya, Densus 88 pun kerap mendapatkan kritik, termasuk dari ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin.
Namun entah kenapa, setiap kali ada terduga teroris yang tertembak atau tertangkap, kesemuanya adalah Muslim. Akhirnya, stigma kekerasan selalu melekat pada agama Islam. Semestinya, melihat isu terorisme ini dari dua sudut pandang. Pertama, Islam sebagai Agama yang Universal. Kedua, Islam sebagai Ideologi Politik atau Golongan. Buya Syafii Maarif pernah berkata, Islam harus dilihat dari sumbernya, bukan dari perilaku Umatnya. Cara pandang ini juga relevan untuk menyikapi isu tentang radikalisme dan terorisme, atau tentang wacana pemblokiran situs radikal, sebelum akhirnya kita mencampur adukkan Antara Islam sebagai Dinul Haq, dengan Islam yang sudah dijadikan ideologi golongan.
Soal kasus pemblokiran situs radikal sendiri, seharusnya bukan “Islam”-nya yang dipandang, melainkan “Radikalisme”-nya. Jika pemblokiran situs radikal dilekatkan dengan Islam, maka harus obyektif juga, bahwa ada kelompok Islam yang justru menolak aksi-aksi radikalisme dan terorisme. Aksi kekerasan, kebencian, dan sejenisnya, tanpa harus dilekatkan dengan agama, adalah suatu hal yang negatif. Itu berarti, Islam tidak boleh dibajak, atau dijadikan legitimasi untuk melakukan hal-hal yang berbau kekerasan dan kebencian.
Sejak peristiwa 11 September, ketika Islam mendapatkan stigma sebagai agama kekerasan, upaya untuk memulihkan nama baik itu dilakukan banyak pihak. Salah satu yang paling disorot adalah yang terjadi di Amerika, yang dilakukan Imam Shamsi Ali, yang merupakan orang Indonesia. Banyak tokoh Muslim yang juga resah atas stigma negatif yang dilekatkan barat terhadap Islam. Sampai terjadilah Islamophobia dan kecurigaan dimana-mana. Bahkan nama-nama yang memiliki unsur Arab, seperti Muhammad, Ahmad, Ali, Umar, dll harus mendapatkan perlakuan khusus ketika bepergian keluar negeri, karena dicurigai sebagai teroris.
Indonesia, sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, merasa perlu menjawab stigma itu. Apalagi, di Indonesia, ada dua organisasi Islam besar yang lahir sebelum kemerdekaan, yang kemudian mampu menjadi partner dalam pembangunan dan kemajuan negara. Dakwah produktif dengan membangun budaya, struktur sosial, Pendidikan, Kesehatan, dan mengurus fakir miskin serta anak yatim. Dalam catatan sejarah, Islam masuk pun dengan jalan damai, melalui jalur perdagangan, perkawinan, dan kebudayaan.
Adapun perang, itu tak terlepas dari arogansi politis. Misalkan, perang di Batavia antara Kerajaan Mataram dan Majapahit, atau Perang padri di Sumatra, yang konon karena perbedaan ideologi gerakan Islam. Selebihnya, Islam menjadi agama yang damai, yang merangkul semua pihak. Tak khayal jika daratan Jawa, atau Indonesia secara Umumnya, yang dulunya adalah basis Hindu-Budha, bisa berubah menjadi Islam secara signifikan. Bahkan Islam tidak sekedar menjadi agama formal, namun menjadi tata nilai dan norma yang turut membentuk Indonesia sebagai negara timur.
Terkait situs Islam, terutama yang mengusung nilai-nilai perdamaian, jauh lebih banyak daripada situs Islam yang hendak diblokir. Logikanya, Islam secara institusional, tidak bisa terstigma hanya karena perilaku segelintir orang. Misalkan, ada seorang Muslim mencuri lalu dihukum, maka hukuman yang diberlakukan atasnya adalah perilaku mencuri-nya, bukan atas dirinya sebagai Muslim dan Islamnya. Begitupun ketika melihat kasus pemblokiran situs ini, tentu tidak bijak kalau melihat hukuman pemblokiran itu karena “Islam”-nya. Harusnya melihatnya sebagai ideologi atau persepsi golongan yang ditampilkan melalui content-content website tersebut.
Terlepas apakah BNPT dan Kememkominfo sudah tepat membuat list tentang situs-situs radikal tersebut, pada akhirnya kedua lembaga ini juga harus mempertanggung jawabkan kepada publik. Saya pribadi, kurang sepakat dengan tindakan pemblokiran tersebut, karena memang tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi saya juga tidak punya kepentingan untuk membela agar situs-situs itu tetap ada. Terserah saja.
Dan tak baik juga kembali membawa-bawa isu anti-Islam, kembali mengaitkan dengan Syiah atau isu berbau politis lainnya, guna memprovokasi masyarakat. Pihak pengelola situs, jika merasa dirugikan, bisa menggugat secara hukum atau protes secara prosedural ke BNPT dan Kemenkominfo.
Karena masih banyak Muslim yang berdakwah dengan jalannya masing-masing. Masih banyak yang mengelola Pesantren, Madrasah hingga Perguruan tinggi, mengajak Umat berfikir cerdas dan maju. Masih banyak yang mengelola lembaga Zakat, yang tugasnya membantu masyarakat yang kekurangan. Masih banyak yang mengelola panti asuhan untuk menyelamatkan anak-anak yatim dan terlantar. Masih banyak guru-guru TPA yang dengan iklas mengajarkan agama. Mereka juga Muslim dan bisa menjalankan fungsi dakwahnya dengan baik.
Dan jika sekiranya ada konflik Ideologi, atau konflik Politik sekalipun, tak perlu menggulirkan isu anti-Islam. Karena soal pemblokiran situs ini, murni urusan pihak pengelola website dengan pemerintah. Dan tidak melibatkan umat Islam secara keseluruhan. Toh, masih banyak situs Islam yang tidak di blokir. Dan lagipula, menggunakan label “Islam” pun juga tidak akan luput dari hukum. Semoga kasus ini cepat selesai. Wallohu’alam.
Blitar, 5 April 2015
A Fahrizal Aziz
Sabtu, 04 April 2015
Mengubah mindset ber-IMM
Ada sebuah
pertanyaan serius dari salah seorang kader, pertanyaan ini begitu
menggelisahkan saya selaku kakak angkatan. “Untuk apa kira berlelah-lelah
ngurus IMM?” dari pertanyaan sederhana itu tertangkap jelas jika selama ini
ber-IMM dianggap sebagai sebuah beban baru dalam hidupnya. Hal itu tercermin
ketika Musykom berakhir, ada rasa bahagia karena sudah tidak lagi mengurusi
komisariat. Lalu saya bertanya balik “Apakah selama ini kamu menganggap ini
beban?” ia pun hanya menganggukkan kepala dan itu sudah cukup menjawab.
Titik terang Perkaderan IMM Malang
Menjelang
setengah abad IMM, kita perlu memikirkan dimensi yang paling fundamental dalam
Organisasi ini, yaitu Perkaderan. Dimana dimensi ini tidak terlalu populer
untuk diperbincangkan, meskipun sebenarnya selalu dijalankan melalui Darul
Arqom. Namun, faktanya selalu terlindas oleh isu politik ataupun yang lainnya.
Tapi jika kita membaca peta pergerakan IMM Malang, sebenarnya sudah muncul
titik terang Perkaderan yang barangkali bisa menjadi pelecut kebangkitan
Organisasi yang didirikan oleh Djasman Al Kindi dan kawan-kawan ini.
Jumat, 03 April 2015
Pengembangan IMM Cabang Malang, antara harapan dan kekecewaan
Sempat muncul
berita serius di kalangan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang raya,
yaitu isu pendirian cabang dua, yang untuk sementara dinamakan cabang kota dan
cabang kabupaten. Ada banyak spekulasi yang menyertai isu pendirian cabang baru
ini, salah satunya spekulasi tentang besarnya rasa kekecewaan kader non PTM
terhadap kinerja PC IMM Malang, terutama pada periode 2012-2013. Diantara
spekulasi itu, ada beberapa hal yang harus diluruskan, agar sejarah yang kelak
di didapatkan generasi selanjutnya bisa otentik dan orisinil.
Kamis, 02 April 2015
Saatnya membangun IMM Cabang Malang
Setelah selesai
di komisariat dan kemudian masuk IMM Cabang, saya lebih banyak menjadi
pengamat, jalan-jalan ke Komisariat-komisariat, berdiskusi masalah IMM di
Malang dari berbagai sudut pandang, disana banyak yang saya temukan, mulai dari
kekecewaan teman-teman komisariat dengan kondisi cabang yang kian hari semakin
memprihatinkan, setidaknya cabang belum mampu diterima oleh semua pihak. Dan
itu menjadi sebuah refleksi yang harus segera kita atasi bersama.
Hapus JJM!
Sekitar bulan
oktober 2010, saat pertama kali di amanahi untuk menjadi Instruktur DAD IMM
koms. Pelopor UIN Malang, saya ngotot agar JJM di hapus! Sempat timbul
diskusi sengit. Lalu di ganti dengan apa? Baru kemudian Mas Rasikh menawarkan
agar tetap diadakan namun konsepnya saja di rubah, yang awalnya mulai tengah
malam hingga subuh, agak dikurangi. Yang awalnya harus blusukan ke
kuburan, di hilangkan. Pos-posnya pun juga dikurangi. Akhirnya kami sepakat.
Rabu, 01 April 2015
Menyusun kurikulum Perkaderan Komisariat
Saya mendapatkan
sms dari Husnul Hidayati, Kabid Kader IMM Koms. Pelopor UIN Malang. sms itu
berupa undangan diskusi dalam rangka menyusun kurikulum perkaderan Komisariat.
Agenda diadakan di rumah Kakanda Taufiqurrahman (29/12/13) jam 10.00. Saya ijin
datang terlambat karena ada agenda di CFD (Car free day) dan baru sampai di
tempat pertemuan pukul 10.45. Disana sudah ada beberapa pengurus harian dan
juga domisioner. Saya diundang atas nama domisioner. Sejenak saya merenung,
membuat kurikulum perkaderan? Sebuah ide cemerlang yang harus diapresiasi.
Kekuatan Kaum Minoritas
Menyoal buku Gad
Barzilai yang berjudul Communities and Law: Politics and Cultures of Legal
Identities yang diterbitkan oleh Michigan Press tahun 2003 lalu, membuat
saya terpikir tentang makna sebuah ‘minoritas’. Buku itu menjelaskan tentang
dominasi kaum minoritas dalam beberapa aspek, bahkan pada beberapa ranah
kehidupan, kaum minoritas menjadi penggerak dan mampu menjadi kekuatan yang
diperhitungkan. Buku Gad Barzilai itu, menguak tentang identitas kaum
minoritas.
IMM UIN Malang dan Politik Kampus
Selama kurang
lebih tiga tahun menjadi kader IMM UIN Malang, saya belum melihat gairah yang
diperlihatkan oleh IMM terhadap politik kampus. Pertama kali saya melihat
fenomena itu di tahun 2010, secara kelembagaan IMM adalah bagian dari Partai
Pencerahan (Partai yang didirikan HMI), namun kontestasi itu hanya bersifat
partisipasif, tidak terlalu reaktif. Ditahun 2011, saya agak mengerti banyak
karena saya berkecimpung di dalamnya, namun IMM tetap dengan keputusan yang
sama, berkecimpung hanya secara partisipasif, di tahun 2012, IMM tidak
berpartisipasi sama sekali, karena sistem ke-partai-an sudah di hapus. Lantas,
apakah memang IMM anti Politik?
Membaca Peta Kekuatan IMM UIN Maliki
Saya tidak tahu,
apakah IMM di UIN Maliki Malang masih dianggap sebagai sebuah Organisasi
Mahasiswa Ekstra kampus, karena melihat pola gerakannya yang selama ini sangat
‘berbeda’ dibanding OMEK lainnya. IMM adalah organisasi yang paling ‘casual’
dan ‘cuek’ dibanding OMEK lainnya, dalam
perjalanannya saya tidak pernah melihat IMM secara langsung berkubang
dalam arus persaingan dengan lainnya, kecuali dalam satu hal: Reqruitment kader.
Namun, bukan berarti eksistensinya sebagai OMEK harus tercerabut karena sifat
pendiamnya yang terkadang memang penuh Tanya.
Langganan:
Postingan (Atom)