loading...

Selasa, 31 Juli 2018

Memeriahkan Blitar, Lewat Festival Kopi

Apakah budaya ngopi warga Blitar cukup menggembirakan?


Sepertinya iya, terbukti dari banyaknya kedai kopi "ideal", yang sebagian hadir dalam festival kopi pada 29 Juli 2018 lalu, di Pendopo Kanigoro.


Sebagian kedai itu pernah saya datangi, ada yang sampai beberapa kali. Membandingkan rasa sekaligus mencicipi biji-biji kopi yang berbeda. Meski kadang lidah saya sulit membedakan untuk biji-biji kopi arabika.


Sejak mengenal "kopi ideal" awalnya kaget juga, kok agak mahal ya? Bayangan kita kalau kopi itu ya sebagaimana yang tersaji di dapur. Hanya bubuk, gula, diseduh dengan air panas.


Kopi ideal ini, menggunakan teknik seduh yang bermacam-macam. Apa dibuat kental menjadi espresso, atau agak encer seperti americano, atau tubruk saja?


Maka kita akan menemukan "acidity" atau keasaman yang berbeda, juga kadar manis atau "sweetness" yang berbeda pula, dari teknik seduh yang bermacam-macam itu.


Kopi pertama yang saya cicipi adalah gayo. Begitu terkenalnya kopi ini. Pakai gula putih atau merah. Meski bagi coffe holic, pantang menambahkan campuran apapun.


Dalam catatan saya, selain gayo, pernah juga mencicipi biji kopi Kintamani, Simalungun, Arjuna, Sindikalang, Litong, Java robusta, kopi lampung, dan lidah saya begitu cocok dan berselera justru dengan biji kopi kalosi asal Sulawesi.


Kalau begitu, kira-kira kopi hitam sachetan yang bermerk itu dari biji kopi apa ya?


Diantara sederet nama biji kopi terkenal, kopi asal Blitar tak begitu populer. Meski Blitar adalah penghasil kopi robusta dan excelsa.


Apa itu excelsa? Sebab selama ini yang kita kenal hanya arabika dan robusta.


Ternyata excelsa adalah varian tersendiri, yang bisa tumbuh didataran rendah seperti halnya robusta. Berbeda dengan biji kopi arabica, yang hanya bisa tumbuh di dataran tinggi.


Excelsa ini di beberapa negara masuk varian kopi liberika. Titik tumbuhnya lebih tinggi dari robusta, dan lebih rendah dari arabica.


Tetapi biji kopi arabica memang paling populer dan diminati. Mungkin karena tumbuhnya di dataran tinggi, dan perawatannga lebih sulit, jadi kualitas rasanya juga lebih unggul.


Memang agak sulit untuk bisa menggeser gayo, simalungun, atau kalosi, yang merupakan biji arabica. Namun kopi excelsa memang tergolong langka, dan salah satunya ditanam di lereng gunung kelud.


Tetapi apa sebenarnya yang menggembirakan dari mulai maraknya budaya ngopi dan meningkatnya wawasan masyarakat tentang kopi?


Paling sering disebut tentu segi ekonomi. Tetapi apakah kopi hanya sekedar produk komoditi?


Kopi mengandung cafein, juga kandungan lain yang memberikan dampak setelah meminumnya. Pikiran dan mata lebih awas dan terjaga, sehingga ngopi perlu punya nilai tersendiri. Bukan sekadar sebagai minuman.


Produktifitas kerja dan berkarya harusnya lebih meningkat, disamping dari prospek ekonominya. Itulah salah satu bedanya ngopi dengan minum air putih biasa.


Festival Kopi yang sudah dua kali diadakan di Blitar ini, tentu menarik, mengajak orang memahami banyak varian kopi dan story yang berbeda dari penyajiannya, juga filosofinya.


Kenapa orang suka kopi yang hitam kental, kenapa ada yang suka latte atau cappucino, ditambah susu dan krimer, ada juga yang suka kopi encer, ada yang kalau minum harus dengan cethe-nya.


Sulit bagi Blitar untuk menyaingi daerah-daerah produsen kopi yang punya dataran tinggi itu. Sulit juga menggeser lidah masyarakat yang sudah gandrung dengan arabica, untuk mau beralih ke robusta atau excelsa.


Namun setidaknya ada kesadaran ngopi yang dibangun masyarakat. Pengetahuan tentang betapa kayanya produk kopi Indonesia, juga betapa semestinya ngopi juga diiringi dengan hidup yang lebih produktif.


Itulah filosofinya ngopi. Selamat menikmati kopi masing-masing. Selamat merayakan ngopi. []


Blitar, 31 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Minggu, 29 Juli 2018

Pesan Dari Pendiri IMM Menjelang Muktamar IMM ke XVII



Kesetiaannya pada Ikatan memang tidak diragukan. Dialah Sudibyo Markus, salah satu pendiri IMM yang sampai saat ini terus menunjukkan kiprahnya di tingkat internasional. 

Dilaman facebooknya, Ia menulis sebuah pesan untuk Muktamar IMM XVIII Di Malang.

1.     Bersyukur Alllah masih mengijinkan bertemu kembali dg Muktamar IMM ke XVIII setelah 54 th yg lalu.
2.     Alkhamdulillah kearifan bersama mencegah terjadinya dua Muktamar IMM.
3.  Bersyukur menyaksikan dinamika IMM MILENIAL yg penuh kreativitas dan inovatif.
4.     IMM harus selalu Bersyukur dan mengkonsolidasikan diri selaku instrumen keumatan & kebangsaan dari mesin persyarikatan, yg istikomah membangun umat dan bangsa yg berkemajuan, yg tidak pernah berkhianat kpd bangsa dan menjual diri secara murah kpd penguasa di masa sesulit apapun.
5.     Jangan pernah meniti buih, melainkan selalu menjalankan semua pedoman & ketentuan persyarikatan serta semua penegasan IMM yg digariskan oleh para pendiri IKATAN.
6.     Terus bersatu padu dalam Ikatanmu !
Semoga Allah memberkati Muktamar IMM XVIII, Malang 1-6 Agustus 2018 serta derap langkah pengabdianmu kedepan.
Amiin

Salam Fokal IMM.

Sabtu, 28 Juli 2018

Arti Kedatangan Jokowi ke Muktamar IMM


Presiden Jokowi direncanakan hadir dan membuka Muktamar IMM pada 1 Agustus 2018 di UMM. Kehadiran Presiden ini menarik, karena ia mendatangi sebuah organisasi, yang mana pernah berdemo untuk menarik mandatnya sebagai Presiden.


Kita tahu di era kepemimpinan Beni Pramula, betapa kritisnya terhadap rezim Jokowi-JK. Sampai melakukan aksi demonstrasi menarik mandat Jokowi-JK, sampai beredar foto-foto demonstan IMM, termasuk Beni Pramula sendiri, saling dorong dan berhimpitan dengan aparat.


Kritisisme itu berlanjut, ketika DPP IMM dipimpin Taufan Putrev Korompot, meski tidak sekencang ketika era Beni Pramula. Karena Taufan kemudian mundur sebagai Ketua Umum DPP IMM dan digantikan Ali Muthohirin.


Era Ali Muthohirin kemudian justru banyak dihabiskan untuk meredam gejolak internal. Adanya dualisme kepemimpinan, sampai dualisme muktamar. Tidak ada waktu untuk menjalankan program kepemimpinannya.


Sampai kemudian jajaran pengurus DPP IMM yang dipimpinnya datang ke Istana dan mengundang langsung Presiden Jokowi untuk membuka Muktamar IMM di Malang.

 

Beredar foto kesyahduan pengurus DPP IMM bersama Presiden Jokowi, termasuk ketika salaman satu per satu.


Begitu kontras dengan foto menegangkan saat demo menarik mandat tersebut. Tetapi sudahlah, jangan dibandingkan. Mari kita lanjutkan obrolan ini.


Gaya Politik Jokowi


Gaya politik Jokowi memang unik dan menggelitik. Kita ingat pasca pilpres 2014, ketika Jokowi-JK menang dalam sejumlah survey dan penetapan KPU, ia datang ke kediaman Prabowo Subianto, yang notabene adalah rivalnya.


Hal yang tak pernah kita lihat sebelumnya, antar elit, seperti Mega dan SBY yang sampai saat ini memiliki hubungan yang begitu kaku. Atau Alm. Gus Dur dan Amien Rais pasca pelengseran Gus Dur. Tak pernah lagi kita lihat dua tokoh itu duduk bersama, hingga Gus Dur wafat.


Jokowi sangat cair. Dan itu style.


Kita merasa, meski tidak ada data valid, sepertinya ketika pilpres 2014 silam mayoritas warga Muhammadiyah bukanlah pendukung Jokowi. Tetapi Jokowi bersedia hadir dalam banyak agenda di Muhammadiyah, yang tidak pernah sekalipun dilakukan SBY selama 10 tahun kepemimpinan, karena salah satunya sikap Pak Din Syamsudin yang begitu keras waktu itu.


Kita pun dengan jelas melihat Ketua Umum PBNU, KH. Said Agil Siraj dalam barisan pendukung Prabowo-Hatta dan sering menyerang Jokowi. Tetapi sekarang, betapa banyak tokoh NU yang masuk pemerintahan.


Sekali lagi itu style. Gaya politik, yang cair, tetapi mematikan.


Maka bagaimana mengartikan kedatangan Jokowi ke Muktamar IMM ini?


Memang serba repot. Sebagai ortom, IMM tidak bisa lepas dari sikap Muhammadiyah. Sebagai Ormas pun Muhammadiyah juga tidak bisa lepas dari Pemerintah. Kenapa? Sebab Muhammadiyah punya banyak lembaga, yang perlu payung politik.


Tetapi gen mahasiswa itu adalah kritisisme. Untungnya, atau malah celakanya, Jokowi punya sikap politik yang begitu cair. Tak memandang kawan dan lawan, tak memandang golongan atau kelompok.


Kita sendiri bahkan bingung mengartikan bagaimana orang seperti Ngabalin yang habis-habisan mengkritisi Jokowi-JK pada pilpres 2014 silam, kini masuk lingkaran Istana.


Mahasiswa, semestinya memang harus agak berjarak dengan penguasa, agar terus bisa melayangkan kritik-kritik. Berdiri bersama, seiringan dengan penderitaan rakyat, atau mengkritisi kebijakan-kebijakan lain yang dirasa keliru.


Kenapa? Sebab rezim tidak perlu dibela. Rezim sudah kuat. Punya legitimasi untuk membuat kebijakan, bisa mengendalikan aparatur negara.


Maka harus ada pihak yang terus menerus bersikap kritis. Mahasiswa salah satunya, dan IMM salah satu organnya. Kalau ada yang menyebut apa mahasiswa bisanya hanya mengkritik? Ya karena salah satu fungsi mahasiswa sebagai agen kontrol sosial.


Bahkan dalam mengkritik pun, mahasiswa juga kerap mendapat kritik balik, dan itu alamiah saja.


Apakah dengan kedatangan Presiden Jokowi nanti ke Muktamar, IMM akan berhenti kritis? Atau justru bangga dengan berfoto dan bersalaman bersama, karena euforia atau efek dari instagram dan sosial media lain?


Kedatangan Presiden baik-baik saja, sebagai penghargaan atas suatu jabatan yang diberikan rakyat melalui pemilu. Tetapi bersikap kritis juga harus terus perlu, siapapun presidennya.


Hanya, Presiden kali ini adalah sosok yang punya style demikian. Yang begitu cair, yang sepertinya tidak cocok jika menggunakan metode demonstrasi untuk melayangkan kritik.


Namun apakah mungkin? Misal disela-sela kedatangannya nanti, IMM menitipkan berkas berisi kritik hasil kajian intelektual. Diberikan kepada Presiden langsung, yang belum tentu juga dibaca.


Jadi kedatangan Presiden ke Muktamar ini, bukan sekedar kunjungan seremonial. Bidang RPK DPP berkolaborasi dengan bidang RPK DPD se-Indonesia, duduk bersama menawarkan pandangan mereka tentang kondisi negara.


Hasil pandangan yang berisi kritik dan penyelesaiannya itu disusun secara rapi, lalu kemudian diserahkan langsung kepada Presiden. Langsung, kalau perlu ada sesi penyerahan sebelum Presiden berpidato untuk membuka acara.


Ini lebih beradab, dan lebih intelek, daripada tiba-tiba berdiri lalu memberikan kartu kuning.


Tetapi apakah hal itu mungkin? Sepertinya meragukan. Lebih asyik menyusun nama-nama untuk formatur nanti.


Selamat ber-muktamar dan selamat berfoto bersama Presiden.


Jayalah IMM Jaya.
Billahi Fi Sabilil Haq, Fastabiqul Khoirot.


Blitar, 29 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Senin, 23 Juli 2018

Karni Ilyas, Belajar Ngaji di Masjid Muhammadiyah

Jurnalis kondang Sukarni, atau yang lebih akrab disapa Karni Ilyas menghabiskan masa kecil di Padang, Sumatera Barat. Sejak usia SD, sembari sekolah formal, ia ternyata juga aktif mengaji di Masjid.


Bapaknya, Ilyas Sutan Nagari berprofesi sebagai penjahit dan membuka toko penjahit Malaya di Jalan M. Yamin. Lokasi kerja bapaknya tersebut lebih dekat dari sekolah dan Masjid tempatnya mengaji, sehingga sepulang sekolah Karni sering menyusul bapaknya ke tempat kerja ketimbang pulang ke rumah.


Sore harinya, Karni mengaji di Masjid Attaqwa Muhammadiyah. Materi utama mengajinya selain belajar membaca Al Quran dan Tajwid, juga pelajaran akhlak. Karni juga banyak mengenal hadits ketika ngaji tersebut.


Masjid Attaqwa yang dikelola pengurus Muhammadiyah tersebut terletak di Jalan Bundo Kandung, yang tak jauh dari Balaikota Padang.


Karni biasa berjalan dari tempat kerja bapaknya di Malaya menuju Masjid Attaqwa karena lokasinya tak terlalu jauh. Bahkan Karni sering datang paling awal dan shalat Ashar di barisan paling depan.


Cerita tersebut ditulis dalam buku "Karni Ilyas Lahir untuk Berita" yang ditulis Fenty Effendy, dan diterbitkan oleh penerbit buku Kompas pertama kali pada bulan Oktober 2012.


Sementara cerita masa kecil tersebut tertulis pada halaman 9-19. (Red.s)

Minggu, 22 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (7)

LOT, di Lawang

Jum'at, 28 Mei 2010



Jalan-jalan lagi, naik truk lagi, camping lagi. Tetapi kali ini menggunakan tenda besar. Tiga komisariat bersama-sama.

Tempatnya seru dan menarik. Daerah Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang, yang berdekatan dengan kebun teh terkenal itu, yang produk teh hitamnya begitu enak : rolas tea.

Rencananya itu adalah TMO (Training Manajemen Organisasi). TMO biasa digelar menjelang Musyawarah Komisariat. Materi yang didapat adalah pelatihan administrasi, termasuk dijelaskan tentang penomoran surat, juga soal kepemimpinan.

Nomor surat tiap bidang berbeda, nomor yang diajukan ke pihak intern dan ekstern juga berbeda. Model stempel pun juga ada aturannya, sehingga tidak bisa sekarepe dewe.

Begitu detail dan rinci ternyata. Sekretaris Umum dan Bidang Organisasi wajib menguasahi ini.

Meski tidak jadi TMO, LOT juga diselipi hal tersebut. Salah satunya praktek membuat surat, dan esoknya outbond dengan mengundang salah satu trainer, diselipi dengan makna-makna kepemimpinan.

LOT adalah singkatan dari Leadership Organization Training.



Ada beberapa orang yang kritis dan cerewet soal persuratan ini, salah satunya Immawan Abdul Ghofar. Biasanya dipanggil Cak Gofar. Cak Gofar begitu menguasahi hal detail soal surat menyurat, proposal, serta administrasi lainnya. Dia pengurus komisariat Revivalis.


(Cak Gofar : kiri)

Dalam kesempatan tersebut juga dibahas soal kontrakan komisariat. Ada tiga kontrakan IMM UIN Malang waktu itu, dua di Sumbersari, satu di Kertoleksono.

Komisariat Pelopor di Jalan Sumbersari gg 1 no. 43. Komisariat Revivalis di Sumbersari gg. 3 no. 147c samping kuburan. Komisariat Reformer di Kertoleksono.

Immawan dari komisariat pelopor yang bersedia menempati kontrakan hanya saya dan Cak Surya, sehingga diambillah kebijakan ini : komisariat pelopor dan revivalis jadi satu di kontrakan gg. 3.


(147c)

Sementara komisariat pelopor dijadikan basecamp Immawati, yang kemudian dikenal dengan sebutan kontrakan 43.


(43)

Samping kontrakan tersebut, ada warung madura mak Nur, langganan saya. Rawon dan sambal petainya menjadi menu favorit. []

Blitar, 21 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

posted from Bloggeroid

Kilas Balik ber-IMM (6)



Mengundang Kyai NU, Diskusi Fatwa Haram Merokok

Apa kerjaan pertama saya sebagai kader IMM? Yaitu menjadi sekretaris acara kepanitiaan diskusi panel tentang fatwa haram merokok.

Tetapi saya agak lupa siapa Ketua pelaksananya, yang pasti ini program dari bidang Keilmuan yang Kabid-nya Immawati Faradibah Anggraini. Kalau tidak keliru, ketua pelaksananya adalah Immawan Surya Nur Pradani.

Apa kesan saya pada Cak Surya?

Waktu saya DAD, Cak Surya bukan instruktur. Mungkin panitia, dan wajahnya terlihat kocak nan humoris. Saya malah berfikir apakah bisa berpartner dengannya? Sebab sepertinya punya banyak ketidak cocokan.

Tetapi satu hal yang sungguh diluar dugaan, Cak Surya punya tanggung jawab dan dedikasi tinggi pada organisasi. Dia yang banyak mengerjakan tugas-tugas administrasi yang terlampau teknis.

Bahkan kala itu, juga pada periode berikutnya, bisa dibayangkan andai komisariat pelopor tanpa Cak Surya, yang gesit dan all out untuk organisasi tersebut.

Cak Surya banyak menjadi aktor di balik layar, yang sangat penting bagi organisasi.

###

"Mana ada rokok haram?" Tanya Mas Hadziq Agatha, salah satu pengurus komisarit Revivalis.

Waktu kami diskusi soal konsep acara, bersama panitia dan pengurus komisariat pelopor.

"Yang diharamkan merokok, kan," lanjutnya.

Benar juga. Maka judul pun berubah, dari fatwa haram rokok jadi fatwa haram merokok.

Siapa yang diundang? Ketua PDM Kota Malang, dan Ketua PCNU Kota Malang, KH. Marzuki Mustamar. Moderatornya, Immawan Muklis Hidayat, senior dari komisariat Reformer.

Acara digelar di Aula Humaniora dan Budaya, terbuka untuk umum. Bulan Mei 2010. Oke deal.

Dari PDM diwaliki Ketua Majelis Tarjih, Dr. Syamsurizal Yazid. Sementara dari NU, ketuanya, KH. Marzuki Mustamar hadir sendiri.

Merokok, bagi Muhammadiyah haram. Bagi NU, mubah. Sambil melirik beberapa kader IMM, yang juga perokok berat. Apakah ada? Ada. Banyak malah.

"Kalau alasan mencemari lingkungan dan menebar banyak penyakit, maka haramkan juga itu asap knalpot, asap dari pabrik, dan lain-lain," kata Kyai Marzuki.

Sebelumnya, Pak Syamsu memang menjelaskan alasan diharamkan, baik dari segi dalil dan kandungan-kandungan racun dalam rokok, yang bisa menyebabkan mara bahaya.

Lalu Kyai Marzuki menambahi soal ekonomi, soal mereka para pekerja yang menggantungkan hidup dari pabrik rokok. Apa mau di PHK semua, lalu bagaimana nasibnya?

Saat sesi tanya jawab, perwakilan dari IMM Cabang, Immawan Taufik Suwardi, yang sebagai Kabid Kader tersebut angkat bicara dan mencoba menguatkan argumentasi bahwa fatwa haram merokok perlu didukung.

"Pak Kyai percaya pada Tuhan kan? Kenapa harus takut orang lain kehilangan rezeki hanya gara-gara pabrik rokok ditutup? Allah sendiri menjamin rezeki mahluknya, bahkan hewan melata sekalipun. Pabrik rokok ditutup Allah akan mengganti lebih baik," ujarnya.

Immawan Taufik Suwardi, yang asal Gorontalo tersebut, berbicara dengan nada tinggi, apalagi suaranya memang garang sekali.

Padahal itu sangat tabu, apalagi di depan Kyai. Apalagi waktu itu, bicaranya sambil berdiri.

Tetapi ya sudah, namanya juga ciri khas. Yang penting, diskusi yang sempat menegang tersebut, diakhiri dengan berfoto bersama.[]

ditulis di Blitar, 21 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

posted from Bloggeroid

Sabtu, 21 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (5)

Camping Kader 2010

Ada beberapa kegiatan turun temurun, atau kegiatan prioritas yang hampir selalu dilaksanakan. Selain Mastama (Masa taaruf Mahasiswa), DAD, juga camping kader.

Dalam setahun, ada dua kali DAD. Disebutnya DAD 1 dan 2. DAD 1 penyelenggaranya komisariat masing-masing. DAD 2, susunan kepanitiaan termasuk instruktur 3 komisariat jadi satu, yang dinaungi Koordinator Komisariat (Korkom).

Setelah DAD 1 & 2, ada satu kegiatan yang bertujuan mengakrabkan kader semua komisariat, yaitu Camping kader. 2010 itu, lokasi yang dipilih adalah ke wisata Cangar.

Saya belum pernah kesana, sehingga kegiatan itu menjadi menarik.

Cangar adalah kawasan wisata air hangat. Bukan hanya pemandiannya yang hangat, bahkan air sungainya pun hangat. Air hangat tersebut dari gunung Welirang, yang berpunggungan dengan gunung Arjuno. Berada di dalam komplek taman nasional Raden Soerjo.

Jika dilihat dari Blitar, gunung Welirang-Arjuno yang berpunggungan dengan gunung-gunung lain disekitarnya itu, nampak seperti perempuan tidur.

Kami rombongan kesana naik truk. Alamak. Ternyata itu adalah tradisi hampir semua organisasi di UIN Malang. Ketika ada diklat outdor, menyewa truk sebagai kendaraan. Selain murah, juga bisa menampung banyak orang.

Kalau truk berhenti agak mendadak, maka penumpang pun kalang kabut. Apalagi waktu itu, tepat disamping saya adalah Immawati Nur Zaidah, kader IMM komisariat Revivalis. Untung samping saya Rasikh Adila, jadi ketika menubruk kedepan, tidak terlalu terasa. Hehe

Sayangnya Yusuf Hamdani tidak bisa ikut. Saya berkirim sms, kenapa tidak bisa ikut? Ternyata dia ada agenda dengan kelompok motivasi. Ya benar dugaan saya, dia punya profil sebagai motivator dan coach.

Kami tidur dimana? Di tenda. Tetapi bukan tenda besar. Tenda-tenda kecil. Ada beberapa tenda kecil, sehingga antara Immawan dan Immawati tidak perlu "satu tenda".

Malamnya ada ngobrol santai, sembari minum kopi. Perkenalan dengan pengurus dan kader baru, serta sekapur sirih dari ketua komisariat masing-masing.

Tiga ketua komisariat hadir. Yaitu, Mas Tamam dari Pelopor, Mas Subhan dari Reformer, dan Mas Abdul Kholiq dari Revivalis.

Dingin luar biasa. Sarung dan peci yang saya bawa pun berubah fungsi jadi penghangat. Apa kita akan tidur di sini, di tempat dingin ini? Ya tentu saja.



###
Senior, Kakanda dan Ayunda datang agak malam. Termasuk ketua Korkom, Mas Satrio. Hadir juga Cak Taufik (Cak Fik), dan Cak Imam Habibie.

Karena itu tiga komisariat jadi satu, maka kami agak canggung juga, dan masih merasa asing satu sama lain.

Selain menikmati suasana alam, hari itu juga kami diskusi, tanya jawab, sharing gagasan, keluhan, dan harapan-harapan.

Meski forum santai, tetapi ada fase dramatis saat beberapa pengurus komisariat protes, terutama yang Immawati. Sampai tangis meledak, karena mungkin terlalu dalam curahan hati yang disampaikan. Apa ini juga bagian dari skenario?

Lambat laun, beberapa hari kemudian saya baru kalau peristiwa malam itu bukan drama. Tetapi memang apa adanya. Tangis dan airmata itu ternyata tidak palsu. []

Ditulis di Blitar, 21 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

posted from Bloggeroid

Jumat, 20 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (4)



Blusukan ke Kuburan dan Terharu Saat Pengukuhan

DAD berlangsung selama 3 hari, dari Jum'at sore hingga Senin pagi.

Materi-materi sudah didapat, termasuk praktek teknik sidang. Saya jadi Presidium sidang 1, dari hasil sidang sebelumnya, yang presidiumnya adalah Cak Surya Nur Pradani.

Ada penyerahan palu sidang. Saya harus memimpin sidang untuk memilih ketua alumni DAD 2009 itu, yang pada akhirnya terpilih saya sendiri.

Kalau dipikir-pikir lucu juga, meski hanya sekedar praktek. Saya memimpin sebuah pemilihan yang akhirnya terpilih saya sendiri.

Pada saat teknik persidangan, forum mendadak ramai. Banyak orang asing. Ternyata itu dari komisariat Reformer, Revivalis, dan juga Kakanda-ayunda.

Dua komisariat tersebut sudah melaksanakan DAD pada minggu sebelumnya, itulah kenapa mereka "nitip kader". (Baca kilas balik ke-2).

Kader yang dititipkan itu berhalangan ikut pada DAD sebelumnya, di komisariatnya sendiri.

Karenanya forum jadi ramai sekali. Satu kelas penuh. Padahal sidang baru dimulai sekitar jam 9 malam. Mata sudah terkantuk-kantuk, karena lelah agenda seharian.

Salah satu yang saya lihat hadir adalah David Saidi. Kami satu Mabna di Ibnu Rusyd, dan baru tahu juga kalau dia ikut IMM. David pada akhirnya nanti menjadi ketua komisariat Revivalis.

###
Anehnya, setelah sidang selesai kami tidak dipersilahkan untuk istirahat. Padahal sudah lewat pukul 00.00. Satu per satu dari kami didatangi panitia dan dibisiki, lalu diajak ke suatu tempat.

Saya dipanggil agak belakangan. Itulah puncak DAD, yaitu JJM (Jalan-jalan malam). Ada beberapa pos, pos evaluasi materi, dengan pos-pos lain yang aneh bin ajaib.

Sebab kami harus masuk kuburan, disana ada beberapa lilin. Saya ingat sebuah hadits larangan menginjak kuburan. Tapi ya sudahlah. Apalagi tengah malam begitu.

Ada perasaan angker dan ngeri. Saya berulang kali berucap "nyuwun sewu", entah pada siapa, pokok bilang begitu. Adab sopan santun orang Jawa, termasuk pada mahluk lelembut.

Ada beberapa lilin yang dinyalakan di area perkuburan, dekat lilin tersebut, tepatnya lagi di atas batu nisan, ada id card peserta.

"Kamu cari namamu," perintah panitia berkalung sarung, yang entah siapa saya lupa.

Letak lilin itu berjauhan. Saya harus berhati-hati karena takut menginjak kuburan. Padahal sudah pasti menginjak, sebab penerangan tidak terlalu baik.

Agak ketir juga, baru kemudian saya lanjut ke pos berikutnya. Disana ada Kakanda Nurdiansyah, yang waktu DAD juga membawakan materi ke-IMM-an.

Saya jadi ingat, bahwa dulu materi ke-IMM-an dipecah jadi tiga materi tersendiri. Yaitu Sejarah, Ideologi, dan Gerakan.

Lanjut ke pos pendinginan, ada Mas Subhan Anani. Itu pos terakhir, semacam tausiyah yang mendinginkan. Subhan Anani adalah ketum komisariat Reformer.

Kenapa saya ingat sekali? Sebab uniknya, ketika saya baru keluar dari area kuburan dan perkebunan, Mas Subhan duduk sendiri disamping sungai kanal kecil dan menyapa : Fahri duduk sini, sebelah saya.

Lho, kok tau nama saya?

Apa ini panitia juga? Takutnya mahluk halus. Sebab sebelumnya saya tidak melihat mas Subhan selama DAD berlangsung.

Tetapi saya yakin kalau dia bagian dari skenario panitia DAD, setelah agak mendekat dan dari jaketnya ada logo IMM. Sebab mata saya minus 1,5, dan apalagi dini hari, sehingga dari kejauhan agak kurang terlihat.

Pengukuhan Sebagai Kader IMM

JJM akhirnya selesai, di lokasi DAD mas Tamam menyambut. Hari itu Mas Tamam tidak ikut menjaga pos, dan sepertinya tidak pernah ikut menjaga pos, sebab konon mas Tamam tidak bisa galak, atau tidak tega lebih tepatnya.

Tradisi saat itu, yang mengukuhkan kader IMM adalah Ketum Cabang atau yang mewakili. Ketum Cabang sejak awal pembukaan tidak terlihat, yang datang mengukuhkan pun juga Mas Ali Muthohirin.

Pengukuhan dilaksanakan jelang subuh, dan saat pengukuhan berlangsung, adzan subuh terdengar berkumandang.

"Siapa ketua alumninya?" Tanya salah seorang panitia/instruktur yang bertampang galak.

Saya maju diminta memegang bendera. Ikrar sebagai kader pun dibacakan. Kami diminta menirukan. Setelah kami menirukan ikrar, maka secara sah kami menjadi kader.

Panitia, instruktur, dan semua yang hadir termasuk kader baru dan tamu dari komisariat luar UIN Malang bernyanyi menyambut kami.

Selamat datang wahai pejuang muda
Dalam IMM kita maju bersama
Ukir sejarah membelah cakrawala
Kita berjuang untuk nusa dan bangsa
Harapan bangsa ada di pundak kita
Sebagai kader muda muhammadiyah
Jadi tumpuan wahai kau tunas muda
Menepis kabut menguak fenomena
Raihlah cita – cita
Membangun nusa bangsa
Mari kita belajar, beramal dan berjuang
Harapan umat Islam
Tuk menuju cita-citanya


Satu per satu bergantian menyalami, sehingga saya pun terharu dan menitikkan air mata. Entah kenapa, padahal saya tahu tidak semua yang bernyanyi tadi juga hafal lagunya, bahkan nampak beberapa orang salah lirik.

Selamat datang wahai pejuang muda. []

ditulis di Blitar, 21 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Kilas Balik ber-IMM (3)



Ali Muthohirin Sebagai Pemateri DAD

Tepat 1 Juni 2017 silam, Mas Ali Muthohirin datang ke Blitar untuk mengisi ceramah jelang berbuka puasa di Masjid Attaqwa Jalan Cokroaminoto 3. Ada yang bertanya ke saya, apa dulu satu angkatan waktu di IMM?

Jelas tidak, sebab ketika saya DAD, Ali Muthohirin sudah menjadi pemateri ke-Muhammadiyahan. Beberapa bulan berikutnya, menjadi Ketua umum PC IMM Malang periode 2010-2011.

Bicaranya cepat, dan nadanya meninggi. Punya ciri khas.

###
Sekitar bulan Februari 2010, selepas PKPBA (Perkuliahan Khusus Bahasa Arab), Ridho mengajak saya ke Aula PDM Kota Malang. Ternyata disana sedang berlangsung Musyawarah Cabang (Musycab). Mungkin Musycab yang diperpanjang.

Baru masuk, sudah nampak perdebatan sengit antara Hasnan Bachtiar dengan beberapa peserta Musyawarah yang sepertinya dari komisariat Aufklarung. Sengit sekali, seperti orang bertengkar.

Saya, dan dari komisariat non PTM pada umumnya, lebih banyak diam. Dengar-dengar memang ada semacam persaingan abadi antara komisariat Tamaddun dan Aufklarung. Tentu dalam konteks forum dan dialektika.

Hasnan Bachtiar juga dari Komisariat Tamaddun, Fakultas Agama Islam UMM. Satu komisariat dengan Ali Muthohirin. Kala itu Musycab belum menggunakan sistem formatur, masih memilih langsung ketua Umum.

Singkat cerita, Ali Muthohirin lah yang memenangkan voting pemilihan ketua.

Baik, mari kembali ke DAD 2009

Dalam materi ke-Muhammadiyahan sempat terjadi dialektika antara pemateri dengan peserta, terutama Rasikh Adila, yang kadang menambah dan malah jarang bertanya.

Sebab karena Mas Ali tidak suka menggunakan slide power point, dan lebih suka ceramah verbal, maka timbul suasana dialog.

Saya juga agak ngeri, ketika terjadi balas membalas dalil. Dalam forum itu saya menggunakan baju koko, yang lain tidak begitu. Ridho dan Erwin mengenakan kaos santai. Tetapi mereka sering menggunakan dalil. Sementara saya jarang menggunakan dalil, sebab memang sedikit hafalannya.

Ini membuat saya terpantik lagi untuk terus belajar. Meski hampir setiap materi, saya selalu bertanya. Kebiasaan 3 tahun di Ekskul Jurnalistik.

Suasana sepi menjadi ramai. Forum menjadi hidup, apalagi dengan pembawaan Ali Muthohirin, yang kelak ternyata ditakdirkan menjadi Ketua Umum DPP IMM. []

Ditulis di Blitar, 20 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Kamis, 19 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (2)



Dua Kader Titipan

Ada screaning sesaat setelah kami tiba di lokasi DAD. Dalam screaning itu ditanya beberapa hal terkait ke-Islaman, ke-Muhammadiyahan, dan lain sebagainya.

Instruktur yang me-screaning saya adalah Mas Wildan SP. Sepertinya komisariat pelopor kekurangan instruktur, sebab Mas Wildan kemudian saya tahu adalah mahasiswa jurusan Teknik Informatika (TI).

Beberapa bulan kemudian, ia terpilih menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) TI pada pemilu raya 2010.

Fungsi screaning tersebut tidak lain adalah melihat sejauh mana wawasan peserta DAD terhadap materi yang akan diikuti. Sehingga waktu di dalam forum, ada perlakuan yang berbeda.

Dalam evaluasi terutama, Instruktur akan memberikan feedback kepada peserta yang ketika screaning, dirasa pengetahuannya soal ideologi belum cukup. Sebab itulah tujuan besar DAD.

Dari lima peserta, mungkin hanya saya yang kurang. Empat diantaranya, apalagi Rasikh Adila, sepertinya punya wawasan yang cukup luas, apalagi terkait ke-Islaman.

Dan saya perlu mengoreksi tulisan pertama dari catatan "kilas balik ini", bahwa jumlah peserta DAD ada 6. Satu orang bernama Fariz. Anaknya gaul dan rambutnya belah samping. Tetapi dia tidak ikut sampai akhir DAD.




###
Setelah Isya, datang lagi dua peserta baru. Satu perempuan, satu laki-laki. Peserta DAD jadi 8 orang.

Yang perempuan saya sungguh lupa namanya, hanya ingat kalau dia jurusan biologi. Titipan dari komisariat Revivalis.

Satu lagi, Yusuf Hamdani dari Ponorogo, jurusan Psikologi, titipan dari komisariat Reformer.

Ada enam fakultas di UIN Malang waktu itu. Idealnya satu fakultas satu komisariat, tetapi karena mempertimbangkan kuantitas, sementara dua fakultas satu komisariat.

Komisariat Pelopor untuk fakultas tarbiyah dan syariah. Komisariat Reformer untuk fakulas humaniora-budaya dan Psikologi. Serta komisariat Revivalis untuk fakultas Sains-teknologi dan Ekonomi.

Sekarang mungkin sudah beda.

Dua peserta baru itu pun memperkenalkan diri. Peserta yang bernama Yusuf ini nampak percaya diri, gaya bicaranya pun formil. Saya menduga dia terlalu sering membaca buku-bukunya Dale Carnegie. []

ditulis di Blitar, 19 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Kilas Balik ber-IMM (1)

DAD yang Hanya Lima Orang

Malang diguyur hujan, selepas shalat Jum'at, pada pertengahan November 2009.

###
Saya tidak begitu ingat kapan menuliskan nama dan meninggalkan nomor hp di buku pendaftaran, selain perbincangan hangat dengan dua Immawati yang saya tahu bernama Muthmainah dan Ririn.

Muthmainah asal Bima, Nusa Tenggara Barat. Begitu ceria dan bersemangat. Atlet Taekwondo, aktif juga di Pramuka. Kemudian saya memanggilnya Mbak Muth.

Sebelahnya, Immawati berkacamata, nampak begitu berkharisma, berjilbab pink, asal Gresik. Saya memanggilnya Mbak Ririn. Nama lengkapnya Faradibah Anggraini. Saat kami berbincang, dialah Kabid Keilmuan.

Sore itu, di stand organisasi yang berjejeran di antara gedung A dan B UIN Malang, saya menemani Ali Abraham mendaftar IMM. Menemani saja.

Siapa Ali Abraham? Dia teman sewaktu Aliyah. Saat kelas X kami sekelas. Naik ke kelas XI, dia mengambil jurusan IPA, dan saya Bahasa.

Kakak iparnya adalah pengurus Muhammadiyah Kab. Blitar, karenanya dia memilih IMM sebagai organisasi yang akan dia ikuti. Entah karena keinginan sendiri, atau karena bisikan dari rumah. Padahal setahu saya, dia tak begitu suka berorganisasi, juga demam panggung.

Karena kami beda fakultas, maka standnya berbeda. Yang menunggu dan mengajak berbincang waktu itu adalah Cak Azhar dari komisariat Revivalis, orang Gresik. Baru kemudian saya diarahkan ke stand sebelah, stand komisariat Pelopor, untuk Fakultas Tarbiyah dan Syariah.

Setelahnya, saya berulang kali mendapatkan sms, namun hanya sekali saya balas waktu kamis malam, waktu TM (Technical Meeting).

Saya jawab : mungkin saya ikut tahun depan saja mbak. Yang berkirim sms itu adalah Mbak Nirma, Kabid kader, yang sangat getol nan telaten berkirim sms.

Saya tidak hadir TM, sebab masih kagok dengan rutinitas di Ma'had. Kagok dengan suasana yang baru pertama saya alami ; kurang tidur karena padatnya agenda. Juga kagok karena baru masuk awal, sekitar bulan Juli, krisis air melanda.

Saat seperti itu, untuk sekedar ikut organisasi saja perlu pertimbangan tersendiri. Apalagi ikut OMEK, apalagi ikut IMM, yang tak begitu jelas, sebenarnya kita ngapain di dalamnya.

###
Selepas shalat Jum'at, hujan sempat mengguyur sebentar. Cukup deras. Saya tiduran di kamar sambil mendengarkan radio, lalu ada yang mengetuk pintu, mencari saya.

"Fahrizal ada?" Tanyanya. Itu mas Badrut Tamam, ketua komisariat. Suatu penghargaan tersendiri sebenarnya, dijemput langsung oleh ketum komisariat.

Malam sebelumnya, jelang pukul 9 malam, ada seseorang juga mengirimkan undangan. Namanya Zuhdi. Undangan sekaligus pemberitahuan bahwa besok ada DAD.

Tetapi saya tidak ikut TM, dan tidak berfikir untuk ikut IMM tahun ini. Tetapi Mas Tamam berhasil membujuk saya. Saya siap-siap, memasukkan beberapa baju dan buku ke dalam tas.

Lalu menuruni tangga, dan berjalan bersama menuju depan rektorat. Berjalan diantara genangan hujan. Siapa saja yang ada disana? Kami saling bersalaman dan berkenalan.

Ada Rasikh Adila, Bastomi Erwin, Rosyid Ridho, dan Hudan. Tambah saya, jadi lima. Yang lain panitia, termasuk Mbak Nirma yang kecil manis itu. Hanya lima?

Angkot kemudian membawa kami, menyusur jalanan kota Malang yang ramai, sampai depan Dieang Mal berputar, terus menyusur. Lumayan jauh ya? Pikir saya. Baru sadar kalau angkot mungkin memang diminta panitia untuk memutar, agar nampak jauh.

Baru akhirnya sampai di lokasi, di SD Muhammadiyah 8 Sigura-gura. Pembukaan dimulai, peserta hanya lima orang. Lokasi SD itu menyempil, jalannya menurun. Sebelahnya tanah lapang, dan kebun-kebun.

Begitu sepi. []

Ditulis di Blitar, 19 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

(Keterangan foto : Lokasi DAD Komisariat Pelopor 2009, di salah satu kelas milik SDM 8 Malang)

Senin, 16 Juli 2018

Tali Pengikat Hidup Manusia


 Gambar diambil dari google

oleh : Kiai Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah)

Tali pengikat hidup manusia adalah suatu pengetahuan yang terlalu amat besar bagi kemanusiaan umumnya, sehingga memenuhi bumi. Oleh karena itu, Tuan-tuan Pembaca diharap mau memikirkan benar-benar dan mengingat-ingat dan jangan tergesa-gesa.

                Untuk memimpin suatu kehidupan itu seharusnya dan sepatutnya memakai suatu alat, yaitu Al-Qur’an. Bukankah manusia itu perlu bersatu hati karena beberapa sebab?

Pertama, Sebab manusia, bangsa apa saja, sesungguhnya nenek-moyangnya satu, yaitu Nabi Adam dan Ibu Hawa. Jadi, semua manusia itu satu daging dan satu darah. Kedua, supaya semua manusia dapat hidup senang bersama-sama di dunia. Jika manusia lalai akan tali pengikat ini, maka akan rusak dan merusakkan. Ini suatu kenyataan yang tidak boleh dipungkiri lagi.

                Pikirkanlah pemimpin-pemimpin! Sejak Rasul-rasul (Utusan-utusan), sahabat-sahabatnya dan pemimpin kemajuan Islam pada jaman dahulu hingga sekarang, sudah sementara lama pemimpin-pemimpin itu bekerja. Mereka itu orang yang ternama, sebagian sudah mendapat pengajaran di perguruan tinggi. Walau begitu, belum dapat mereka bersatu hati.

                Jangan pemimpin-pemimpin terkejut, lihatlah kanan-kiri, di muka dan di belakang dengan baik, bukankah masih tidak karuan? Ingatlah, saya tidak hanya memandang satu bangsa saja, akan tetapi semua bangsa manusia. Meskipun kita melihat hanya satu bangsa belum juga satu hati. Hal itu sesungguhnya tidak enak, akan tetapi lawannya (enak) yakni berbahaya. Apakah sebabnya begitu?

Pertama, kami pemimpin-pemimpin, belum bersatu hati, yang satu mengabaikan yang lain, tolak-menolak pengetahuan, padahal pengetahuan-pengetahuan itu perlu bagi manusia. Jadi, sudah tentu pengetahuan pemimpin-pemimpin itu kurang. Kurangnya pengetahuan itu menjadikan pendek-pikiran (cupet ing pamanggih, Jawa). Jadi, sesungguhnya pemimpin-pemimpin itu masih meraba-raba pada kegelapan. Apakah jadinya? Lalu tumbuh perbantahan antara pemimpin-pemimpin itu (rusak).

Kedua, pemimpin-pemimpin belum memimpin dengan tenaga atau tindakan (lampahlampah, Jawa). Kebanyakan masih memimpin dengan suara saja. Sesungguhnya mereka baru mencari pengertian dan menaburkan pengertian itu kepada orang banyak, belum memperhatikan tindakan (mrihatosaken lampah, Jawa) bagi dirinya sendiri dan orang banyak. Jadi, pemimpin-pemimpin itu sebagian besar baru memerlukan suara agar supaya kelihatan pendapat baiknya walaupun kelakuannya sendiri masih mengecewakan, yakni rusak dan merusakkan.

Terangnya, pemimpin-pemimpin itu banyak yang dipermainkan hawa nafsunya sendiri tanpa mengerti dan merasa. Misalnya, hawa nafsu mengajak malas dan kikir jika untuk suatu keperluan dan tidak malas dan kikir jika untuk suatu kesenangan. Begitulah hawa nafsu itu mempermainkannya, sehingga hawa nafsu itu menyesatkan kepada penipuan, kebohongan, main gila dan sebagainya. Bukankah hal itu rusak dan merusakkan?

Ketiga, kebanyakan pemimpin-pemimpin belum mempunyai tujuan untuk baik dan enaknya semua manusia. Mereka baru mementingkan kaumnya (golongannya) sendiri, lebih-lebih lagi ada yang hanya mementingkan badannya sendiri, kaumnya pun tidak dipedulikan. Maka, jika badannya sendiri sudah mendapat kesenangan, pada perasaannya sudah berpahala, dan sudah sampai maksudnya. Hal yang demikian itu sudah banyak yang diketahui (cacatnya) sehingga perkumpulan menjadi rusak dan menyebabkan cerai-berainya yang dipimpin; kembali mereka seperti keadaannya sebelum dipimpin, kemudian hati mereka meradang dan jera.

Jalan Persatuan
                Pemimpin-pemimpin harus tahu benar kelakuan, keadaan dan adat-istiadat orang yang dipimpin, supaya dapat berbuat dengan mengingat “ukur badan sendiri” dan jangan tergesa-gesa, harus terang dan paham terhadap barang yang diterima atau ditolak, serta jangan dengan jalan paksa. Dengan begitu akan dapat menumbuhkan pembicaraan yang enak, menuju keperluan (tujuan) yang amat penting, yaitu manusia bersatu hati.

                Sudah menjadi adat kebiasaan orang, bahwa apa yang sudah dipahami dan dikerjakan menurut pengajaran gurunya atau pergaulan teman-temannya dan menurut pikirannya sendiri akan menjadikan gembira dan senang hatinya. Dan hal itu akan dipegang lahir dan batin, lebih-lebih jika hal itu sudah dijalani oleh nenek-moyangnya. Hal itu akan dikira-kira dan dipercaya mendatangkan kebahagiaan. Siapa yang menyalahinya akan mendapat kecelakaan dan kesusahan. Pemimpin-pemimpin dipersilahkan menengok, apakah sikap yang demikian itu hanya ada pada kaum kita, orang Islam, saja? Tidakkah kaum lain, misalnya Budha, Kristen dan Yahudi juga demikian keadaannya?

                Pemimpin-pemimpin! Oleh sebab “benar” itu sesungguhnya hanya satu, maka bagaimanakah kita mendapatkan yang “Benar” itu agar tidak mendapatkan kesalahan di hadapan Allah Yang Maha-suci.

                Begitu pula telah menjadi kebiasaan orang, mereka segan dan tidak mau menerima apa saja yang kelihatan “baru” yang tidak sama dengan apa yang sudah dijalani. Karena menurut perasaannya barang yang baru itu akan menjadikan celaka dan susah, meskipun sudah jelas dan nyata bahwa orang yang mengerjakan dan menjalani barang “baru” itu misalnya, mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan. Yang demikian itu terkecuali orang yang memang banyak dan senang berpikir dan merasa dengan panjang dan dalam.

                Apakah kelakuan seperti tersebut di atas dapat disebut baik atau betul? Sudah tentu tidak, sebab orang yang tersebut di atas itu hanya berhukumkan adat kebiasaan dan adat-istiadat, karena adat-istiadat tidak boleh dijadikan hukum untuk menentukan “baik” dan “tidak baik”, “betul” dan “salah”. Yang dapat dijadikan hukum untuk menentukan betul dan salah, baik dan tidak baik hanya hukum yang sah dan sesuai dengan hati yang suci.

                Uraian tersebut di atas harus dipikirkan dan dirasakan dengan sungguh-sungguh secara panjang dan dalam perlunya manusia bersatu-hati, sebab di dalamnya tergantung sesuatu yang amat besar, yaitu bahagia dan celaka. Sebab itu, saya sangat berhasrat hati meminta agar pemimpin-pemimpin itu secara bersama-sama mempersatu-hatikan semua manusia. Sebelum semua manusia bersatu hati, tidakkah wajib pemimpin-pemimpin itu bersatu hati lebih dahulu? Sudah barang tentu wajib dan wajib sungguh.

                Marilah, segera kita, pemimpin-pemimpin, berkumpul membicarakan kebenaran (haq) itu tanpa memilih-milih bangsa, semuanya saja. Dan jangan sekal—kali puas atau bosan sehingga kebenaran itu terdapat (diketemukan). Sesudah itu lalu kita berasaskan satu, berpengetahuan satu, dan bertenaga satu rupa. Pendeknya, manusia semuanya harus bersatu hati karena adanya permufakatan dengan memakai hukum (wewaton, Jawa) yang sah dengan hati suci dan tidak jera sehingga semua manusia bersatu-hati.

                Apakah yang menyebabkan orang mengabaikan atau menolak kebenaran? Disebabkan karena:
1.       Bodoh, ini yang banyak sekali
2.       Tidak setuju kepada orang yang ketempatan (membawa) kebenaran
3.       Sudah mempunyai kebiasaan sendiri dari nenek moyangnya
4.       Khawatir tercerai dengan sanak-saudaranya dan teman-temannya dan
5.       Khawatir kalau berkurang atau kehilangan kemuliaan, pangkat, kebesaran, kesenangannya dan sebagainya.

Sedikit peringatan supaya menjadi pemikiran:
1.       Orang itu perlu dan harus beragama
2.       Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilai-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram. Padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama
3.       Orang itu harus menurut aturan dari syarat yang sah dan yang sudah sesuai dengan pikiran yang suci, jangan sampai membuat putusan sendiri.
4.       Orang itu harus dan wajib mencari tambahan pengetahuan, jangan sekali-kali merasa cukup dengan pengetahuannya sendiri, apalagi menolak pengetahuan orang lain
5.       Orang itu perlu dan wajib menjalankan pengetahuannya yang utama, jangan sampai hanya tinggal pengetahuan saja.


Makhluk Allah
                Segala makhluk Allah itu mempunyai kehendak (hajat). Semua kehendak itu mesti ada maksud (tujuan)nya. Dan sampainya (tercapainya) maksud itu pasti dengan jalan.

                Sudah nyata bahwa Tuhan Allah telah mengadakan masa (waktu) dan mengadakan jalan untuk menyampaikan (mencapai) segala maksud. Kalau demikian, maka semua maksud (tujuan) makhluk itu pasti tercapai asalkan menurut jalan dan masanya. Sebab segala keadaan itu kehendak Allah, dan Tuhan telah menyediakan segala keadaan yang dimaksud.

Manusia
                Bahwa sesungguhnya tiada yang lebih dikehendaki oleh manusia itu selain keselamatan dunia dan akhirat.

                Adapun jalannya untuk dapat mencapai barang yang dimaksudkan, manusia memakai akal yang waras, artinya akal yang tidak terkena bahaya. Sifat akal yang waras itu ialah akal yang dapat memilih sembarang perkara dengan teliti dengan perhatian dan dengan pertimbangan. Sesudah dipilih lalu ditempatkan dalam keteguhan hati.

Akal
                Watak akal itu menerima segala pengetahuan dan memang pengetahuan itulah yang menjadi kebutuhan akal, sebab akal itu seperti biji yang terbenam di dalam bumi. Agar biji itu dapt tumbuh menjadi pohon yang besar, tentu perlu disiram secara ajek dan dipenuhi kebutuhan lainnya. Demikian juga akal manusia, niscaya tidak dapat bertambah sampai kepada kesempurnaannya, apabila tidak diberi siraman dengan pengetahuan. Dan semuanya itu mesti sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Kuasa.

Pendidikan Akal
                Sehabis-habisnya pendidikan akal ialah dengan Ilmu Manthiq (Pembicaraan yang cocok dengan kenyataan), semua ilmu pembicaraan harus dengan belajar, sebab tidak ada manusia yang mengetahui berbagai nama dan bahasa, tanpa ada yang mengajarnya. Demikian juga yang mengajar itu dapat mengerti dari guru-gurunya, dan demikian seterusnya.

                Maka dari itu, hal di atas menunjukkan bahwa manusia tidak berdaya mengetahui asal pengetahuan kecuali orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan Yang Mengetahui dan Bijaksana.

                Adapun manusia yang bisa lebih dari pokoknya pengajaran sesungguhnya hanya sebagaimana orang yang menemukan lebarnya lobang cincin, lalu mendapatkan berlian, lalu menemukan berlian dengan lobangnya dan menjadi pakaian yang ‘peni’. Demikian juga bagi orang yang bisa berbicara dengan tajam dan tepat, hal itu hanyalah sanggul-bersanggulnya pengetahuan-pengetahuan lainnya.

                Jadi orang yang bisa berbuat demikian itu sesungguhnya tidak mengherankan. Akan tetapi jika ada orang yang dapat menerima pembicaraan yang baik yang datang dari orang lain lalu senang membicarakannya dengan orang-orang lain, sesungguhnya hal yang demikian itu bukan orang yang lemah walaupun orang itu tidak dapat menambah sebab tidak ada suatu perbuatan yang lebih baik daripada menghidup-hidupkan perkataan orang yang bijaksana.

Kesempurnaan Akal
                Untuk hidupnya akal yang sempurna  dan agar dapat tetap sebagai akal harus terkumpul enam perkara:
Pertama, memilih berbagai perkara harus dengan belas kasihan. Manusia tidak akan sampai kepada keutamaan apabila tidak mempunyai beas kasihan, sebab watak orang yang tidak mempunyai belas kasihan itu segala perbuatan yang dilakukannya karena kesenangan yang akhirnya bosan dan terus sia-sia.
Kedua, harus bersungguh-sungguh mencari, sebab keutamaan dunia dan akhirat itu tidak akan dapat tercapai apabila tidak dicari dengan daya upaya dan ikhtiar, dengan pengorbanan harta-benda, kekuatan dan pikiran.
Ketiga, harus dengan terang benderang dalam memilihnya, sebab adanya suatu petunjuk itu kebersamaan dengan adanya kesesatan (penasaran) dan barang yang baik itu pasti berpasangan dengan yang buruk. Oleh karena itu, kebanyakan orang yang mencari barang yang dikehendaki, akhirnya mendapatkan barang yang mestinya ditolak, sebab dalam mencarinya, ia hanya ikut-ikutan dan tidak mengetahui kenyataannya atau hanya karena adat-istiadat saja.
Keempat, harus mengi’tikadkan kebaikan barang yang dipilih, agar tetap teguh dalam hati, yang akhirnya bisa benar dan betul dan tetap pekerjaannya.
Kelima, harus baik dalam memeliharanya. Artinya, sesudah mendapatkan barang yang dicari, harus dipelihara dengan baik, sebab sifat manusia itu, tidak jauh dari lupa dan lena.
Keenam, harus dapat menempatkan. Artinya, segala pengetahuan itu tidak bisa menjadi manfaat apabila tidak diperbuat yang sementara.


Kebutuhan Manusia
                Semua manusia pasti mempunyai kebutuhan, sebab hidup manusia di dunia tidak ditempatkan di atas tempat kaya dan hina, akan tetapi manusia dihidupkan di tempat kebutuhan dan kepayahan. Oleh karena itu, manusia haruys mengerti benar akan tempat kebutuhannya.

                Sesungguhnya pengajaran yang berguna dalam mengisi akal itu lebih dibutuhkan oleh manusia daripada makanan yang mengisi  perutnya, sebab pengajaran tu lebih cepat menambah besarnya akal daripada makanan yang membesarkan badan. Dan mencari harta benda dunia itu tidak lebih payah dari mencari pengetahuan yang berguna dalam memperbaiki perbuatan dan kelakuan, Sebab apabila dipikir dan diteliti, manusia itu banyak yang hanya ngawur (membuta-tuli) daripada yang memang setiti, hati-hati dan mengerti. Dan orang yang mengerti itu lebih banyak daripada orang yang menjalankan pengertiannya. Maka dari itu orang yang mempunyai akal yang sempurna, harus melihat dan meneliti dirinya sendiri di manakah dirinya sendiri itu.

Orang yang Mempunyai Akal
                Akal manusia itu kalau terperosok dalam bahaya sesungguhnya sudah mempunyai bagian hati suci, yaitu mempunyai dasar tidak suka dan cinta pada keluhuran dunia. Oleh karena itu, orang yang mempunyai akal harus menjaga dari bahaya yang merusak kesucian hati.

                Tidak ada yang berguna tingkatnya pangkat budiman, kecuali hati yang suci. Dan tidak ada manusia yang dapt meraih keluhuran dunia dan akhirat, melainkan orang yang mempunyai sifat budiman. Oleh karena itu, barangsiap ingin mengejar menjadi orang yang berpangkat budiman, hendaklah menyediakan dirinya kepada jalannya budiman, yaitu tahan dan kuat mengalahkan hawa nafsunya. Sebab watak orang yang senantiasa mengalahkan hawa nafsunya itu tentu tidak lengah akan perkara keluhuran dunia yang bisa menyambung kepada keluhuran aklhirat, dan segala usaha dan perbuatannya itu dikerjakan dengan keteguhan hati dan tidak dikalahkan oleh pembicaraan dan kehendak supaya mendapatkan yang enak dan kesenangan dirinya sendiri.

                Oleh karena itu, sudahlah nyata bagi orang yang menginginkan dan menghendaki keluhuran dunia dan akhirat, bahwa tidaklah pantas apabila perbuatannya dikerjakan dengan segampangnya saja dan atau iri hati. Berbeda sekali dengan yang mempunyai tujuan keluhuran hanya di dalam dunia. Barangkali bisa terdapat usaha dan pekerjaan yang sedang dikerjakan segampangnya dan seenaknya saja, malah yang sebagian banyak dapat berhasil dengan pendapatnya sendiri saja.


Perbedaan Pintar dengan Bodoh
                Kata pintar dan bodoh itu ialah suatu bahasa yang artinya berbeda sebaliknya , akan tetapi sebagian banyak manusia itu sama saja antara yang pintar dengan yang bodoh, yakni senang kepada barang yang disetujui dan sengit kepada barang yang tidak disetujui. Lagi pula dalam beberapa hal yang diputuskan oleh yang pintar dan pandai itu bisa juga diputuskan oleh orang yang bodoh. Oleh karena itu, orang yang mempunyai akal yang sempurna harus mengerti perbedaan antara yang pintar dan yang bodoh.

                Sesungguhnya perbedaan antara yang pintar dan yang bodoh itu akan terlihat berkumpul antara yang benar dan yang salah. Di situlah akan terlihat kemantapan orang pintar dan goyahnya orang yang bodoh.

                Adapun perbedaan pintar dan bodoh itu ada tiga. Antara lain, orang yang pintar itu pasti mengerti barang yang akan menjadikan senang dan susah, orang yang bodoh tidak mengerti.

                Orang yang pintar itu sudah barang tentu sewaktu-waktu berikhtiar mencari jalan yang menuju kepada kesenangan dan menyingkir dari lingkungan yang akan menuju kepada kesusahan yang akan diderita. Akan tetapi orang yang pintar yang melalaikan petunjuk Tuhan Allah, tidak takut kepadaNya, dan menuruti ajakan nafsu dengan pelan-pelan ia akan terjerumus ke lingkungan kesusahan karena kealpaannya
 ________________
dikutip dari buku pesan pesan 2 pemimpin islam indonesia KH Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari yang dihimpun oleh Abdul Munir Mulkhan.