loading...

Rabu, 16 Agustus 2017

Soal FDS, Sudahkah NU Tabayun?



Srengenge - Betapa eloknya pertemuan antara Yenny Wahid dan Muhadjir Effendy beberapa waktu lalu, dalam rangka tabayun atau klarifikasi perihal Full Day School (FDS). Hadir juga puteri pertama M. Quraish Shihab, Najeela Shihab.

Sebelumnya, Muhadjir pun sudah memberikan klarifikasi dalam sebuah tulisan, bahwa FDS bukanlah program yang ia canangkan. Itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) no. 19 tahun 2017 tentang beban kerja guru. Berikut tulisan klarifikasi yang disampaikan oleh Mendikbud, Muhadjir Effendy.

_______________
Yang menjadi dasar turunnya Permendikbud No 23 th 2017 (mudah-mudahan sudah dibaca) adalah PP No 19 th 2017 tentang beban kerja guru. Sebagai pengganti PP No 74 tahun 2008. Di dalam PP No 19 beban kerja guru disesuaikan dengan beban kerja PNS pada umumnya yaitu 5 hari seminggu 8 jam perhari.

Juga berdasar keputusan Rapat kabinet tanggal 3 Februari 2017, Pemerintah memutuskan agar hari libur sekolah disinkronkan dengan hari libur pegawai.

Jadi 5 hari 8 jam sekolah itu mengacu kepada beban kerja guru, bukan belajar siswa di kelas. Adapun belajar siswa tetap mengacu pada kurikulum 2013 (K13).

Kemendikbud sudah membuat model jadwal lima hari sekolah. Perhari hanya menambah sekitar 1 jam 20 menit dibanding 6 hari sekolah. Berarti untuk SD sudah selesai jam 12.10 sedang untuk SMP sekitar jam 13.20. Jadi dalam kaitannya dengan Madrasah Diniyah (Madin) siswa tetap bisa belajar di Madin sebagaimana biasa.

Bahkan dalam Permendikbud No 23 th 2017, ada pasal-pasal yang mengatur perihal kerjasama sekolah dengan Madin, dalam rangka penguatan pendidikan karakter (PPK). Saya tegaskan, Kemendikbud tidak ada rencana membuat program FDS atau Full Day School; yang ada adalah program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

Perlu diketahui, penyusunan PP No 19 th 2017 dan permendikbud No 23 th 2017 sejak awal melibatkan kementerian-kementerian terkait. Termasuk Kementerian Agama (Kemenag). Dalam hal pelaksanaan kerjasama Sekolah dengan Madin, Kemendikbud hampir sepenuhnya mengikuti saran dan usulan dari Kemenag. Kemendikbud memang banyak berharap sosialisasi dan klarifikasi atau tabayyun ke organisasi dan lembaga pengelola Madin seperti NU, Muhammadiyah, dll. dilakukan oleh Kemenag, sebagai pembina dan penanggung jawab bidang itu.

Tentu penjelasan saya ini jauh dari cukup. Masih banyak hal yang harus dijelaskan dan didialogkan.
Saya sangat menghormati perbedaan, dan yang menyatakan perbedaan dengan cara-cara terhormat.

Saya menyadari, ada stigma negatif telah dituduhkan ke saya. Dalam hal ini saya tegaskan, Insyaalah saya jauh dari niat tidak terpuji seperti yang dituduhkan itu.

“Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wani’man nashir”

ditulis langsung oleh Muhadjir Effendy
__________________

Meski demikian, gelombang demonstrasi tak terelekkan, beragam serangan opini yang sebenarnya lebih menyerang figur Mendikbud ketimbang kebijakan tersebut. Padahal menteri adalah pembantu Presiden, sebagai pelaksana Konstitusi.

Yang menjadi soal, suara keras tentang isu ini langsung disampaikan oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Sirodj dengan nada tinggi dan bahkan menolak dialog yang ditawarkan Puan Mahari, dalam rangka tabayun dan klarifikasi.

Suara keras pun juga datang dari Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, bahkan sampai memberikan ancaman untuk memcabut dukungan ke Jokowi pada pilpres 2019 jika kebijakan FDS ini terus dijalankan.


(sumber foto : Instagram PBNU)

Padahal tidak ada program FDS, sebagaimana yang disampaikan Mendikbud. Kalaupun ada edaran oleh Pemerintah Kota atau Kabupaten tentang penerapan FDS, maka itu merupakan tafsir Pemimpin daerah yang diturunkan dari Permendikbud dan PP.

(baca juga : Sibuk Mengkritisi Mendikbud, Inilah Skor Kinerja Menteri dari PKB)

Suara keras dan serangan opini ini jelas sangat disayangkan, apalagi dikaitkan dengan dua Ormas besar. Suasana di akar rumput tentu bisa terjadi keos, terlebih banyak warga NU yang sami'na wa ato'na kepada Kyai. Karena itulah Kyai harus sebisa mungkin meredam aksi-aksi yang tidak patut, bukan malah memanfaatkan massa yang loyal untuk merespon kebijakan tersebut. [Red.s]