loading...

Sabtu, 28 Juli 2018

Arti Kedatangan Jokowi ke Muktamar IMM


Presiden Jokowi direncanakan hadir dan membuka Muktamar IMM pada 1 Agustus 2018 di UMM. Kehadiran Presiden ini menarik, karena ia mendatangi sebuah organisasi, yang mana pernah berdemo untuk menarik mandatnya sebagai Presiden.


Kita tahu di era kepemimpinan Beni Pramula, betapa kritisnya terhadap rezim Jokowi-JK. Sampai melakukan aksi demonstrasi menarik mandat Jokowi-JK, sampai beredar foto-foto demonstan IMM, termasuk Beni Pramula sendiri, saling dorong dan berhimpitan dengan aparat.


Kritisisme itu berlanjut, ketika DPP IMM dipimpin Taufan Putrev Korompot, meski tidak sekencang ketika era Beni Pramula. Karena Taufan kemudian mundur sebagai Ketua Umum DPP IMM dan digantikan Ali Muthohirin.


Era Ali Muthohirin kemudian justru banyak dihabiskan untuk meredam gejolak internal. Adanya dualisme kepemimpinan, sampai dualisme muktamar. Tidak ada waktu untuk menjalankan program kepemimpinannya.


Sampai kemudian jajaran pengurus DPP IMM yang dipimpinnya datang ke Istana dan mengundang langsung Presiden Jokowi untuk membuka Muktamar IMM di Malang.

 

Beredar foto kesyahduan pengurus DPP IMM bersama Presiden Jokowi, termasuk ketika salaman satu per satu.


Begitu kontras dengan foto menegangkan saat demo menarik mandat tersebut. Tetapi sudahlah, jangan dibandingkan. Mari kita lanjutkan obrolan ini.


Gaya Politik Jokowi


Gaya politik Jokowi memang unik dan menggelitik. Kita ingat pasca pilpres 2014, ketika Jokowi-JK menang dalam sejumlah survey dan penetapan KPU, ia datang ke kediaman Prabowo Subianto, yang notabene adalah rivalnya.


Hal yang tak pernah kita lihat sebelumnya, antar elit, seperti Mega dan SBY yang sampai saat ini memiliki hubungan yang begitu kaku. Atau Alm. Gus Dur dan Amien Rais pasca pelengseran Gus Dur. Tak pernah lagi kita lihat dua tokoh itu duduk bersama, hingga Gus Dur wafat.


Jokowi sangat cair. Dan itu style.


Kita merasa, meski tidak ada data valid, sepertinya ketika pilpres 2014 silam mayoritas warga Muhammadiyah bukanlah pendukung Jokowi. Tetapi Jokowi bersedia hadir dalam banyak agenda di Muhammadiyah, yang tidak pernah sekalipun dilakukan SBY selama 10 tahun kepemimpinan, karena salah satunya sikap Pak Din Syamsudin yang begitu keras waktu itu.


Kita pun dengan jelas melihat Ketua Umum PBNU, KH. Said Agil Siraj dalam barisan pendukung Prabowo-Hatta dan sering menyerang Jokowi. Tetapi sekarang, betapa banyak tokoh NU yang masuk pemerintahan.


Sekali lagi itu style. Gaya politik, yang cair, tetapi mematikan.


Maka bagaimana mengartikan kedatangan Jokowi ke Muktamar IMM ini?


Memang serba repot. Sebagai ortom, IMM tidak bisa lepas dari sikap Muhammadiyah. Sebagai Ormas pun Muhammadiyah juga tidak bisa lepas dari Pemerintah. Kenapa? Sebab Muhammadiyah punya banyak lembaga, yang perlu payung politik.


Tetapi gen mahasiswa itu adalah kritisisme. Untungnya, atau malah celakanya, Jokowi punya sikap politik yang begitu cair. Tak memandang kawan dan lawan, tak memandang golongan atau kelompok.


Kita sendiri bahkan bingung mengartikan bagaimana orang seperti Ngabalin yang habis-habisan mengkritisi Jokowi-JK pada pilpres 2014 silam, kini masuk lingkaran Istana.


Mahasiswa, semestinya memang harus agak berjarak dengan penguasa, agar terus bisa melayangkan kritik-kritik. Berdiri bersama, seiringan dengan penderitaan rakyat, atau mengkritisi kebijakan-kebijakan lain yang dirasa keliru.


Kenapa? Sebab rezim tidak perlu dibela. Rezim sudah kuat. Punya legitimasi untuk membuat kebijakan, bisa mengendalikan aparatur negara.


Maka harus ada pihak yang terus menerus bersikap kritis. Mahasiswa salah satunya, dan IMM salah satu organnya. Kalau ada yang menyebut apa mahasiswa bisanya hanya mengkritik? Ya karena salah satu fungsi mahasiswa sebagai agen kontrol sosial.


Bahkan dalam mengkritik pun, mahasiswa juga kerap mendapat kritik balik, dan itu alamiah saja.


Apakah dengan kedatangan Presiden Jokowi nanti ke Muktamar, IMM akan berhenti kritis? Atau justru bangga dengan berfoto dan bersalaman bersama, karena euforia atau efek dari instagram dan sosial media lain?


Kedatangan Presiden baik-baik saja, sebagai penghargaan atas suatu jabatan yang diberikan rakyat melalui pemilu. Tetapi bersikap kritis juga harus terus perlu, siapapun presidennya.


Hanya, Presiden kali ini adalah sosok yang punya style demikian. Yang begitu cair, yang sepertinya tidak cocok jika menggunakan metode demonstrasi untuk melayangkan kritik.


Namun apakah mungkin? Misal disela-sela kedatangannya nanti, IMM menitipkan berkas berisi kritik hasil kajian intelektual. Diberikan kepada Presiden langsung, yang belum tentu juga dibaca.


Jadi kedatangan Presiden ke Muktamar ini, bukan sekedar kunjungan seremonial. Bidang RPK DPP berkolaborasi dengan bidang RPK DPD se-Indonesia, duduk bersama menawarkan pandangan mereka tentang kondisi negara.


Hasil pandangan yang berisi kritik dan penyelesaiannya itu disusun secara rapi, lalu kemudian diserahkan langsung kepada Presiden. Langsung, kalau perlu ada sesi penyerahan sebelum Presiden berpidato untuk membuka acara.


Ini lebih beradab, dan lebih intelek, daripada tiba-tiba berdiri lalu memberikan kartu kuning.


Tetapi apakah hal itu mungkin? Sepertinya meragukan. Lebih asyik menyusun nama-nama untuk formatur nanti.


Selamat ber-muktamar dan selamat berfoto bersama Presiden.


Jayalah IMM Jaya.
Billahi Fi Sabilil Haq, Fastabiqul Khoirot.


Blitar, 29 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz