loading...

Minggu, 22 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (6)



Mengundang Kyai NU, Diskusi Fatwa Haram Merokok

Apa kerjaan pertama saya sebagai kader IMM? Yaitu menjadi sekretaris acara kepanitiaan diskusi panel tentang fatwa haram merokok.

Tetapi saya agak lupa siapa Ketua pelaksananya, yang pasti ini program dari bidang Keilmuan yang Kabid-nya Immawati Faradibah Anggraini. Kalau tidak keliru, ketua pelaksananya adalah Immawan Surya Nur Pradani.

Apa kesan saya pada Cak Surya?

Waktu saya DAD, Cak Surya bukan instruktur. Mungkin panitia, dan wajahnya terlihat kocak nan humoris. Saya malah berfikir apakah bisa berpartner dengannya? Sebab sepertinya punya banyak ketidak cocokan.

Tetapi satu hal yang sungguh diluar dugaan, Cak Surya punya tanggung jawab dan dedikasi tinggi pada organisasi. Dia yang banyak mengerjakan tugas-tugas administrasi yang terlampau teknis.

Bahkan kala itu, juga pada periode berikutnya, bisa dibayangkan andai komisariat pelopor tanpa Cak Surya, yang gesit dan all out untuk organisasi tersebut.

Cak Surya banyak menjadi aktor di balik layar, yang sangat penting bagi organisasi.

###

"Mana ada rokok haram?" Tanya Mas Hadziq Agatha, salah satu pengurus komisarit Revivalis.

Waktu kami diskusi soal konsep acara, bersama panitia dan pengurus komisariat pelopor.

"Yang diharamkan merokok, kan," lanjutnya.

Benar juga. Maka judul pun berubah, dari fatwa haram rokok jadi fatwa haram merokok.

Siapa yang diundang? Ketua PDM Kota Malang, dan Ketua PCNU Kota Malang, KH. Marzuki Mustamar. Moderatornya, Immawan Muklis Hidayat, senior dari komisariat Reformer.

Acara digelar di Aula Humaniora dan Budaya, terbuka untuk umum. Bulan Mei 2010. Oke deal.

Dari PDM diwaliki Ketua Majelis Tarjih, Dr. Syamsurizal Yazid. Sementara dari NU, ketuanya, KH. Marzuki Mustamar hadir sendiri.

Merokok, bagi Muhammadiyah haram. Bagi NU, mubah. Sambil melirik beberapa kader IMM, yang juga perokok berat. Apakah ada? Ada. Banyak malah.

"Kalau alasan mencemari lingkungan dan menebar banyak penyakit, maka haramkan juga itu asap knalpot, asap dari pabrik, dan lain-lain," kata Kyai Marzuki.

Sebelumnya, Pak Syamsu memang menjelaskan alasan diharamkan, baik dari segi dalil dan kandungan-kandungan racun dalam rokok, yang bisa menyebabkan mara bahaya.

Lalu Kyai Marzuki menambahi soal ekonomi, soal mereka para pekerja yang menggantungkan hidup dari pabrik rokok. Apa mau di PHK semua, lalu bagaimana nasibnya?

Saat sesi tanya jawab, perwakilan dari IMM Cabang, Immawan Taufik Suwardi, yang sebagai Kabid Kader tersebut angkat bicara dan mencoba menguatkan argumentasi bahwa fatwa haram merokok perlu didukung.

"Pak Kyai percaya pada Tuhan kan? Kenapa harus takut orang lain kehilangan rezeki hanya gara-gara pabrik rokok ditutup? Allah sendiri menjamin rezeki mahluknya, bahkan hewan melata sekalipun. Pabrik rokok ditutup Allah akan mengganti lebih baik," ujarnya.

Immawan Taufik Suwardi, yang asal Gorontalo tersebut, berbicara dengan nada tinggi, apalagi suaranya memang garang sekali.

Padahal itu sangat tabu, apalagi di depan Kyai. Apalagi waktu itu, bicaranya sambil berdiri.

Tetapi ya sudah, namanya juga ciri khas. Yang penting, diskusi yang sempat menegang tersebut, diakhiri dengan berfoto bersama.[]

ditulis di Blitar, 21 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

posted from Bloggeroid