loading...

Jumat, 20 Juli 2018

Kilas Balik ber-IMM (4)



Blusukan ke Kuburan dan Terharu Saat Pengukuhan

DAD berlangsung selama 3 hari, dari Jum'at sore hingga Senin pagi.

Materi-materi sudah didapat, termasuk praktek teknik sidang. Saya jadi Presidium sidang 1, dari hasil sidang sebelumnya, yang presidiumnya adalah Cak Surya Nur Pradani.

Ada penyerahan palu sidang. Saya harus memimpin sidang untuk memilih ketua alumni DAD 2009 itu, yang pada akhirnya terpilih saya sendiri.

Kalau dipikir-pikir lucu juga, meski hanya sekedar praktek. Saya memimpin sebuah pemilihan yang akhirnya terpilih saya sendiri.

Pada saat teknik persidangan, forum mendadak ramai. Banyak orang asing. Ternyata itu dari komisariat Reformer, Revivalis, dan juga Kakanda-ayunda.

Dua komisariat tersebut sudah melaksanakan DAD pada minggu sebelumnya, itulah kenapa mereka "nitip kader". (Baca kilas balik ke-2).

Kader yang dititipkan itu berhalangan ikut pada DAD sebelumnya, di komisariatnya sendiri.

Karenanya forum jadi ramai sekali. Satu kelas penuh. Padahal sidang baru dimulai sekitar jam 9 malam. Mata sudah terkantuk-kantuk, karena lelah agenda seharian.

Salah satu yang saya lihat hadir adalah David Saidi. Kami satu Mabna di Ibnu Rusyd, dan baru tahu juga kalau dia ikut IMM. David pada akhirnya nanti menjadi ketua komisariat Revivalis.

###
Anehnya, setelah sidang selesai kami tidak dipersilahkan untuk istirahat. Padahal sudah lewat pukul 00.00. Satu per satu dari kami didatangi panitia dan dibisiki, lalu diajak ke suatu tempat.

Saya dipanggil agak belakangan. Itulah puncak DAD, yaitu JJM (Jalan-jalan malam). Ada beberapa pos, pos evaluasi materi, dengan pos-pos lain yang aneh bin ajaib.

Sebab kami harus masuk kuburan, disana ada beberapa lilin. Saya ingat sebuah hadits larangan menginjak kuburan. Tapi ya sudahlah. Apalagi tengah malam begitu.

Ada perasaan angker dan ngeri. Saya berulang kali berucap "nyuwun sewu", entah pada siapa, pokok bilang begitu. Adab sopan santun orang Jawa, termasuk pada mahluk lelembut.

Ada beberapa lilin yang dinyalakan di area perkuburan, dekat lilin tersebut, tepatnya lagi di atas batu nisan, ada id card peserta.

"Kamu cari namamu," perintah panitia berkalung sarung, yang entah siapa saya lupa.

Letak lilin itu berjauhan. Saya harus berhati-hati karena takut menginjak kuburan. Padahal sudah pasti menginjak, sebab penerangan tidak terlalu baik.

Agak ketir juga, baru kemudian saya lanjut ke pos berikutnya. Disana ada Kakanda Nurdiansyah, yang waktu DAD juga membawakan materi ke-IMM-an.

Saya jadi ingat, bahwa dulu materi ke-IMM-an dipecah jadi tiga materi tersendiri. Yaitu Sejarah, Ideologi, dan Gerakan.

Lanjut ke pos pendinginan, ada Mas Subhan Anani. Itu pos terakhir, semacam tausiyah yang mendinginkan. Subhan Anani adalah ketum komisariat Reformer.

Kenapa saya ingat sekali? Sebab uniknya, ketika saya baru keluar dari area kuburan dan perkebunan, Mas Subhan duduk sendiri disamping sungai kanal kecil dan menyapa : Fahri duduk sini, sebelah saya.

Lho, kok tau nama saya?

Apa ini panitia juga? Takutnya mahluk halus. Sebab sebelumnya saya tidak melihat mas Subhan selama DAD berlangsung.

Tetapi saya yakin kalau dia bagian dari skenario panitia DAD, setelah agak mendekat dan dari jaketnya ada logo IMM. Sebab mata saya minus 1,5, dan apalagi dini hari, sehingga dari kejauhan agak kurang terlihat.

Pengukuhan Sebagai Kader IMM

JJM akhirnya selesai, di lokasi DAD mas Tamam menyambut. Hari itu Mas Tamam tidak ikut menjaga pos, dan sepertinya tidak pernah ikut menjaga pos, sebab konon mas Tamam tidak bisa galak, atau tidak tega lebih tepatnya.

Tradisi saat itu, yang mengukuhkan kader IMM adalah Ketum Cabang atau yang mewakili. Ketum Cabang sejak awal pembukaan tidak terlihat, yang datang mengukuhkan pun juga Mas Ali Muthohirin.

Pengukuhan dilaksanakan jelang subuh, dan saat pengukuhan berlangsung, adzan subuh terdengar berkumandang.

"Siapa ketua alumninya?" Tanya salah seorang panitia/instruktur yang bertampang galak.

Saya maju diminta memegang bendera. Ikrar sebagai kader pun dibacakan. Kami diminta menirukan. Setelah kami menirukan ikrar, maka secara sah kami menjadi kader.

Panitia, instruktur, dan semua yang hadir termasuk kader baru dan tamu dari komisariat luar UIN Malang bernyanyi menyambut kami.

Selamat datang wahai pejuang muda
Dalam IMM kita maju bersama
Ukir sejarah membelah cakrawala
Kita berjuang untuk nusa dan bangsa
Harapan bangsa ada di pundak kita
Sebagai kader muda muhammadiyah
Jadi tumpuan wahai kau tunas muda
Menepis kabut menguak fenomena
Raihlah cita – cita
Membangun nusa bangsa
Mari kita belajar, beramal dan berjuang
Harapan umat Islam
Tuk menuju cita-citanya


Satu per satu bergantian menyalami, sehingga saya pun terharu dan menitikkan air mata. Entah kenapa, padahal saya tahu tidak semua yang bernyanyi tadi juga hafal lagunya, bahkan nampak beberapa orang salah lirik.

Selamat datang wahai pejuang muda. []

ditulis di Blitar, 21 Juli 2018
Ahmad Fahrizal Aziz