loading...

Rabu, 07 Oktober 2015

Adakah Momentum kedua untuk IMM non PTM?



Jelang Musycab (Musyawarah Cabang) biasanya muncul tiga poros besar, yang semuanya dari UMM. Pertama, poros FAI, FKIP, dkk. Kedua, Poros Aufklarung, Fisip, dkk. Poros ketiga, kadang muncul kadang tidak. Terlepas dari poros-poros itu, biasanya ada kekuatan yang cukup dominan, namun sayangnya kurang punya ‘power’ dalam memainkan fungsi strategis. Ialah IMM non PTM (UIN, UB, UM, IBU, dan UK) yang jumlahnya sangat dominan : 11 komisariat dari 21 komisariat.

Biasanya, suara gemuk IMM non PTM ini menjadi sasaran empuk dua poros politik diatas. Tahun 2013, untungnya, IMM non PTM mampu membentuk poros ketiga dan berhasil dominan dalam formatur hingga struktur pimpinan cabang. Namun jangan salah sangka, poros-poros politik itu muncul tidak selalu berkonotasi negatif. Melainkan sebagai ‘proses’ pembelajaran komunikasi massa, dan tentunya berfastabiqul khoirot.

Para kader komisariat yang ada di pimpinan cabang tersebut, akan menjadi lokomotif tambahan untuk kemajuan komisariatnya, karena otomatis ada banyak jaringan yang bisa diakses. Selama ini, IMM non PTM kurang kompetitif dengan IMM UMM karena memang, selama bertahun-tahun, lemah dalam partisipasi politik atau hubungan eksternal. Banyaknya kader yang diproduksi IMM non PTM, jadi semacam ‘gajah bengkak’.

Kelemahan IMM non PTM yang paling fundamental adalah politik, baru kemudian wacana keilmuan. Untuk hal-hal lain, semisal relijiusitas (berbasis ritual dan simbol) bolehlah sedikit berbangga. Kelemahan dalam politik itu berimbas pada banyak hal, misalnya lemahnya komunikasi massa dan forum, lemahnya penguasaan isu, hingga lemahnya jaringan. Kelemahan dalam wacana kelimuan tersebut, juga berimbas pada lemahnya berbagai metodologi, baik yang bersifat perkaderan ataupun kelembagaan.

Kita tak bisa memungkiri, dalam bidang politik dan keilmuan, Komisariat Tamadun FAI menjadi primadona, karena dalam politik, Komisariat ini selalu dominan. Bahkan ketika IMM Cabang Malang diduduki mayoritas kader non PTM, Manuver politik FAI masih sangat kuat. Untuk pengaturan kelembagaan dan strukturalisasi kader, komisariat Aufklarung bisa menjadi contoh bagi komisariat yang lain. Maka tak heran, kedua komisariat ini menjadi kekuatan yang sangat dominan ketika Musycab berlangsung.

IMM non PTM, tentu butuh waktu untuk menata diri. Menata internal pun tidak cukup, butuh partisipasi eksternal. Moment Musycab menjadi peristiwa paling mencolok untuk mengukur kapabilitas komisariat. Mana yang paling siap berperan secara eksternal, dan mana yang sudah lelah karena energinya habis untuk mengurus internal.

Dalam prediksi saya, alur Musycab 2015 yang akan digelar akhir Februari ini akan dengan mudah dikendalikan dua poros besar. Namun saya juga tak tahu apakah akan ada manuver politik dari IMM non PTM. Akan tetapi, melihat kultur yang ada, baik UMM maupun non PTM tengah mengalami ‘perceraian kultural’. Salah satu indikasinya, sudah tak ada lagi wadah kultural yang mempertemukan idelisme bersama.

Pada tahun 2013, sempat muncul forum komunikasi ketua komisariat, sempat muncul wacana cabang dua, muncul juga forum IMM non PTM. Semua itu adalah forum kultural.

Untuk itu, betatapun kompleksnya arena Musycab nanti, IMM non PTM tentu harus bisa menentukan sikap. Jika belum berminat untuk membangun poros baru, tak ada salahnya untuk meneliti dua poros yang ada. Mendalami isu dan wacana yang berkembang. Serta berembuk bersama (jangan tercerai berai). Karena suara 11 komisariat itu sangat menentukan, terutama ketika forum deadlock dan harus dilangsungkan voting.

Tinggal menantikan, siapakah inisiator yang akan muncul, terutama di IMM non PTM. Siapakah sosok yang akan menjadi penggerak dalam suksesi Musycab ini. Karena tidak mungkin, bahtera IMM non PTM yang berjumlah 11 komisariat tersebut akan berjalan tanpa komando. Dan pertanyaan yang paling urgen, siapakah yang akan menjadi calon formatur dari 11 komisariat IMM non PTM?

Apakah kegemilangan IMM non PTM di Musycab 2013 yang lalu akan berlanjut? Sekarang saya hanya bisa menyimak, dan semoga muncul sosok inisiator tersebut. Amin.
16 Februari 2015
A Fahrizal Aziz