loading...

Rabu, 07 Oktober 2015

Berkibarlah Ikatanku



Musykom tahun ini saya tidak bisa hadir di tiga komisariat. Tahun lalu, hanya bisa hadir di Musykom pelopor, itu pun tidak penuh. Tidak sempat mengikuti LPJ yang (kabarnya) begitu seru. Kemaren, waktu mendapatkan sms Jannah, Sayida, dan Luthfi untuk mampir di acara Musykom, saya harus menghadiri acara yang diadakan LPM “Laun” STIT Al Muslihun Tlogo Kab Blitar, di dusun tingal kec. Garum, daerahnya lumayan pelosok. Disana, selain berbicara soal media mahasiswa, salah satu yang dibahas adalah “Klarifikasi” atas sejarah PKI. Hadir pula aktivis NGO yang concern terhadap isu HAM Berat, salah satunya kasus pembantaian PKI

Blitar selatan, termasuk daerah saya, pada periode tahun 1965-1967-an menjadi tempat eksodus para kader PKI. Kala itu, tengah meledak konflik di Madiun yang kita kenal dengan istilah G30S PKI. Konon, pemimpin tertinggi PKI Jawa Timur, Ruslan Widjajasastra juga melarikan diri ke Blitar selatan, dan bersembunyi di gua umbultuk.

Hampir semua yang hadir, entah itu aktivis LPM atau aktivis NGO, adalah kader NU dan sekaligus PMII. STIT (Sekolah tinggi Ilmu Tarbiyah) pun juga lembaga dibawah payung NU. Bahkan PMII menjadi OMEK tunggal disana. Ini adalah untuk pertama kali saya berinteraksi dengan kader-kader PMII, meski dalam wadah yang berbeda, LPM dan NGO. Tapi kentalnya loyalitas mereka terhadap PMII bisa terlihat ketika mengakhiri salam, selalu menggunakan “Wallohul Muqafiq”.

Di Blitar, karena saya aktif di Forum Lingkar Pena, dulu saya sering berinteraksi dengan KAMMI. Bahkan beberapa kali saya mendapatkan sms dari ketua Umumnya jika ada kajian, atau lebih tepatnya Liqo’ / Halaqoh. Pernah juga berkunjung di Komisariat HMI Blitar, yang ternyata pimpinan Cabangnya masih ikut PC HMI Tulung Agung. Yang belum, dan entah kenapa bisa belum, justru bertemu dengan kader-kader IMM Cabang Blitar, yang sekitar dua tahun lalu diresmikan oleh Mas Najih, ketua DPD IMM Jawa Timur.

Pernah sekali mengirim sms kepada Atim, ketua PC IMM Blitar, pernah dibalas sekali. Kemaren, waktu TMO koms. Pelopor di Bedengan, saya sebenarnya ingin hadir karena diminta mengisi materi analisis komisariat. Tapi entah apa yang terjadi, tidak bisa datang sesuai undangan, bahkan tidak bisa datang sama sekali.

Itu menunjukkan, interaksi saya dengan IMM memang sudah sangat jauh berkurang. Baik secara kultural, apalagi struktural. Tapi, idealisme saya tetaplah IMM. Meski tidak selalu menggunakan “Billahi fi sabilil haq”. IMM adalah wadah konstruktif, corong untuk mengasah ketajam berfikir dan menemukan meaning (makna). Dengan sumbangsihnya yang sebesar itu, tentu tidak mungkin melupakan IMM begitu saja. Saya masih aktif, setidaknya untuk mempromosikan gagasan ke-IMM-an dan ke-Muhammadiyah-an, melalui Segelas Kopi Untuk Ikatan.

Saya masih mengikuti perkembangan IMM, ataupun gerakan kultural yang menyertainya, entah melalui media sosial, media massa, atau sekedar informasi dari teman-teman. Saya juga tahu jika Pradana Boy ZTF, Kakanda paling populer di IMM Malang itu, baru saja terpilih menjadi ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jawa Timur. Pradana Boy, yang asli kakanda IMM itu, pernah di sebut oleh Prof. Imam Suprayogo sebagai Cak Nur masa depan. Tentu “Cak Nur” disini tidak sesederhana sebagai pengganti Nurcholish Madjid, terutama dalam percaturan pemikiran Islam.

Namun, jika memang Pradana Boy akan menjadi Cak Nur masa depan, maka itu berarti, IMM akan menjadi organisasi yang cukup diperhitungkan pula. HMI besar karena Cak Nur, bahkan NDP (Nilai Dasar Pergerakan) yang konstruktif itu, dibuatkan langsung oleh Cak Nur. Jadi tak ada salahnya untuk mempersiapkan diri mulai dari sekarang, sebagai bagian dari “Transisi”. Bukan transisi PSSI yang invalid itu, tapi transisi untuk bersama-sama menjadi sayap bagi kemajuan IMM. Secara hirarkis, semangat itu harus dimulai dari komisariat.

Reformer dan Revivalis baru saja memiliki nahkoda baru. Akbar dan Afaf. Dua nama yang memang tidak bisa diragukan kapasitasnya. Saya pernah bertemu dan berbincang dengan mereka berdua. Tinggal menunggu siapakah nahkoda baru pelopor, yang menurut prediksi saya, panggilan inisialnya juga “A”. Tapi entahlah.

Berkibarlah Ikatanku. Fastabiqul Khoirot!