Teman-teman, saya
mendapatkan bocoran dari OMEK sebelah bahwa mereka telah menyusun rencana untuk
menggaet kader sebanyak-banyaknya. Ada beberapa level penjaringan, mulai dari
OPAK, OSFAK, OSJUR, Kelompok Studi, Kelompok Diskusi, hingga ‘penjaringan
asmara’. Sementara, saya berusaha mengingat-ingat apa kira-kira upaya IMM dalam
menjaring kader –selain hanya—duduk di stand dan menyebarkan brosur.
Padahal, informasi valid
dari salah satu OMEK itu menyebutkan, sekalipun mereka mampu menjaring banyak
kader, akan tetapi masih ‘galau’ untuk mengelolanya. Misalkan berhasil terjaring 100, belum tentu bisa
bertahan 50. Lantas saya berfikir, apalagi IMM?
Lalu saya mencoba menganalisis
secara alamiah, bahwa memang kita tak “punya waktu” untuk mempersiapkan ini
semua. Kita tak punya “kuasa penuh” di lembaga intra atau lembaga-lembaga
lainnya, kita pun juga tak punya kelompok studi atau kelompok diskusi.
Penjaringan kita alamiah dan tak terkelola. Kita belum memanfaatkan potensi
terbaik kita untuk Ikatan dan Ummat (warga kampus). Kita –entah budaya atau
karena malas—slow saja menanggapi ini.
Saya sendiri, ketika
menjadi kader IMM, mencoba melakukan eksperimen-eksperimen dengan membentuk
kelompok-kelompok. Saya tahu, kala itu kita tak punya “pengaruh” di intra, UKM,
atau lembaga resmi kampus. Akhirnya jalan satu-satunya adalah dengan membuat
kelompok studi atau diskusi. Saya membuat Komsata (Komunitas Syariah-Tarbiyah)
bersama teman-teman pelopor. Membuat Almaun Community lokal UIN dan lokal
Malang raya bersama teman-teman IMM lainnya. Namun memang kurang maksimal. Tapi
dampak terbesarnya adalah ketika kita mampu mendudukkan kader kita menjadi
ketua PC IMM Malang dan 50% kursi bidang diisi kader NON PTM. Ini adalah
sejarah baru di IMM Malang raya.
Dari situ, setidaknya
kader-kader IMM diluar kampus UMM, tak lagi merasa minder. Dan kita punya
kepercayaan diri kalau kita mampu bersaing dengan kader-kader IMM UMM yang
terkenal lantang, cerdas, dan besar itu. Bukan berarti kita bermusuhan, tapi
ini dalam rangka fastabiqul khoirot.
Selain itu, kami bersama PC
IMM Malang juga membentuk tim riset. Harapannya, selain menumbuhkan skill
kader, juga sebagai ajang bergaining posisition. Karena sebuah organisasi,
dilihat dari kreatifitas dan inovasi yang dibuat. Bukan besar-kecilnya. Jika
dinilai besar-kecilnya, itu tak akan bertahan lama.
Teman-teman, sekarang tentu
saya tak bisa seperti dulu lagi yang “jempalikan”. Saya menyadari kalau upaya massif
ke atas tak bertautan gerbong dengan yang dibawah. Misalkan ketika PC IMM
Malang kita “kuasahi”, kita lupa membawa gerbong komisariat UIN Malang.
Sekarang, kita harus
bangkit. Saya pribadi membuka diri untuk membantu akselerasi gerakan dalam
bidang keilmuan dan media. Saya siap menyambungkan jaringan keilmuan,
menautkannya dengan JIMM, PSIF, Intrans, MCW, Khalam hingga media-media non
mainstream. Kebetulan, saya tengah membangun media online profesional bertajuk
bilik-kata.com yang akan di launching pertengahan bulan ini. Silahkan ikut
berkarya disana, kalau belum bisa membuat tulisan. Ayo belajar bersama.
Untuk jaringan ke internal
IMM Malang raya, bisa menghubungi Mas Yusuf Hamdani selaku ketua PC IMM Malang
dan Mas Fajrin Dwi K. Jejaring dakwah semisal menggembirakan masjid-masjid
Muhammadiyah dan gerakan2 dakwah lainnya, silahkan langsung menghubungi Mas
Rasikh Adila. Kalau ke jejaring lain semisal PWM dsj bisa ke Mas Imam Habibie.
Pengayaan kelembagaan dan
keorganisasian bisa ke Mas Surya Nur Pradani. Belajar Bisnis bisa ke Cak
Taufiq. Jejaring kebahasaan bisa ke Cak Faruq, Cak Subti. Jaringan beasiswa
bisa langsung ke Pak Jaiz melalui pengurus struktural komisariat masing-masing.
Apa yang kurang dari IMM?
Yang kurang adalah kemauan kita memanfaatkan jaringan yang ada ini. Kita masih
cenderung diam dan yang lain sudah berlari. Ayo semangat. Saya dan yang lain
juga akan terus berfastabiqul khoirot di wilayahnya masing-masing. Entah di
struktural yang diatasnya atau di wilayah2 kultural.
Fastabiqul Khoirot.