loading...

Jumat, 01 Mei 2015

Ketika IMM diam, dan yang lain berlari



Teman-teman, saya mendapatkan bocoran dari OMEK sebelah bahwa mereka telah menyusun rencana untuk menggaet kader sebanyak-banyaknya. Ada beberapa level penjaringan, mulai dari OPAK, OSFAK, OSJUR, Kelompok Studi, Kelompok Diskusi, hingga ‘penjaringan asmara’. Sementara, saya berusaha mengingat-ingat apa kira-kira upaya IMM dalam menjaring kader –selain hanya—duduk di stand dan menyebarkan brosur.


Padahal, informasi valid dari salah satu OMEK itu menyebutkan, sekalipun mereka mampu menjaring banyak kader, akan tetapi masih ‘galau’ untuk mengelolanya. Misalkan  berhasil terjaring 100, belum tentu bisa bertahan 50. Lantas saya berfikir, apalagi IMM?

Lalu saya mencoba menganalisis secara alamiah, bahwa memang kita tak “punya waktu” untuk mempersiapkan ini semua. Kita tak punya “kuasa penuh” di lembaga intra atau lembaga-lembaga lainnya, kita pun juga tak punya kelompok studi atau kelompok diskusi. Penjaringan kita alamiah dan tak terkelola. Kita belum memanfaatkan potensi terbaik kita untuk Ikatan dan Ummat (warga kampus). Kita –entah budaya atau karena malas—slow saja menanggapi ini.

Saya sendiri, ketika menjadi kader IMM, mencoba melakukan eksperimen-eksperimen dengan membentuk kelompok-kelompok. Saya tahu, kala itu kita tak punya “pengaruh” di intra, UKM, atau lembaga resmi kampus. Akhirnya jalan satu-satunya adalah dengan membuat kelompok studi atau diskusi. Saya membuat Komsata (Komunitas Syariah-Tarbiyah) bersama teman-teman pelopor. Membuat Almaun Community lokal UIN dan lokal Malang raya bersama teman-teman IMM lainnya. Namun memang kurang maksimal. Tapi dampak terbesarnya adalah ketika kita mampu mendudukkan kader kita menjadi ketua PC IMM Malang dan 50% kursi bidang diisi kader NON PTM. Ini adalah sejarah baru di IMM Malang raya.

Dari situ, setidaknya kader-kader IMM diluar kampus UMM, tak lagi merasa minder. Dan kita punya kepercayaan diri kalau kita mampu bersaing dengan kader-kader IMM UMM yang terkenal lantang, cerdas, dan besar itu. Bukan berarti kita bermusuhan, tapi ini dalam rangka fastabiqul khoirot.

Selain itu, kami bersama PC IMM Malang juga membentuk tim riset. Harapannya, selain menumbuhkan skill kader, juga sebagai ajang bergaining posisition. Karena sebuah organisasi, dilihat dari kreatifitas dan inovasi yang dibuat. Bukan besar-kecilnya. Jika dinilai besar-kecilnya, itu tak akan bertahan lama.

Teman-teman, sekarang tentu saya tak bisa seperti dulu lagi yang “jempalikan”. Saya menyadari kalau upaya massif ke atas tak bertautan gerbong dengan yang dibawah. Misalkan ketika PC IMM Malang kita “kuasahi”, kita lupa membawa gerbong komisariat UIN Malang.

Sekarang, kita harus bangkit. Saya pribadi membuka diri untuk membantu akselerasi gerakan dalam bidang keilmuan dan media. Saya siap menyambungkan jaringan keilmuan, menautkannya dengan JIMM, PSIF, Intrans, MCW, Khalam hingga media-media non mainstream. Kebetulan, saya tengah membangun media online profesional bertajuk bilik-kata.com yang akan di launching pertengahan bulan ini. Silahkan ikut berkarya disana, kalau belum bisa membuat tulisan. Ayo belajar bersama.

Untuk jaringan ke internal IMM Malang raya, bisa menghubungi Mas Yusuf Hamdani selaku ketua PC IMM Malang dan Mas Fajrin Dwi K. Jejaring dakwah semisal menggembirakan masjid-masjid Muhammadiyah dan gerakan2 dakwah lainnya, silahkan langsung menghubungi Mas Rasikh Adila. Kalau ke jejaring lain semisal PWM dsj bisa ke Mas Imam Habibie.

Pengayaan kelembagaan dan keorganisasian bisa ke Mas Surya Nur Pradani. Belajar Bisnis bisa ke Cak Taufiq. Jejaring kebahasaan bisa ke Cak Faruq, Cak Subti. Jaringan beasiswa bisa langsung ke Pak Jaiz melalui pengurus struktural komisariat masing-masing.

Apa yang kurang dari IMM? Yang kurang adalah kemauan kita memanfaatkan jaringan yang ada ini. Kita masih cenderung diam dan yang lain sudah berlari. Ayo semangat. Saya dan yang lain juga akan terus berfastabiqul khoirot di wilayahnya masing-masing. Entah di struktural yang diatasnya atau di wilayah2 kultural.

Fastabiqul Khoirot.