loading...

Jumat, 01 Mei 2015

Miss Immawati dan tiga tipikal perempuan




Subuh-subuh sekali saya sudah memanaskan motor beat merah kesayangan. Bapak dan Emak terlihat heran, mau kemana subuh-subuh begini? Tak biasa-biasanya. Saya lirik jam dinding, masih menunjukkan pukul 04.12. Saya teringat jika ini tanggal 5 April 2014, hari sabtu, dan saya harus ke Malang karena pagi ini ada Miss Immawati. Kebetulan saya di telepon suruh menjadi juri. Akhirnya pagi-pagi sekali, sekitar jam 05.00, selepas shalat subuh, saya langsung tancap gas dari Blitar menuju Malang. Dingin masih meranggas, tapi saya tidak ingin datang terlambat, menurut informasi acara di mulai pukul 08.00. saya harus tepat waktu. Karena ini komitment.


Jarak Blitar-Malang sekitar 96 Kilometer, secara normal bisa ditempuh dalam waktu 150 menit. Apalagi jalanan masih sepi, paling hanya truk-truk besar yang memadati, itupun hanya satu dua. Sembari menikmati perjalanan menuju Blitar-Malang, saya mengingat-ingat kembali puluhan artikel yang pernah saya baca seputar perempuan, dan kenapa di IMM sendiri harus muncul bidang Immawati? Lalu untuk apa acara Miss Immawati tersebut?

Dan itu bertepatan dengan kegemaran saya yang baru-baru ini mempelajari tentang Feminisme. Mula-mulanya saya tertarik dengan sebuah buku yang berjudul “Pengantin dan Pelacur adalah saya” karya Kris Budiman. Saya membeli buku itu, membacanya dan rasanya deg-deg syer. Saya obrak-abrik lagi tumpukan buku yang pernah saya dapat gratisan dari Pak Ahmad “Alex” Djunaidi (Editor Senior The Jakarta Post) yang berjudul PORNO dan Jurnalisme Keberagaman. Bodohnya saya. Ternyata saya sudah punya buku tentang feminisme, dan baru menyadarinya setelah lama “tak terjamah” karena (masih) harus membaca buku lain yang belum terbaca.

Saya juga baru ngeh kalau novel-novel Ayu Utami yang fulgar itu, novel Nawal El Sadawi yang emosional itu, Novel Djenar Maesa Ayu, dan beberapa karya sastra klasik seperti siti Nurbaya, burung-burung rantau, Canting dan Putri, manusia bebas, senja di Jakarta, itu adalah karya yang secara tersirat maupun tersurat mengangkat tema-tema feminisme. Sebuah karya yang sangat falosentrik dan emansipatif, dan itu sudah berlangsung sejak dulu, sejak angkatan Marah Rusli, Sutan Takdir Alisahbana, N.H Dini, A.A Navis hingga Pramoedya Ananta Toer.

Kenapa saya mengambil contoh dari novel-novel? Karena itulah jejak-jejak yang terdokumentasi. Meskipun Falosentrisme sudah pernah muncul di era R.A Kartini dengan karya fenomenalnya “Habis gelap terbitlah terang”. Karena nalar kepotologi itulah, saya akhirnya dengan giat mencari literature tentang feminisme dan walhasil, ada satu sosok feminis yang menyeruak, tapi juga tak terlalu dikenal banyak pihak, terutama kader-kader IMM dan terutama Immawati. Dia adalah Gadis Arivia, putri dari Atikah yang merupakan aktivis Aisyiyah, organisasi perempuan Muhammadiyah yang kiprah dan gerakannya jauh melampaui oranisasi perempuan lain di tanah air.

Saya tak bermaksud mengaitkan lahirnya bidang Immawati dan acara miss Immawati yang diadakan IMM Koms. Reformer ini dengan gerakan falosentris. Tapi jika direnungi, mungkin agak ada keterkaitan. Jangan-jangan, demam falosentrisme –entah secara sadar atau tidak—telah memberikan ilham dan inspirasi untuk keberlangsungan acara miss Immawati ini. saya tidak tahu. Mungkin Immawati Umi Mahtum dan segenap pengurus komisariat Reformer yang bisa menjawabnya.

Tapi tidak masalah. Justru diadakannya acara miss Immawati ini akan semakin memperkaya progam-progam baru di IMM, terutama di IMM UIN Malang. Setiap ide/gagasan dari kader, sekecil apapun harus dihargai. Apalagi acara sekaliber Miss Immawati ini. IMM akan besar jika ruang “kemerdekaan berfikir” dan “kemerdekaan ide” itu terbuka lebar. Senior tidak boleh terlalu intervensi, ini adalah era mereka (Para pimpinan harian) untuk berinovasi, berkreasi, dan berproses mendewasakan diri. Toh, hanya satu tahun kepengurusan. Silahkan lakukan hal se “gila” mungkin. Jika perlu.

Ini pula yang pernah saya sampaikan ke salah seorang pengurus di IMM Koms. Pelopor. Jikalau apa-apa yang dulu pernah dikerjakan senior ada yang kurang pas. Misalkan konsep DAD, Mekanisme keorganisasian, hingga progam-progam yang ada perlu di evaluasi. Silahkan di evaluasi, jika perlu di rubah, silahkan di rubah. Jika ada gagasan/ide/uneg-uneg dan lain-lain, silahkan diungkapkan. Lalu bagaimana jika akhirnya gagal? Jika akhirnya tidak lebih baik dari sebelumnya? Tidak apa-apa. Gagal tidak masalah, tidak lebih baik dari sebelumnya juga tidak masalah. Asalkan jangan pernah berhenti belajar. Jangan pernah berhenti berproses. Jatuh bangkit lagi. Gagal bangkit lagi. Hancur lebur bangkit lagi. Itu adalah sebuah pembelajaran yang berharga.

Dalam perjalanan menuju Malang tersebut. Saya sudah mengantongi sedikit hal tentang bidang Immawati, Miss Immawati, feminisme dan gerakan falosentris. Hanya saja, tidak mungkin saya sharingkan di forum. Apalagi (mohon maaf), pemahaman sebagian besar Immawati baik di UIN Malang maupun se-Malang raya tentang feminisme begitu rendah. Saya tidak bermaksud merendahkan Immawati. Tapi itu sejauh yang saya pahami. Jika ada yang memprotes, tentu saya akan sangat senang sekali.

Untuk itu, rasa-rasanya Miss Immawati ini sangat tepat sekali untuk diadakan sebagai bentuk “memperkenalkan diri”. Inilah Immawati! Dan inilah kami! Kenapa? Karena selama ini Immawati terlalu pendiam. Pertanyaannya, apa karena Immawan yang terlalu dominan atau karena Immawati memang pendiam. Jika alasan yang pertama, maka perlu adanya gerakan feminisme, atau falosentrisme. Jika alasannya yang kedua, maka cukup membangun kembali saja “suara” Immawati.

Tapi perlu dipahami, feminisme atau falosentrisme bukan sebuah upaya untuk “melawan” atau “meniadakan” laki-laki. Tapi adalah upaya memberi ruang yang sama dalam konteks ke-umuman. Maksudnya, perempuan akan sangat berbeda dengan laki-laki dalam hal-hal khusus semisal melahirkan dan menyusui, karena itu hanya bisa dilakukan laki-laki. Dalam hal lain, misalkan dalam pengambilan keputusan, dalam debat argument, dalam pengelolaan organisasi, semua sama. Tidak ada yang berbeda.

Contoh sederhana, dalam sebuah kepanitiaan DAD, Immawati rata-rata selalu ditempat pada posisi-posisi non-fundamental. Misalkan sie. Konsumsi, yang memasak air, menyiapkan makanan jika ada tamu, mencuci piring, gelas, dan menyiapkan snack-snack. Disatu sisi, para Immawan yang (tidak paham Gender) selalu beranggapan jika itu memang tugas perempuan, itu memang ahlinya perempuan, itu memang keharusan bagi perempuan. Nah, disinilah paham feminisme itu harus dimunculkan.

Bagaimana caranya? Apakah berganti tugas? Immawan yang memasak air, menyiapkan snack dan mencuci piring, atau bagaimana? Dan Immawati tidak mau lagi melakukan urusan-urusan dapur tersebut dengan alasan kesetaraan gender? Tentu tidak sesederhana itu. Dan feminisme memang bukan seperti itu. Itulah pemahaman yang salah kaprah selama ini.

Feminisme adalah upaya revolusi mindset dan memahami posisi perempuan bukan sebagai hal yang bersifat komplementer (pelengkap). Tapi feminisme mencoba membangun kesadaran jika tugas ke-umuman adalah tugas bersama. Misalkan, laki-laki jangan alergi untuk ke dapur, memasak, mencuci piring, menyapu rumah, mengasuh anak, dan dengan mudah mengklaim jika itu harusnya tugas perempuan. Ada kalanya Istri tidak bisa melakukan hal-hal tersebut karena berapa alasan. Laki-laki tidak boleh menuntut Istri begini begitu, misalkan, dia menuntut Istrinya agar selalu berpakaian seksi ketika di rumah dan tampil cantik agar dirinya tak bosan. Jika Istri menuntut balik, maka itu dianggap melanggar agama dan laki-laki bisa leluasa memukulnya karena ada dalil (tafsir yang membolehkan).

Feminisme adalah upaya untuk saling memahami satu sama lain, mengerti satu sama lain. dalam konteks Miss Immawati tersebut, diharapkan akan membuka satu ruang khusus agar sosok Immawati semakin kuat dan setelah itu mampu bergumul dengan para Immawan baik dari segi pemikiran, gerakan dan keorganisasian. Untuk itu saya menyarankan, jikalau progam ini dilanjut tahun depan, atau ada komisariat lain yang mengadopsi progam ini, tak ada salahnya untuk membuat RTL (Rencana tindak lanjut) pasca acara. Sekaligus untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan Miss Immawati. Sudahkan kira-kira, Immawati itu menunjukkan gadingnya?

Untuk itu, Miss Immawati tentu berbeda dengan Miss Indonesia dan ajang-ajang sejenisnya yang lebih mengeksplore tubuh dan kecantikan. Atau bahasa lainnya, Komersialisasi tubuh. Miss Immawati tentu memiliki tujuan yang lebih mulai, bukan bertujuan untuk komersialisasi Immawati tau mempertontonkan Immawati. Melainkan melihat sejauh manakah Immawati mampu menjadi sosok/tokoh yang ikut berperan aktif, tidak hanya secara fisik melainkan juga secara moral dan pemikiran.

Untuk itu, saya akan memaparkan tiga tipikal perempuan, hasil dari beberapa buku atau artikel yang saya baca, serta mengamati fenomena di masyarakat :

Pertama, adalah perempuan yang memiliki Hypno-women. Rata-rata, perempuan tipe ini memiliki daya tarik secara fisik. Ia cantik, jelita, dan menggoda. Barangkali, penyanyi dangdut koplo, model seksi, penari stripis, dan sejenisnya itu masuk kriteria ini. ia bisa menghipnotis laki-laki dengan gaya sensualnya. Namun tipe pertama ini tentu tidak begitu relevan jika dikaitkan dengan Miss Immawati.

Kedua, adalah perempuan yang memiliki Inner beauty. Tipe kedua ini agak berbeda. ia memiliki daya tarik yang tinggi, namun tidak secara fisik. Secara fisik mungkin saja menarik, tapi bukan itu yang utama. Melainkan bisa karena kecerdasannya, wawasan yang dimiliki, serta bakat alamiah yang jarang dimiliki banyak perempuan. Banyak orang akan tertarik dengan dia, tapi bukan secara fisik yang utama.

Kedua, adalah Inspiring women. Ini menurut saya level yang paling tinggi. Perempuan pada level ini akan memiliki magnet yang kuat dan bermartabat. Lelaki, meskipun hidung belang seperti apapun, akan segan dengannya. Kecantikannya terpancar dari sikap, wawasan, dan perilaku yang membuat perempuan lain termotivai untuk menjadi seperti dia (dalam hal kebaikan sikap, wawasan, dan perilaku). Mungkin saja secara fisik ia tak se-bohay tipe Hypno-women, tapi ia bisa memiliki magnet yang kuat dan orang lain menaruh hormat yang tinggi padanya.

Untuk itu, saya berharap para peserta Miss Immawati, atau Immawati secara umum, akan menjadi seorang Inspiring women. Yang kuat, berkarakter, dan mampu memotivasi yang lain untuk menjadi lebih baik lagi dalam berproses dalam kehidupan dan berdakwah dalam Ikatan.

Akhirnya, saya berhasil tiba di tempat acara pukul 07.58. setelah sempat sarapan roti dan segelas susu kemasan di Alfa Mart terdekat sambil melepas lelah. Acara baru dimulai pukul 09.47. rasa kantuk tiba-tiba menyergap, karena semalam saya tidur jam diatas jam 00.00 dan bangun sekitar jam 03.30. Acara Miss Immawati sendiri baru selesai sekitar jam 14.15. sehabis acara saya masih diajak Yusuf untuk ngopi, sampai ashar habis. Malamnya ba’da magrib ada acara futsal dengan kader-kader Komisariat. Untung saja, saya tak terlalu memforsir tenaga.

Sepulang futsal saya masih berbincang dengan tamu dari IMM Surabaya yang kebetulan mampir di Komisariat Pelopor. Tubuh saya sudah sangat lelah. Tidur hanya 3 jam, perjalanan Blitar-Malang dengan motor 2,5 jam. Menjadi juri sampai sore, ngopi, futsal, dan ngobrol. Saya baru bisa tidur sekitar jam 23.56. padahal besok pagi jam 05.00 saya harus ke Surabaya. Saya sudah memesan tiket pesawat ke Bandung. Dan itu tidak boleh telat. Untung saja saya bisa bangun jam 04.00. walhasil, saya terlelap di dalam pesawat dan tidak bisa menikmati pemandangan indah dari atas awan.

Lelah memang. Tapi kita harus mensyukuri nikmat sehat ini, nikmat silaturahim ini, dan nikmat waktu yang telah diberikan Allah kepada kita. Selamat untuk IMM Koms. Reformer atas terselenggaranya Miss Immawati. Selamat kepada Alam, Umi, Fitri, Robeto, Lely, Fuad, dkk. Selamat untuk Retno yang terpilih menjadi Miss Immawati. Selamat kepada Fairuz, Terry, Nisa, Fadila, Nanda yang telah berkompetisi di acara ini. meski lelah dan ngantuk, saya masih bisa menyumbangkan satu buah lagu, meski suara cempreng dan lirik agak lupa-lupa dikit. Hehe

Selamat berproses. Fastabiqul Khairot.


Bandung, 6 April 2014 20:22 wib
A Fahrizal Aziz
Mantan Kabid Riset dan Pengembangan keilmuan PC IMM Malang