loading...

Kamis, 09 April 2015

Amien Rais dan Jokowi



Kritik Amien Rais kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akhir-akhir ini memang begitu mengejutkan publik. Setidaknya, di media ditulis 3 kali Amien Rais mengkritik Jokowi. Pertama, Amien mengkritik jika Jokowi masih belum berhasil mengelola Solo. Masih banyak kemiskinan dan wilayah kumuh. Kedua, Amien mengkritik tentang nasionalisme Jokowi. Ketiga, Jokowi bisa saja bernasib sama dengan Joseph Estrada. Kritik-kritik itu membuat publik bertanya-tanya, kenapa tokoh sekaliber Amien Rais mengeluarkan kritik yang begitu tajam kepada tokoh asal solo yang namanya kini sedang naik daun itu?


Amien Rais memang seorang kritikus yang pemberani. Kritik-kritik tajamnya sudah sejak lama menghiasi layar media massa, terlebih ketika pada tahun-tahun terakhir kepemimpinan Presiden Soeharto. Padahal, tak banyak tokoh yang dulu mengkritik Soeharto. Media pun tatkala memberikan kritik yang agak tajam dengan Soeharto, pasti dibredel, dan Amien Rais dengan beraninya melawan arus sehingga meledaklah reformasi. Apakah kritik yang dilakukan Amien Rais terhadap Jokowi kali ini merupakan upaya ‘melawan arus’ sebagaimana kritik yang dilayangkan Soeharto dulu?

Jika menilik era 1998, ketika Amien Rais dengan keras mengkritik Soeharto dan ketika rezim Soeharto tumbang, maka Amien Rais mendirikan PAN serta turun dalam kontestasi Politik, bahkan Amien kemudian terpilih sebagai ketua MPR dan memiliki kewenangan besar dalam mengamandemen UUD 1945, di masa kepemimpinannya, UUD diamandemen selama 4 tahap. Kondisi politik kala itu memberikan sebuah penjelasan realistis jika kritik Amien tidak lepas dari ‘hasrat’ politiknya. Terlebih di tahun 2004, mantan ketua PP Muhammadiyah tersebut mencalonkan diri sebagai Presiden.

Lantas bagaimana dengan kritik tajam yang dilayangkannya untuk Jokowi? Kini Amien memang menjabat sebagai ketua MPP PAN, namun Partai berlambang matahari tersebut telah berikrar jika Hatta Rajasa lah yang akan maju menjadi RI 1. Ditambah akhir-akhir ini –pasca Pilpres 2004— geliat Amien di dunia politik juga sedikit redup, tak banyak bersuara lantang sebagaimana dulu ketika rezim Soeharto. Sehingga, ketika ada yang menafsirkan jika Amien Rais memiliki ‘hasrat’ Politik 2014, maka mungkin banyak yang skeptis.

Jokowi kini menjadi tokoh yang cukup menyeruak di panggung politik kita, banyak yang mengelu-elukannya untuk maju di Pilpres 2014, hasil survey juga selalu menuliskan namanya sebagai tokoh papan atas, ia dicintai banyak orang dengan sikap sederhana dan merakyatnya. Sehingga, ketika Amien Rais mengkritik Jokowi, tentu itu sebuah tindakan yang berani, sama halnya ketika Amien mengkritik Soeharto. Bedanya Jokowi kini sedang naik daun, jika ada yang mengkritik, maka akan banyak yang membelanya, dan Amien berani sekali.

Namun perlu diingat juga, Amien Rais bukan tokoh sembarangan, apalagi dengan posisinya hari ini, dimana Amien sudah sangat jauh dari hingar bingar Politik. Sehingga bisa jadi kritik yang dilayangkan Amien lebih bersifat natural, tidak mengada-ada, tanpa tendensi yang lebih dalam. Setidaknya perlu analisis yang lebih mendalam untuk mengkaji kritik Amien terhadap Jokowi.

Dengan nuansa seperti ini, ketika Jokowi banyak dipuji-puji, disayangi, dirindukan, di elu-elukan, bisa saja membuat suasana hati Jokowi terlena. Ibaratnya, seorang yang ketika hanya mendapat pujian, maka ia akan terlena dan melihat keadaan hanya dari satu sisi. Sebagai Orang tua, mungkin Amien bermaksud mengingatkan tokoh muda Jokowi agar tetap tegap menatap kedepan, tidak terlena dengan pujian, dan semakin tertantang untuk lebih memperbaiki gaya kepemimpinannya. Sekalipun Amien Rais harus mempertaruhkan nama baiknya, di hujat sana-sini dan dicaci maki. Semoga Masyarakat kian dewasa membaca berita-berita di media. Wallohu’alam

Blitar, 3 oktober 2013
A Fahrizal Aziz