loading...

Senin, 20 April 2015

Chaerul Umam, dan spirit karya seni umat Islam



Berita tentang meninggalnya sutradara kenamaan ini membuat saya terkejut, kematian memang adalah takdir Allah, namun dalam benak yang paling dalam saya berfikir, adakah sosok seniman lain yang akan mengisi kekosongan pasca meninggalnya Chaerul Umam? Karena beliau bukan saja seorang sutradara film, beliau juga seorang muslim yang taat. Nilai-nilai Islam terlihat kuat di beberapa filmnya, seperti Ramadhan dan Ramona, Fatahillah, atau yang terakhir ini, Ketika Cinta bertasbih. Sinetron besutan Chaerul Umam yang dulu sering saya tonton berjudul “Astagfirullah” jelas sekali nampak pesan kehidupan yang mendalam. Kepergiannya kini, membawa duka yang mendalam sekaligus kekosongan akan semakin menipisnya seniman-seniman Muslim.


Setelah Dedy Mizwar memutuskan terjun ke dunia politik dan terpilih sebagai wakil gubernur Jawa Barat, saya sedikit sedih, itu berarti Dedy Mizwar akan lebih disibukkan oleh aktifitas birokrasinya dibanding membuat film yang segar dan Islami. Maka dalam beberapa tahun kedapan, bisa dipredksi film-film karya sutaradara muslim yang memiliki integritas dalam berkarya, akan semakin berkurang. Kepergian Chaerul Umam, menambah deretan kekosongan itu semakin panjang.

Seniman merupakan sebuah profesi yang begitu penting dalam kehidupan ini, entah itu seorang sastrawan, sutradara, musisi, dan sejenisnya. Mereka berdakwah dengan sebuah karya yang lebih visual dan menyentuh hati Masyarakat. dalam Dakwahnya, mereka begitu detail, membuat bagaimana karyanya bisa sebaik dan seindah mungkin untuk dinikmati. Jauh dari kesan menggurui. Karya-karya seperti puisi, film, atau musik, lebih banyak menyentuh aspek jiwa seseorang. Karya-karya tersebut mudah merasuk dalam benak penikmatnya dan tak sedikit yang mendapatkan inspirasi hidup dari karya-karya tersebut.

Karya-karya Chaerul Umam jelas begitu mengena. Terlihat betul pahatan seorang seniman dan muslim yang memiliki integritas tinggi, memiliki korelasi yang begitu kuat antara kemampuan seni dengan keimanan yang kental. Misalkan film KCB, film yang digarap begitu serius. Saya pribadi merasa sangat skeptis ketika film yang diadaptasi dari Novel itu akan di filmkan, mungkin hasilnya akan mengecewakan seperti AAC (ayat-ayat cinta) dulu. Namun ternyata tidak, film KCB begitu memesona, nilai yang terdapat di Novel bisa tersampaikan dengan baik, dengan visualisasi dan alur yang begitu baik. Dedikasi Chaerul Umam untuk karya seni yang memuat nilai-nilai Islam begitu tinggi.

Semoga kepergian Sutradara Senior tersebut menyadarkan kita akan pentingnya sebuah karya seni dalam kehidupan ini, dan memberikan sebuah sinyal penting jika kehadiran seniman yang memiliki integritas keislaman kini mulai berkurang. Butuh sosok baru yang akan meneruskan agenda perbaikan ummat, agenda perbaikan bangsa dengan karya-karya yang bermanfaat.
Kita tidak hanya kehilangan seorang sutradara kenamaan, muslim yang inspiratif, dan juga aktifis Dakwah yang pernah berafiliasi di Muhammadiyah ini. tapi kita juga kehilangan “Guru Bangsa” yang mendidik dengan karya-karya seninya. Selamat jalan Pak Mamang. Wollohu’alam

Malang, 3 oktober 2013
A Fahrizal Aziz