Berita tentang meninggalnya sutradara kenamaan ini membuat saya
terkejut, kematian memang adalah takdir Allah, namun dalam benak yang paling
dalam saya berfikir, adakah sosok seniman lain yang akan mengisi kekosongan
pasca meninggalnya Chaerul Umam? Karena beliau bukan saja seorang sutradara
film, beliau juga seorang muslim yang taat. Nilai-nilai Islam terlihat kuat di
beberapa filmnya, seperti Ramadhan dan Ramona, Fatahillah, atau yang terakhir
ini, Ketika Cinta bertasbih. Sinetron besutan Chaerul Umam yang dulu sering
saya tonton berjudul “Astagfirullah” jelas sekali nampak pesan kehidupan yang
mendalam. Kepergiannya kini, membawa duka yang mendalam sekaligus kekosongan
akan semakin menipisnya seniman-seniman Muslim.
Setelah Dedy Mizwar memutuskan terjun ke dunia politik dan terpilih
sebagai wakil gubernur Jawa Barat, saya sedikit sedih, itu berarti Dedy Mizwar
akan lebih disibukkan oleh aktifitas birokrasinya dibanding membuat film yang
segar dan Islami. Maka dalam beberapa tahun kedapan, bisa dipredksi film-film karya
sutaradara muslim yang memiliki integritas dalam berkarya, akan semakin
berkurang. Kepergian Chaerul Umam, menambah deretan kekosongan itu semakin
panjang.
Seniman merupakan sebuah profesi yang begitu penting dalam
kehidupan ini, entah itu seorang sastrawan, sutradara, musisi, dan sejenisnya.
Mereka berdakwah dengan sebuah karya yang lebih visual dan menyentuh hati
Masyarakat. dalam Dakwahnya, mereka begitu detail, membuat bagaimana karyanya
bisa sebaik dan seindah mungkin untuk dinikmati. Jauh dari kesan menggurui.
Karya-karya seperti puisi, film, atau musik, lebih banyak menyentuh aspek jiwa
seseorang. Karya-karya tersebut mudah merasuk dalam benak penikmatnya dan tak
sedikit yang mendapatkan inspirasi hidup dari karya-karya tersebut.
Karya-karya Chaerul Umam jelas begitu mengena. Terlihat betul
pahatan seorang seniman dan muslim yang memiliki integritas tinggi, memiliki
korelasi yang begitu kuat antara kemampuan seni dengan keimanan yang kental.
Misalkan film KCB, film yang digarap begitu serius. Saya pribadi merasa sangat
skeptis ketika film yang diadaptasi dari Novel itu akan di filmkan, mungkin
hasilnya akan mengecewakan seperti AAC (ayat-ayat cinta) dulu. Namun ternyata
tidak, film KCB begitu memesona, nilai yang terdapat di Novel bisa tersampaikan
dengan baik, dengan visualisasi dan alur yang begitu baik. Dedikasi Chaerul
Umam untuk karya seni yang memuat nilai-nilai Islam begitu tinggi.
Semoga kepergian Sutradara Senior tersebut menyadarkan kita akan
pentingnya sebuah karya seni dalam kehidupan ini, dan memberikan sebuah sinyal
penting jika kehadiran seniman yang memiliki integritas keislaman kini mulai
berkurang. Butuh sosok baru yang akan meneruskan agenda perbaikan ummat, agenda
perbaikan bangsa dengan karya-karya yang bermanfaat.
Kita tidak hanya kehilangan seorang sutradara kenamaan, muslim yang
inspiratif, dan juga aktifis Dakwah yang pernah berafiliasi di Muhammadiyah
ini. tapi kita juga kehilangan “Guru Bangsa” yang mendidik dengan karya-karya
seninya. Selamat jalan Pak Mamang. Wollohu’alam
Malang, 3 oktober 2013
A Fahrizal Aziz