Satu hal yang
berbeda dari pelaksanaan Musycab IMM Cabang Malang 2013 ini. Pemilihan ketua
umum tidak lagi melalui voting akbar, melainkan sidang formatur yang berisi 13
orang. Formatur dipilih oleh para peserta Musyawarah dari semua komisariat.
Mekanisme ini mengikuti apa yang tertuang di Tanfidz hasil Muktamar IMM di
Medan. Saya termasuk ke 13 orang yang diberi amanah untuk menjadi formatur
tahun ini.
Tugas pertama
yang harus diselesaikan formatur adalah pemilihan ketua umum, sekretaris dan
bendahara. Ketiganya sebisa mungkin harus terpilih sebelum acara Musycab
ditutup. Dari 13 nama yang terpilih, ada 4 nama yang bersedia menjadi ketua
umum. Saya, Mas Yusuf (UIN), Mas Akbar (UM) dan Mas Didik (UMM). Dalam rapat,
saya menyarankan supaya tidak ada voting. Lebih baik Musyawarah terbuka,
apalagi hanya 13 orang. Sistem voting tidak cukup baik karena bersifat
tertutup.
Rapat dibuka
dengan perkenalan dan dialog. Kemudian kami berembuk, siapa yang akan menjadi
ketua umum? Karena dari empat nama semua bersedia, maka saya mengundurkan diri
agar lebih mengerucut, lagipula saya juga tidak terlalu berambisi. Mas Akbar
lebih dahulu mencabut kesediannya di awal. Hanya tersisa dua nama ; Yusuf dan
Didik.
Sempat terjadi
dialektika. Saya –sebagai orang yang pernah duduk di cabang periode sebelumnya—harus
menyampaikan banyak hal terkait data dan fakta kepengurusan kemarin yang
barangkali tidak begitu dipahami teman-teman formatur lainnya. Termasuk isu
pendirian cabang dua. Mungkin penjelasan saya agak kasar, tapi itu harus saya
sampaikan demi keterbukaan.
Dan setelah
melalui proses dialektika, kami bersepakat untuk memilih Mas Yusuf Hamdani Abdi
sebagai ketua umum. Alasannya, karena Mas Yusuf periode sebelumnya sudah di
Pimpinan Cabang, otomatis lebih banyak mengerti dengan kondisi cabang saat ini.
Selain itu, untuk memimpin cabang ini dibutuhkan sosok yang dikenal dan
diterima semua kalangan. Mas Yusuf dinilai memiliki syarat tersebut.
Akhirnya, tanpa
voting dan tanpa perdebatan panjang, diputuskanlah ketua umum PC IMM Malang
periode 2013-2014. Sebuah pemilihan yang indah, apalagi di IMM Malang yang
sejak dulu terkenal dengan Cabang yang terlalu Politis. Kini kami bisa
membuktikan jika pemilihan ketua umum, bisa berjalan cukup khidmat. Setelah
itu, barulah kami menentukan sekretaris umum, dan Mas Didik –yang sebelumnya
bersedia sebagai ketua umum—dengan besar hati mengisi posisi itu. Alhamdulilah.
Proses pemilihan
ketua umum dengan mekanisme seperti ini sangat efektif untuk meminimalisir
disintegrasi lembaga. Sebelum-sebelumnya, pemilihan ketua umum dilaksanakan
melalui voting akbar, semua peserta musyawarah terlibat aktif. Ada pemaparan
visi misi, ada debat kandidat dan lain sebagainya. Tidak sedikit terjadi
permainan politik. Misalkan, nama yang sebelumnya tidak terlalu diperhitungkan,
ternyata menang sebagai ketua umum. Ini akan berdampak pada partisipasi
kepengurusan. Itu sudah terbukti.
Pemilihan yang
melalui sistem formatur ini sebenarnya juga meminimalisir
kepentingan-kepentingan politik. Kita patut bersyukur, untuk maju sebagai
formatur selevel Pimpinan Cabang, tidak perlu mengeluarkan sepeser uang pun.
Ini berbeda dengan dinamika organisasi mahasiswa yang lain –saya tidak bisa
menyebutkan merk—dimana agenda musycab saja perlu tim sukses dan anggaran yang
tidak sedikit.
Di IMM, semoga
pola-pola seperti itu bisa diminimalisir, bahkan kalau perlu dibuang jauh-jauh.
Agar kedepan, dari organisasi sayap Muhammadiyah ini akan lahir sosok pemimpin
yang berintegritas tinggi serta di cintai oleh rakyat. Bukan pemimpin yang
berambisi dan mengumbar segala janji. Akhirnya, sebagai kader IMM, kita harus
mensyukuri pemilihan yang khidmat ini. wallohu’alam. (*)
Malang,
1 November 2013
*A
Fahrizal Aziz