loading...

Jumat, 03 April 2015

Pengembangan IMM Cabang Malang, antara harapan dan kekecewaan



Sempat muncul berita serius di kalangan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang raya, yaitu isu pendirian cabang dua, yang untuk sementara dinamakan cabang kota dan cabang kabupaten. Ada banyak spekulasi yang menyertai isu pendirian cabang baru ini, salah satunya spekulasi tentang besarnya rasa kekecewaan kader non PTM terhadap kinerja PC IMM Malang, terutama pada periode 2012-2013. Diantara spekulasi itu, ada beberapa hal yang harus diluruskan, agar sejarah yang kelak di didapatkan generasi selanjutnya bisa otentik dan orisinil.


Bagi sebagian kader IMM di kampus UIN, UB, UM, IBU dan Unikama, wacana pendirian cabang dua ini merupakan harapan, itu berarti para kader IMM mulai bergerak untuk menguatkan basis Dakwah dan Perkaderan. Tapi bagi sebagian kader IMM di UMM, ada yang berfikir jika pendirian cabang dua ini adalah bentuk sparatisme, bahkan ada celetukan serius ; jika kader-kader ini tidak bisa dibina, maka lebih baik dibinasakan.

Memang, wacana seperti ini begitu serius, karena ini menyangkut konstelasi IMM se Malang raya yang jumlahnya 21 Komisariat, banyak sekali pertaruhannya, disatu sisi memang bisa dikatakan “harapan”, tapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi “perpecahan”. Sebagai salah satu tim perumus pendirian Cabang dua, saya harus sedikit menjelaskan kronologinya.

Isu pendirian cabang dua ini diinisiasi oleh kader IMM non PTM yang saat itu duduk di struktural PC IMM Malang, meskipun dari sudut pandang internal hanya sekedar wacana, baru kemudian tindak lanjutnya dieksekusi oleh Domisioner pengurus komisariat, karena kader yang berada di struktural itu sudah resign dari PC IMM Malang dan sibuk dengan aktifitas yang lain.

Banyak isu yang beredar jika pendirian cabang dua ini ditunggangi oleh kepentingan politik, terutama kepentingan senior IMM non PTM yang kecewa karena kalah di Musycab (Musyawarah Cabang) beberapa waktu lalu, untuk isu ini, saya berani berdebat sengit, itu tidak benar, itu hanya spekulasi semata. Spekulasi itu muncul karena faktor sejarah.

Dulu –menurut penuturan dari bapak PDM, Pak Zainuri, Pak Muhdlor, dan sebagainya—IMM Cabang Malang pernah terpecah menjadi dua ; Kota dan Kabupaten, karena alasan Politis, kala itu salah satu calon yang kalah dalam Musycab kemudian membentuk Cabang sendiri, saya tidak bisa menyebut nama, tidak etis, tapi sejarah ini bisa di crooscek langsung ke Bapak PDM tersebut atau ke Mas Ali Muthohirin (mantan ketua IMM DPD Jatim) yang juga pernah menceritakan kronologinya.

Di benak para senior, isu wacana pengembangan cabang Malang ternyata juga sangat negatif, semua selalu mengarah pada unsur Politis, ambisi kepentingan golongan. Logika sederhana, jika ini memang ada unsur politis, kenapa tim perumus cabang dua tidak langsung saja melakukan Musycab luar biasa?, tapi dengan santunnya justru berulang kali melakukan komunikasi dengan PC IMM Malang dan DPD IMM Jatim, meskipun dari komunikasi tersebut tidak memberikan banyak kepastian atau jawaban yang riil.

Sementara itu, dari 11 komisariat IMM non PTM, tidak semua menyetujui pendirian cabang dua, termasuk tiga komisariat di UIN Malang, bahkan komisariat saya tidak menyepakati adanya cabang dua, sebagai senior, harusnya saya melakukan lobbying, tapi sekali lagi, tidak ada pikiran politis dalam masalah ini. Jika berdiri kami bergembira, jika tidak pun tidak jadi masalah, asalkan semua sudah melalui kajian matang. Lagipula, saya tidak terlalu suka membawa-bawa nama komisariat untuk hal sensitif seperti ini.

Memang tidak bisa dipungkiri, ada sepercik kekecewaan beberapa kader terhadap kinerja cabang, terutama masalah pendampingan dan administrasi. PC IMM Malang sempat vacum selama enam bulan dan juga terbengkalainya beberapa komisariat yang masih membutuhkan pengawalan. Untuk itu jika cabang dua dibentuk, bisa memudahkan kinerja cabang. lalu muncul pertanyaan lagi, kalau begitu kenapa tidak masuk struktural cabang saja?

Ini juga harus saya jelaskan. Beberapa kader yang sudah ada di struktural cabang saat itu adalah Saya, Mas Yusuf, Mas Arik, Mas Nanda, Mbak Tari, dan Mas Afif. Kami yang intens memperbincangkan masalah cabang dua, justru isu cabang dua ini sejujurnya adalah ide dari Mas Ali Muthohirin saat kami bertemu di fork cafe, kami pun mencoba untuk merealisasikannya.

Namun ditengah jalan, ternyata ada banyak hal yang terjadi, misalkan Mbak Tari harus menikah dan resign dari Cabang, Mas Arik masuk progam Indonesia Mengajar dan harus mengabdi di pulau terpencil, Mas Nanda juga harus melanjutkan studi S2 ke Taiwan. Praktis hanya tinggal saya, Mas Yusuf dan Mas Afif. Belakangan Mas Afif juga resign karena beberapa hal yang saya tidak berhak menuliskannya disini karena itu bersifat privatif. Sehingga tersisa saya dan Mas Yusuf yang dicabang yang pernah aktif memperbincangkan masalah pendirian cabang dua.

Maka, gayung ini disambut oleh domisioner Komisariat yang baru saja purna tugas, seperti Mas Alif (UB) dan Mas Dani (UM), dan pasca itu, perjalanan PC IMM Malang periode 2012-2013 sudah hampir genap satu tahun, maka jika ada pertanyaan “kenapa tidak masuk struktur cabang saja?” tentu itu pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Apalagi setiap komisariat juga harus menyusun “pemetaan” kader, alangkah sangat lucu jika kader yang baru purna dari komisariat lalu “dipaksa” untuk masuk struktural cabang yang sudah berjalan hampir satu tahun. Lagipula secara administratif, PC IMM Malang kala itu belum membuat mekanisme terkait recruitment pejabat struktural “ditengah-tengah” periode.

Ternyata masalah muncul lagi, pernah tersiar statemen jika Mas Alif dan Mas Dani adalah aktor dibalik ini semua, rasionalisasinya begini “Jika Mas Alif dan Mas Dani bukan aktor dan ingin serius dalam membangun IMM, kenapa tidak masuk struktural PC IMM Malang, itu berarti mereka dalang yang berada diluar?” itu tentu tidak benar, harus diluruskan, keputusan ini adalah kesepakatan banyak pihak. Perkara kenapa tidak masuk di struktural, sudah saya jelaskan diatas. Andaikan masih ada yang berfikiran seperti itu, mohon segera diubah. Sebagai salah seorang “perumus” tentu saya merasa bersalah dengan munculnya isu ini.

Harapan yang lain

Ditengah isu dan spekulasi yang tengah berkecamuk, ternyata ada “harapan” yang sebenarnya muncul dan itu harus ditangkap secara objektuf. Bahkan saya pernah berbincang dengan Mas Rahmat, salah seorang senior IMM Malang, bahwa isu pengembangan/pendirian IMM cabang Malang itu membuat para kader yang selama ini “diam” atau “apatis” terhadap kondisi IMM Cabang Malang, mulai bersuara, banyak yang menyampaikan gagasannya, diskusi disana-sini, dan aktif mengikuti audiensi antara PC IMM Malang dengan tim perumus cabang dua.

Di kalangan IMM non PTM sendiri, wacana cabang dua ini ternyata membuat sebagian kader yang selama ini “dont care” dengan cabang, sedikit menengok “ada apa dengan IMM Cabang Malang?” seolah semua yang selama ini “tertidur”, mulai bangun lagi, meskipun responnya tidak semua baik, tapi setidaknya bisa membangunkan mereka jika selama ini ada “yang tidak beres” di IMM Cabang Malang sehingga muncul suara-suara seperti ini.

Isu pendirian/pengembangan cabang baru yang selama ini direspon negatif, pada satu sisi telah turut memberikan andil positif untuk membangunkan kembali kepedulian kader-kader IMM se-Malang raya, meskipun beberapa nama harus dikorbankan, misalkan Mas Alif dan Mas Dani yang akhirnya “tercemar” namanya, tapi saya yakin sejarah akan menjawab “mana yang dari hati dan mana yang hanya sekedar cari sensasi”.

Banyaknya respon yang mengiringi isu itu, juga memberikan satu pelajaran berharga tentang kelemahan mendasar yang dimiliki Ikatan kita selama ini; kita terlalu negatif memandang saudara sendiri. Saya pribadi mengakui itu, saya mengaku salah. Saya banyak menulis hal-hal yang “mengusik” pikiran banyak pimpinan, ada yang menilai terlalu kritis dan ada juga yang menilai sangat agitatif.

Saya juga paham, jika Mas Arif Rahmwan, ketua PC IMM Malang periode 2012-2013, merasa geram dengan sikap saya yang terkesan “menggunting dalam lipatan”, disisi lain saya bagian dari struktural cabang, tapi disisi lain saya aktif mengorganisir gerakan cabang dua bahkan turut aktif membentuk Almaun Community. Tapi saya berprinsip begini “tidak baik menyimpan riak kekecewaan dalam satu keluarga” semua harus diungkapkan, dikeluarkan, agar hati lega dan tidak akan ada lagi “dendam” sejarah yang berkepanjangan.

Dalam beberapa diskusi dengan kader lintas komisariat, saya sering mendengar kalimat ini “Cabang itu dikuasahi oleh kepentingan komisariat tertentu” saya merasa risih mendengarnya, dalam satu sisi, kita sudah membiasakan budaya “menggunjing”. Itu tentu tidak baik, semua harus dibicarakan dan semua harus diungkapkan, dan wacana cabang dua ini adalah bentuk “bicara” kami semua. Mungkin langkah yang kami lakukan terkesan bodoh, harusnya kami bermain lebih rapi, masuk struktural, bikin voting internal, atau mengorganisir massa waktu Musycab. Tapi sekali lagi, tidak ada pikiran politis pragmatis dalam wacana ini.

Suatu saat, Mas Arif Rahmawan juga harus menjelaskan kepada kami tentang “blue print” komisariat yang tidak bisa dirubah itu, yang membuat saya pribadi merenung berhari-hari, dan inilah beberapa hasil diskusi dengan beberapa komisariat yang di UMM. Saya jadi merenung sejenak, dengan internal saja kita susah disatukan, susah membedakan antara kepentingan dan keterbukaan.

Sekarang, wacana cabang dua itu sudah mulai surut bahkan nyaris hilang, beberapa faktornya adalah regenerasi. Kini, para tim perumus telah lulus, ada yang sudah kerja, menikah dan pindah ke luar kota. Apabila Cabang dua masih merasa dibutuhkan, tentu itu bukan lagi kajian dari generasi kami, karena percuma juga jika kami ngotot untuk tetap mendirikan cabang baru, tapi periode kedepan kami harus purna tugas dari IMM dan hanya menjadi domisioner karena telah lulus kuliah dan harus melanjutkan ke jenjang hidup yang lain.

Namun kepedulian itu masih terus diwadahi dengan lahirnya Almaun Community Malang, saya tidak tahu sampai kapan komunitas silaturahim itu akan terus hadir, bisa jadi periode setelah Deni Aditya Susanto, komunitas ini tidak akan hidup lagi, bisa jadi pula akan semakin eksis, wallohu’alam. Tapi semoga saja spirit kepedulian itu akan terus berkobar.

Setelah ini, saya yakin tingkat kepedulian kader terhadap IMM akan semakin besar, saya yakin akan ada suatu kejutan besar pasca Musycab nanti dan saya yakin ketua Cabang yang baru nanti akan belajar banyak hal dari “kekacauan” yang selama ini terjadi dan lekas melakukan perbaikan. Mari kita sambut 50 tahun IMM dengan kebersamaan.

Malang, 23 Oktober 2013
A Fahrizal Aziz