Sempat muncul
berita serius di kalangan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang raya,
yaitu isu pendirian cabang dua, yang untuk sementara dinamakan cabang kota dan
cabang kabupaten. Ada banyak spekulasi yang menyertai isu pendirian cabang baru
ini, salah satunya spekulasi tentang besarnya rasa kekecewaan kader non PTM
terhadap kinerja PC IMM Malang, terutama pada periode 2012-2013. Diantara
spekulasi itu, ada beberapa hal yang harus diluruskan, agar sejarah yang kelak
di didapatkan generasi selanjutnya bisa otentik dan orisinil.
Bagi sebagian
kader IMM di kampus UIN, UB, UM, IBU dan Unikama, wacana pendirian cabang dua
ini merupakan harapan, itu berarti para kader IMM mulai bergerak untuk
menguatkan basis Dakwah dan Perkaderan. Tapi bagi sebagian kader IMM di UMM,
ada yang berfikir jika pendirian cabang dua ini adalah bentuk sparatisme,
bahkan ada celetukan serius ; jika kader-kader ini tidak bisa dibina, maka
lebih baik dibinasakan.
Memang, wacana
seperti ini begitu serius, karena ini menyangkut konstelasi IMM se Malang raya
yang jumlahnya 21 Komisariat, banyak sekali pertaruhannya, disatu sisi memang
bisa dikatakan “harapan”, tapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi
“perpecahan”. Sebagai salah satu tim perumus pendirian Cabang dua, saya harus
sedikit menjelaskan kronologinya.
Isu pendirian
cabang dua ini diinisiasi oleh kader IMM non PTM yang saat itu duduk di
struktural PC IMM Malang, meskipun dari sudut pandang internal hanya sekedar
wacana, baru kemudian tindak lanjutnya dieksekusi oleh Domisioner pengurus
komisariat, karena kader yang berada di struktural itu sudah resign dari PC IMM
Malang dan sibuk dengan aktifitas yang lain.
Banyak isu yang
beredar jika pendirian cabang dua ini ditunggangi oleh kepentingan politik,
terutama kepentingan senior IMM non PTM yang kecewa karena kalah di Musycab
(Musyawarah Cabang) beberapa waktu lalu, untuk isu ini, saya berani berdebat
sengit, itu tidak benar, itu hanya spekulasi semata. Spekulasi itu muncul
karena faktor sejarah.
Dulu –menurut
penuturan dari bapak PDM, Pak Zainuri, Pak Muhdlor, dan sebagainya—IMM Cabang
Malang pernah terpecah menjadi dua ; Kota dan Kabupaten, karena alasan Politis,
kala itu salah satu calon yang kalah dalam Musycab kemudian membentuk Cabang
sendiri, saya tidak bisa menyebut nama, tidak etis, tapi sejarah ini bisa di
crooscek langsung ke Bapak PDM tersebut atau ke Mas Ali Muthohirin (mantan
ketua IMM DPD Jatim) yang juga pernah menceritakan kronologinya.
Di benak para
senior, isu wacana pengembangan cabang Malang ternyata juga sangat negatif,
semua selalu mengarah pada unsur Politis, ambisi kepentingan golongan. Logika
sederhana, jika ini memang ada unsur politis, kenapa tim perumus cabang dua
tidak langsung saja melakukan Musycab luar biasa?, tapi dengan santunnya justru
berulang kali melakukan komunikasi dengan PC IMM Malang dan DPD IMM Jatim,
meskipun dari komunikasi tersebut tidak memberikan banyak kepastian atau
jawaban yang riil.
Sementara itu,
dari 11 komisariat IMM non PTM, tidak semua menyetujui pendirian cabang dua,
termasuk tiga komisariat di UIN Malang, bahkan komisariat saya tidak
menyepakati adanya cabang dua, sebagai senior, harusnya saya melakukan
lobbying, tapi sekali lagi, tidak ada pikiran politis dalam masalah ini. Jika
berdiri kami bergembira, jika tidak pun tidak jadi masalah, asalkan semua sudah
melalui kajian matang. Lagipula, saya tidak terlalu suka membawa-bawa nama
komisariat untuk hal sensitif seperti ini.
Memang tidak bisa
dipungkiri, ada sepercik kekecewaan beberapa kader terhadap kinerja cabang,
terutama masalah pendampingan dan administrasi. PC IMM Malang sempat vacum
selama enam bulan dan juga terbengkalainya beberapa komisariat yang masih
membutuhkan pengawalan. Untuk itu jika cabang dua dibentuk, bisa memudahkan
kinerja cabang. lalu muncul pertanyaan lagi, kalau begitu kenapa tidak masuk
struktural cabang saja?
Ini juga harus
saya jelaskan. Beberapa kader yang sudah ada di struktural cabang saat itu
adalah Saya, Mas Yusuf, Mas Arik, Mas Nanda, Mbak Tari, dan Mas Afif. Kami yang
intens memperbincangkan masalah cabang dua, justru isu cabang dua ini
sejujurnya adalah ide dari Mas Ali Muthohirin saat kami bertemu di fork cafe,
kami pun mencoba untuk merealisasikannya.
Namun ditengah
jalan, ternyata ada banyak hal yang terjadi, misalkan Mbak Tari harus menikah
dan resign dari Cabang, Mas Arik masuk progam Indonesia Mengajar dan harus
mengabdi di pulau terpencil, Mas Nanda juga harus melanjutkan studi S2 ke
Taiwan. Praktis hanya tinggal saya, Mas Yusuf dan Mas Afif. Belakangan Mas Afif
juga resign karena beberapa hal yang saya tidak berhak menuliskannya disini
karena itu bersifat privatif. Sehingga tersisa saya dan Mas Yusuf yang dicabang
yang pernah aktif memperbincangkan masalah pendirian cabang dua.
Maka, gayung ini
disambut oleh domisioner Komisariat yang baru saja purna tugas, seperti Mas
Alif (UB) dan Mas Dani (UM), dan pasca itu, perjalanan PC IMM Malang periode
2012-2013 sudah hampir genap satu tahun, maka jika ada pertanyaan “kenapa tidak
masuk struktur cabang saja?” tentu itu pertanyaan yang tidak mudah dijawab.
Apalagi setiap komisariat juga harus menyusun “pemetaan” kader, alangkah sangat
lucu jika kader yang baru purna dari komisariat lalu “dipaksa” untuk masuk
struktural cabang yang sudah berjalan hampir satu tahun. Lagipula secara
administratif, PC IMM Malang kala itu belum membuat mekanisme terkait
recruitment pejabat struktural “ditengah-tengah” periode.
Related Article
Ternyata masalah
muncul lagi, pernah tersiar statemen jika Mas Alif dan Mas Dani adalah aktor
dibalik ini semua, rasionalisasinya begini “Jika Mas Alif dan Mas Dani bukan
aktor dan ingin serius dalam membangun IMM, kenapa tidak masuk struktural PC
IMM Malang, itu berarti mereka dalang yang berada diluar?” itu tentu tidak
benar, harus diluruskan, keputusan ini adalah kesepakatan banyak pihak. Perkara
kenapa tidak masuk di struktural, sudah saya jelaskan diatas. Andaikan masih
ada yang berfikiran seperti itu, mohon segera diubah. Sebagai salah seorang
“perumus” tentu saya merasa bersalah dengan munculnya isu ini.
Harapan
yang lain
Ditengah isu dan
spekulasi yang tengah berkecamuk, ternyata ada “harapan” yang sebenarnya muncul
dan itu harus ditangkap secara objektuf. Bahkan saya pernah berbincang dengan
Mas Rahmat, salah seorang senior IMM Malang, bahwa isu pengembangan/pendirian
IMM cabang Malang itu membuat para kader yang selama ini “diam” atau “apatis”
terhadap kondisi IMM Cabang Malang, mulai bersuara, banyak yang menyampaikan
gagasannya, diskusi disana-sini, dan aktif mengikuti audiensi antara PC IMM
Malang dengan tim perumus cabang dua.
Di kalangan IMM
non PTM sendiri, wacana cabang dua ini ternyata membuat sebagian kader yang
selama ini “dont care” dengan cabang, sedikit menengok “ada apa dengan IMM
Cabang Malang?” seolah semua yang selama ini “tertidur”, mulai bangun lagi,
meskipun responnya tidak semua baik, tapi setidaknya bisa membangunkan mereka
jika selama ini ada “yang tidak beres” di IMM Cabang Malang sehingga muncul
suara-suara seperti ini.
Isu
pendirian/pengembangan cabang baru yang selama ini direspon negatif, pada satu
sisi telah turut memberikan andil positif untuk membangunkan kembali kepedulian
kader-kader IMM se-Malang raya, meskipun beberapa nama harus dikorbankan,
misalkan Mas Alif dan Mas Dani yang akhirnya “tercemar” namanya, tapi saya
yakin sejarah akan menjawab “mana yang dari hati dan mana yang hanya sekedar
cari sensasi”.
Banyaknya respon
yang mengiringi isu itu, juga memberikan satu pelajaran berharga tentang
kelemahan mendasar yang dimiliki Ikatan kita selama ini; kita terlalu negatif
memandang saudara sendiri. Saya pribadi mengakui itu, saya mengaku salah. Saya
banyak menulis hal-hal yang “mengusik” pikiran banyak pimpinan, ada yang
menilai terlalu kritis dan ada juga yang menilai sangat agitatif.
Saya juga paham,
jika Mas Arif Rahmwan, ketua PC IMM Malang periode 2012-2013, merasa geram
dengan sikap saya yang terkesan “menggunting dalam lipatan”, disisi lain saya
bagian dari struktural cabang, tapi disisi lain saya aktif mengorganisir
gerakan cabang dua bahkan turut aktif membentuk Almaun Community. Tapi saya
berprinsip begini “tidak baik menyimpan riak kekecewaan dalam satu keluarga”
semua harus diungkapkan, dikeluarkan, agar hati lega dan tidak akan ada lagi
“dendam” sejarah yang berkepanjangan.
Dalam beberapa
diskusi dengan kader lintas komisariat, saya sering mendengar kalimat ini
“Cabang itu dikuasahi oleh kepentingan komisariat tertentu” saya merasa risih
mendengarnya, dalam satu sisi, kita sudah membiasakan budaya “menggunjing”. Itu
tentu tidak baik, semua harus dibicarakan dan semua harus diungkapkan, dan
wacana cabang dua ini adalah bentuk “bicara” kami semua. Mungkin langkah yang
kami lakukan terkesan bodoh, harusnya kami bermain lebih rapi, masuk
struktural, bikin voting internal, atau mengorganisir massa waktu Musycab. Tapi
sekali lagi, tidak ada pikiran politis pragmatis dalam wacana ini.
Suatu saat, Mas
Arif Rahmawan juga harus menjelaskan kepada kami tentang “blue print”
komisariat yang tidak bisa dirubah itu, yang membuat saya pribadi merenung
berhari-hari, dan inilah beberapa hasil diskusi dengan beberapa komisariat yang
di UMM. Saya jadi merenung sejenak, dengan internal saja kita susah disatukan,
susah membedakan antara kepentingan dan keterbukaan.
Sekarang, wacana
cabang dua itu sudah mulai surut bahkan nyaris hilang, beberapa faktornya
adalah regenerasi. Kini, para tim perumus telah lulus, ada yang sudah kerja,
menikah dan pindah ke luar kota. Apabila Cabang dua masih merasa dibutuhkan,
tentu itu bukan lagi kajian dari generasi kami, karena percuma juga jika kami ngotot
untuk tetap mendirikan cabang baru, tapi periode kedepan kami harus purna tugas
dari IMM dan hanya menjadi domisioner karena telah lulus kuliah dan harus
melanjutkan ke jenjang hidup yang lain.
Namun kepedulian
itu masih terus diwadahi dengan lahirnya Almaun Community Malang, saya tidak
tahu sampai kapan komunitas silaturahim itu akan terus hadir, bisa jadi periode
setelah Deni Aditya Susanto, komunitas ini tidak akan hidup lagi, bisa jadi
pula akan semakin eksis, wallohu’alam. Tapi semoga saja spirit kepedulian itu
akan terus berkobar.
Setelah ini, saya
yakin tingkat kepedulian kader terhadap IMM akan semakin besar, saya yakin akan
ada suatu kejutan besar pasca Musycab nanti dan saya yakin ketua Cabang yang
baru nanti akan belajar banyak hal dari “kekacauan” yang selama ini terjadi dan
lekas melakukan perbaikan. Mari kita sambut 50 tahun IMM dengan kebersamaan.
Malang,
23 Oktober 2013
A
Fahrizal Aziz