loading...

Selasa, 28 April 2015

Tiga periode korkom UIN diketuai “pelopor”, tidak apa-apa?



Jauh-jauh hari sebelum pleno diperluas Korkom UIN Malang, sudah terdengar kabar jika ketua selanjutnya adalah Immawan Farihul Muflihin, mantan ketua IMM Koms. Pelopor. Saya agak terkejut, itu hanya sekedar isu atau memang sudah ada komunikasi intens? Pasalnya, dua periode sebelumnya, ketua Korkom IMM UIN diketuai kader pelopor. Immawan Surya Nur Pradani (2011-2012) dan Immawan Rasikh Adila (2012-2013). Takutnya terjadi isu tak sedap, karena bagaimanapun juga, IMM di UIN ini ada 3 komisariat ; Pelopor, Reformer dan Revivalis.


Dulu ketika ketua korkom dua periode dijabat oleh kader Revivalis, sempat ada pembicaraan tak sedap di belakang. Karena banyak yang menilai jika beberapa kebijakan korkom lebih menguntungkan Revivalis. Namun permasalahan itu bisa lekas diatasi, meskipun masih ada beberapa kader yang “grundel” hatinya. Beberapa permasalahan itu tidak bisa saya sebut di tulisan ini karena bersifat privatif organisatoris. Tidak etis jika diungkap.

Kali ini, jika ketua korkom UIN kembali dipimpin kader “Pelopor”, apa tidak apa-apa? Apakah nanti tidak ada gejolak internal IMM UIN? Saya pun merasa gelisah dengan hal ini. Meskipun saya pribadi tidak mempermasalahkan kredibilitas Mas Farih, karena dia merupakan salah satu kader terbaik “Pelopor”, mantan ketua Umum dan kapasitas Intelektualnya pun tidak diragukan. Hanya saja, kita belum mengetahu perspektif dari dua komisariat lainnya ; Reformer dan Revivalis.

Waktu pemilihan ketua Korkom di Andika Cafe sigura-gura, saya ingin menyampaikan hal ini. tapi belum sempat saya utarakan, jawaban itu justru muncul dari kader setiap komisariat yang didelegasikan untuk menjadi pimpinan Korkom. Komisariat Revivalis, melalui mantan ketumnya Arif Firmansyah, telah bersepakat untuk memilih Mas Farihul sebagai ketua. Begitu pula Fuad Ahsan, mantan ketua Komisariat Reformer. Meskipun ada beberapa orang yang mengusulkan Mas Ahsan sebagai ketua korkom. Tapi suara agaknya telah bulat memilih Mas Farih.

Saya menjadi lega. Tidak perlu voting untuk menentukan tampuk pimpinan korkom. Sebuah Pemilihan yang indah. Semua sudah bersepakat, penuh keterbukaan. Saya berbisik pada Mas Bashir, kabid Organisasi PC IMM Malang ,”Kapan pembentukan Korkom di UMM bisa berjalan demikian?” Mas Bashir pun hanya tersenyum.

Setelah pembentukan korkom UIN, dilanjutkan dengan pembentukan Korkom UM dan UB. Keduanya sama, di UM sudah ada diskusi internal dan bersepakat memilih Mbak Nely Izatul sebagai ketua. Meskipun Mbak Nely terlihat tidak begitu berambisi, tapi beginilah seharusnya seorang ketua. Ia dipilih, bukan meminta untuk dipilih. Di IMM UB pun juga demikian, bahkan strukturnya sangat lengkap, mereka juga bersepakat untuk memilih Mas Hikmawan sebagai ketua. Alhamdulilah, lega sekali rasanya.

PR terberat memang korkom UMM, cabang harus lebih aktif dalam mengawal pembentukan korkom disana. Karena memang dinamikanya yang berbeda. komisariatnya begitu banyak dan atmosfir kampusnya juga berbeda. tapi, kerja keras itu tidak sia-sia. Ketika Cabang memilih Immawan Baikuni Alsafa sebagai ketua Korkom, beberapa kandidat lainnya juga menyampaikan kata-kata yang menyejukkan. Tidak terlihat ambisi yang selama ini diisukan. Di UMM pun kini juga sudah mulai stabil, meskipun ada riak-riak politik, itu tidak terlalu merisaukan.

Harapannya Korkom UMM bisa lekas menjadi alat pemersatu bagi sepuluh komisariat. Tidak mudah memang, apalagi konstelasi kampusnya yang demikian kompetitif. Butuh perjuangan keras. Jika sepuluh komisariat bersatu, IMM pasti akan menjadi tuan rumah di kampusnya sendiri. Mungkin terlalu ambisius, tapi hemat saya IMM harus menjadi tuan rumah karena mereka berada di kampus Muhammadiyah. Ini dalam rangka untuk memelihara kaderisasi di Muhammadiyah sendiri.

Kembali ke Korkom UIN. Saya turut bangga dengan prestasi organisasi yang diraih selama ini. Sekaligus memberikan justifikasi logis jika masa depan Muhammadiyah masih cukup cerah. IMM yang selama ini dianggap sebagai ortom yang begitu politis, pada faktanya juga tidak demikian. Dalam memilih pimpinan pun, tidak perlu melakukan konsolidasi politik ataupun politik transaksional. Semua bisa di musyawarahkan dalam forum.

Dimulai dari cabang yang akhirnya memutuskan Mas Yusuf sebagai ketua, hingga pimpinan Korkom. Kesemuanya tidak ada voting, tidak ada gejolak internal yang berarti. Semuanya berjalan melalui musyawarah yang khidmat, terarah dan indah. Ketua tidak ada yang mengajukan diri, semuanya dipilih berdasarkan kesepakatan forum. Sebelumnya, Almaun Community juga demikian. Dipilihnya Immawan Deni Aditya Susanto sebagai ketua, meskipun Deni sempat menolak, tapi kepercayaan anggota yang lain menyebabkan dia tidak bisa menolak.

Termasuk terpilihnya Immawan Farihul Muflihin, saya sempat berbincang dengan Mas Yusuf dan Mas Gopar. Keduanya memberikan jawaban yang melegakan hati. Itu berarti ketua Korkom ini memang dipilih berdasarkan Musyawarah yang matang. Bukan lagi membahas darimana ia berasal dan kedepan kekhawatiran-kekhawatiran yang saya tulis diatas mungkin akan sedikit berkurang. Periode yang lalu, sebenarnya Cabang memilih Immawan Subur (Revivalis) sebagai ketua Korkom, tapi yang bersangkutan tidak bersedia dan diganti dengan Mas Rasikh (Pelopor). Lagi-lagi semuanya dipilih berdasarkan Musyawarah. Tidak ada voting.

Pencapaian berarti ini harus terus ditingkatkan. Selamat beramanah, semoga Dakwah Islam ini semakin maju dengan kerja keras kita semua. Wallohu’alam

Malang, 6 Desember 2013
By: A Fahrizal Aziz