loading...

Selasa, 21 April 2015

Kultur saling menguasahi



Kegelisahan ini sempat saya utarakan ke teman-teman mahasiswa yang saya kenal, kebetulan mereka berafiliasi ke beberapa organisasi Islam seperti HMI, PMII, dan KAMMI. Saya sendiri, aktif di IMM. Diskusi dengan mereka tidak berlangsung bersama-sama, dan itupun sifatnya individu antara teman dan teman. Bukan secara organisatoris. Saya sampaikan beberapa kegelisahan tentang semakin kuatnya kultur saling menguasahi antara satu organisasi dengan yang lain.


Tatkala Mahasiswa masuk organisasi ekstra kampus, seolah-olah cara berfikirnya di bonsai oleh idiologi masing-masing. Di organisasi tempat saya berada misalkan, ketika perbincangan hangat seputar organisasi mahasiswa, doktrin yang dibangun seolah hanya satu ; organisasi ini paling baik dibanding yang lain. setelah saya berbincang dengan teman lintas organisasi, ternyata hal serupa juga terjadi. Mendengar hal itu saya pribadi semakin gelisah.

Idiologi dan kebanggan dengan organisasi yang ia ikuti memang sebuah kewajaran. Karena bagaimanapun juga, militansi harus dibangun disana, namun akan menjadi gawat jikalau idiologi itu sudah tertutup dan membuat kader-kadernya buta akan kebenaran, dan merasa organisasinya paling baik sekalipun banyak kesalahan yang telah diperbuat. Dan akan lebih berbahaya lagi ketika organisasi tersebut sama-sama mengusung Islam sebagai idiologi besar.

Pergolakan tersebut memang tidak begitu nampak dipermukaan, antara kader organisasi A dengan B seolah baik-baik saja. Namun ketika dibenturkan oleh kebijakan, kadang pergulatan terjadi. Misalkan dalam politik kampus, pergulatan intelektual bisa merebak ke pergulatan fisik. Banyak contohnya, dan itu menjadi catatan buram bagi organisasi mahasiswa.

Setiap organisasi selalu berharap untuk bisa menguasahi. Misalkan menguasahi kursi-kursi penting di BEM, SEMA, HMJ, dll. Sekalipun logika saya kadang jenuh memikirkan ini. Kenapa jabatan struktural untuk memikul amanah yang berat itu, justru diperebutkan? Tapi memang faktanya demikian. Dan tak jarang antar organisasi saling menjatuhkan demi jabatan struktural tersebut.

Untuk itulah, banyak yang merasa jenuh dengan hingar bingar gerakan mahasiswa yang sering menelorkan konflik-konflik horisontal tersebut. Dan seharusnya, antar organisasi mahasiswa yang notabene sama-sama menjadikan Islam sebagai idiologi besar itu, tidak saling menjatuhkan, tidak saling merebut pengaruh, harusnya lebih bersinergi dan bersatu untuk membangun Masyarakat. kalaupun harus bersaing, maka orientasinya adalah Fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan), bukan persaingan destruktif yang saling menjatuhkan. Wallohu’alam

Malang, 14 Oktober 2013
A Fahrizal Aziz