Setelah selesai
di komisariat dan kemudian masuk IMM Cabang, saya lebih banyak menjadi
pengamat, jalan-jalan ke Komisariat-komisariat, berdiskusi masalah IMM di
Malang dari berbagai sudut pandang, disana banyak yang saya temukan, mulai dari
kekecewaan teman-teman komisariat dengan kondisi cabang yang kian hari semakin
memprihatinkan, setidaknya cabang belum mampu diterima oleh semua pihak. Dan
itu menjadi sebuah refleksi yang harus segera kita atasi bersama.
Tak sedikit
kritik yang terucap, menginginkan agar gerakan IMM Cabang Malang lebih
akomodatif, tulus, tanpa tendensi apapun, hingga pada titik kejenuhan,
muncullah gerakan pendirian cabang dua. Sekilas, cabang dua memang terlihat
emosional dan radikal, terlebih gerakan cabang dua juga ditanggapi sangat
sinis, tak jarang ada kata resistensi, kekecewaan, ambisius, dan lain sebagainya.
Padahal kita
harus jujur, fungsi cabang selama ini tidak begitu berjalan bagus,. Ini harus
saya sampaikan, sekalipun saya sendiri adalah anggota cabang dan menyalahkan
cabang berarti sama pula menyalahkan diri sendiri, tapi untuk kebaikan bersama
kita harus berani jujur, sekalipun itu terasa pahit. Bahkan ketua cabang
sendiri, Arif Rahmawan juga pernah berkata demikian, dalam sebuah rapat ia
pernah berkata “Selama ini seolah-olah fungsi cabang hanya satu ; membuka dan
menutup acara jika komisariat punya hajat” itupun kalau diundang.
Banyak PR cabang
yang harus diselesaikan, mulai dari hubungan dengan komisariat-komisariat
(khususnya non ptm) yang semakin redup, hubungan dengan PDM yang tak kunjung
membaik, bahkan itu berimbas pada komisariat lain jika ada hajat dan harus
melibatkan PDM. Dan hal-hal yang bersifat fundamental seperti perkaderan dan
dakwah yang kian hari semakin tak bertaji. Meskipun tidak mungkin cabang mampu
memuaskan 21 komisariat, tapi setidaknya cabang hadir di moment yang tidak hanya
bersifat formal dan mampu memberikan sumbangsih moril karena medan dakwah tidak
selalu mudah.
Kritik itu
penting, karena dengan itu kita bisa bercermin, namun ada hal yang lebih
penting lagi dan harus kita tempuh sebagai tanggung jawab sosial, yaitu
melakukan aksi yang lebih solutif dari sekedar saran. IMM Cabang pasca periode
Arif Rahmawan ini akan banyak ‘peluang’ kawan-kawan (khususnya non ptm) untuk
membangun cabang, dengan kondisi yang ada, dimana komisariat di UM, UB, UIN,
IBU, dan UK yang telah memasuki fase kedekatan, dan forum IMM non PTM juga
sudah aktif kembali.
Ada banyak nama
yang akan menjadi alternatif, semisal Akbar Atmaja dari UM, Farihul Muflihin
dari UIN, Deny Aditya dari UB, Muklisin dari Ikip Budi utomo. serta banyak nama
domisioner pula yang memiliki kapasitas untuk membangun cabang ; Ilfatul, Nely,
Ega, Tiwi, Elsa dari UM. Amal, Prima, Fani, dari UB. Fajrin, Ahsan, Arif,
Fatin, dari UIN. Dan kader-kader lainnya, tentu dengan potensi yang ada, sangat
mungkin jika IMM non PTM akan memberikan warna tersendiri bagi IMM Cabang
Malang yang selama ini dirasa belum begitu akomodatif.
Kini saatnya kita
bersinergi untuk membangun IMM Cabang Malang bersama, setelah kita mempelajari
kelemahan yang ada. Fastabiqul khairat. :D
Malang,
30 Agustus 2013
A
Fahrizal Aziz