loading...

Rabu, 01 April 2015

IMM UIN Malang dan Politik Kampus



Selama kurang lebih tiga tahun menjadi kader IMM UIN Malang, saya belum melihat gairah yang diperlihatkan oleh IMM terhadap politik kampus. Pertama kali saya melihat fenomena itu di tahun 2010, secara kelembagaan IMM adalah bagian dari Partai Pencerahan (Partai yang didirikan HMI), namun kontestasi itu hanya bersifat partisipasif, tidak terlalu reaktif. Ditahun 2011, saya agak mengerti banyak karena saya berkecimpung di dalamnya, namun IMM tetap dengan keputusan yang sama, berkecimpung hanya secara partisipasif, di tahun 2012, IMM tidak berpartisipasi sama sekali, karena sistem ke-partai-an sudah di hapus. Lantas, apakah memang IMM anti Politik?


Sebelumnya saya ingin sedikit bercerita tentang partisipasi IMM UIN Malang dalam politik, khususnya selama tiga tahun yaitu 2010, 2011, 2012. Di tahun 2010, IMM cukup banyak mendelegasikan kadernya untuk maju sebagai calon ketua HMJ maupun BEM-F. seingat saya, ada tiga orang yaitu Immawan Umar Al Faruq (calon ketua BEM-F Humbud), Nur Rohman (Calon ketua HMJ PBA) dan Immawan Wildan Setyo (Calon ketua HMJ TI). Dari ketiga calon itu, akhirnya ada yang menang, yaitu Immawan Wildan Setyo sebagai ketua HMJ TI.

Di tahun 2011, IMM hanya mendelegasikan dua kadernya. Yaitu Immawan A. Fahrizal Aziz (sebagai calon ketua HMJ PGMI) dan Immawan Subur Pramono (calon ketua HMJ Fisika) di tahun itu konstelasi politik agak memanas, sehingga semua calon kandas dan system politik pun mengalami perubahan. Namun, di tahun ini IMM mendapatkan empat kursi di BEM-U dan akhirnya didelegasikan Immawan Surya, Umar Al Faroq, Dian Iyut dan Wildan Setyo. Saya kurang tau pasti bagaimana IMM bisa mendapatkan 4 kursi tersebut.

Di tahun 2012, tidak ada OMEK yang bergairah ikut Pemilu kecuali PMII. Hal itu ditandai dengan calon tunggal. Sehingga, IMM yang awalanya mendapatkan tawaran untuk ikut berpolitik pun juga ‘diam’ tak bersuara, terlebih system dirubah dari partai menjadi independen.

Dari beberapa fakta diatas, sebenarnya IMM tidak begitu anti terhadap politik. Namun memang, grand desain tujuan IMM bukanlah menguasai kursi politik, melainkan adalah untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Muslim. Sehingga politik bukan tujuan, melainkan hanya bagian dari tanggung jawab aktivis. Maka, IMM pun tetep focus dalam romantisme perkaderan dan seremonial seperti DAD, TMO dan terkadang Seminar-seminar.

Meski politik bukan tujuan primer, namun ditangan kepemimpinan yang baru ini, tak ada salahnya menyisihkan sebagian progam untuk sedikit konsen terhadap konstelasi politik. Tidak harus mati-matian mendapatkan kursi, karena sifat serakah terhadap jabatan bukanlah ciri gerakan Muhammadiyah. Ada kalanya, IMM sedikit menyingsingkan baju untuk ikut berpartisipasi lebih reaktif terhadap politik kampus, minimal ikut membaca realita dan wacana terhadap politik kampus.

Orientasi IMM adalah membangun dan mencerdaskan kader, tapi politik kampus dan wacana didalamnya adalah bagian dari tanggung jawab aktivis. Sehingga, minimal aktivis IMM tahu apa isu yang tengah berkembang dikampus dan apa kebijakan yang telah diberikan. Saya yakin, ditangan kepemimpinan yang baru, yang lebih segar dan berenergi ini. IMM mampu sedikit mengeluarkan gadingnya dan terus berfastabiqul Khairat. Wallohu’alam


Malang, 3 September 2012
Ahmad Fahrizal Aziz