loading...

Selasa, 28 April 2015

Hidup Bahagia Ayahanda Dicky




Malam itu saya harus segera ke Aula Masjid AR Fahrudin. Jam sudah menunjukkan pukul 19.00. siang harinya saya di sms Mas Yusuf, Ketua PC IMM Malang untuk membuka acara Diklat Manajemen Organisasi (DMO) IMM “Raushan Fikr” FKIP. Saya sampai di lokasi pukul 19.15, saya pikir sudah telat. Karena saya dengar, akhir-akhir ini teman-teman IMM mulai menerapkan budaya tepat waktu. Ternyata tidak, acara baru dimulai pukul 20.14, selain menunggu Ayahanda Dicky (saya biasa memanggilnya Bang Dicky) yang membawakan stadium general, para panitia juga banyak yang masih kuliah dan baru selesai pukul 20.00. otomatis waktu menyesuaikan.


Bang Dicky sendiri baru sampai sekitar pukul 20.00, ini untuk kedua kalinya saya bertemu Bang Dicky dalam acara Pembukaan. Pertama, waktu Pembukaan DAD IMM Koms. Budi Utomo di SMPM 8 Kota Batu, kala itu Bang Dicky mengisi Stadium General dan Saya ditugaskan untuk membuka acara menggantikan ketua Cabang saat itu, Mas Arif Rahmawan. Kedua, adalah acara DMO Koms. Raushan Fikr ini.

Waktu pembukaan DAD Koms. Budi Utomo dulu, kami hanya berbincang sedikit di luar ruangan. Baru setelah giliran masuk, panitia memanggil. Sehingga interaksi antara saya dan bang Dicky begitu singkat. Tapi dalam agenda DMO FKIP ini, saya duduk bersebelahan dengan Bang Dicky dan mengikuti sampai akhir isi stadium general yang disampaikan beliau. Dari sana saya memetik banyak pelajaran hidup.

Menurut saya, Bang Dicky adalah tipikal manusia yang sangat Idealis. Ia memandang jika kemuliaan seseorang itu tidak bisa dinilai sekedar jabatan. Ada yang lebih tinggi, yaitu Integritas. Meskipun pangkatnya kini adalah PNS Golongan IV-c, pangkat yang cukup tinggi, namun Bang Dicky masih mau bersusah payah meneruskan bisnis Lundry yang telah ia geluti sejak sepuluh tahun yang lalu. Bahkan mengantarkannya sendiri ke rumah pelanggan.

Bang Dicky juga menjadi tour leader dan telah menjelajahi ¾ dunia. Saya salut dengan beliau. Setidaknya, sebagai Ayahanda IMM, Bang Dicky adalah tipikal orang yang jauh dari sifat pragmatis. Hidupnya begitu sederhana. Ia berprinsip jika seseorang itu harusnya tidak melihat jabatan yang diduduki, melainkan melihat sejauh mana ia memberikan manfaat kepada orang lain.

“Kalian pasti tidak pernah bangga dengan Ayah, seorang Buruh cuci, PNS kelas kurcaci. Namun Ayah hanya berpesan, jika suatu saat kalian mendapatkan cobaan hidup yang berat, ingatlah jalan hidup Ayah, yang meski rumahnya kecil dipinggir kali, tapi semangat hidupnya tak pernah berhenti,” ucap beliau.

Saya terenyuh. Kata-kata itu begitu dalam. Bang Dicky seolah ingin menjadi contoh bagi anak-anaknya, bahwa hidup adalah perjuangan! Sesulit apapun hidup harus ditempuh! Bang Dicky juga tipikal orang yang tidak takut terhadap tantangan. Bahkan, ia pernah nekat naik haji dengan uang 2,4 juta. Meski akhirnya dideportasi.

Saya yakin. Dengan Mental yang memadahi dan retorika yang baik, Bang Dicky bisa saja memilih jalan hidup yang lain. Misalkan menjadi Pejabat, tapi sekali lagi, karena saya pikir idealisme yang begitu tinggi, Bang Dicky lebih memilih hidup merdeka. Dan mungkin saja itulah kebahagiaan yang beliau dapat. Meski telah menjadi PNS IV-c dan tour leader, tidak meninggalkan pekerjaannya sebagai “buruh cuci”.

“Karena pekerjaan ini memberikan Abang banyak pelajaran, berinteraksi dengan banyak orang,” jelasnya ditengah-tengah acara stadium general.

Lagipula, Bang Dicky kini juga bertugas sebagai pengawas SMA/MA/SMK Kota Malang. aktifitasnya tentu begitu padat, belum lagi sebagai tour leader dan harus mengantarkan banyak orang ke luar negeri, entah untuk sekedar jalan-jalan, umroh hingga Ziarah. Memang terasa janggal, kenapa tetap melanjutkan kesibukannya sebagai “buruh cuci”? bukankah itu pekerjaan kasar? Sekali lagi. Ukuran hidupnya memang bukan materi dan jabatan.

Orang-orang seperti Bang Dicky memang tidak banyak akhir-akhir ini. Apalagi kaum aktifis, rata-rata selepas mereka dari aktifitas di Organisasi, arah tujuannya adalah ke Birokrasi. Entah itu Birokrasi kampus atau Pemerintahan. Ada yang bertujuan menjadi Dosen, Pejabat Universitas, hingga Pejabat Publik. Maka tak salah jika ada anggapan, organisasi ektra kampus itu mencetak banyak para politisi. Termasuk IMM, barangkali.

Semua orang tentu punya jalan hidup masing-masing. Termasuk Bang Dicky yang tidak terlalu suka dengan gegap gempita Politik, atau pengap sesaknya perebutan Jabatan di Kampus. Dari Bang Dicky, saya belajar sebuah makna idealitas yang utuh. Saya juga belajar sebuah kebahagiaan hidup. Meski setiap hari harus berlelah-lelah mengurusi bisnis laundrynya, mengantarkannya ke pelanggan. Tapi Bang Dicky begitu menikmatinya. Saya salut dengan Ayahanda. Terima kasih.

Malang, 30 Desember 2013
A Fahrizal Aziz